Membiarkannya terjadi di tengah kesibukan dan pekerjaan yang bertumpuk membuat manajemen hotel mandul menyikapinya. Karyawan bekerja ditengah ketakutan serta ancaman yang datang tiba-tiba. Tak berdaya. Buah simalakama. Dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati.
Abrakadabra! Pilihan mengundurkan diri adalah agar terhindar dari masalah yang lebih buruk terjadi diantara ayah dan anak. Mencari cara aman saja. Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang, menemui kegagalan yang tak terduga.
Sementara sang ayah dalam kisah ini jauh berbeda dengan putra tersayangnya. Sang pewaris sangat mengasihi seluruh karyawan. Ia bahkan mungkin tak mengetahui perilaku buruk putra yang dikasihinya itu, terjadi setiap hari di hotelnya. Siapa yang berani melaporkan tingkah laku sang anak kepada ayahanda? Siapa pula yang mau mengingatkan sang anak?
Jadikan pekerjaan sebagai taman firdaus maka kita akan tenang dan efisien dalam bekerja. Jangan bertanya dimana itu terjadi sebab penulispun tak mencatatnya dalam CV. hehe
Kedua peristiwa 10 tahun silam ini setidaknya mengajarkan kepada setiap kita agar cakap mendidik anak-anak kita dengan penuh kasih sayang. Ada luka dalam hatinya sehingga mengundang kepahitan ketika dewasa, akibatnya ingin melukai siapapun penentang segala keinginannya.
Sang Pencipta mempertemukan orang-orang seperti ini supaya kita belajar serta sebagai pengingat hidup ini. Bersyukurlah apabila kita berjumpa dengan orang-orang yang rendah hati dan lembut hatinya. Jiwa yang diselimuti kasih-sayang akan membuahkan kehangatan dan kebahagiaan.
Saevis tranquillus in udis, tenanglah dalam gelombang yang dasyat.