Mohon tunggu...
Lis Sugiantoro
Lis Sugiantoro Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

...seperti rakyat biasa pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anak ku, Peniru Ulung

19 Maret 2012   00:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:50 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Priit priit priit.. anak saya yang 14 bulan itu berhasil menirukan juru parkir dengan gaya melambai  meski masih terlihat terbata-bata. Awalnya kita tidak begitu paham apa maksud dia melambai lambai sambil jalan mundur, kita baru sadar minggu lalu saat memarkir kendaraan, dia dengan  konsentrasi tinggi memperhatikan juru parkir sambil komat kamit & melambai pelan.

Entah mulai kapan dia memperhatikan sampai bisa meniru dengan detail gaya juru parkir, bisa di bilang saya dan istri atau salah satu dari kami tidak pernah melepas nya sendiri lebih dari radius 10 m atau lebih dari ½ jam, apalagi kalau diluar rumah. Tapi yang tidak bisa kita ikuti adalah pandangan dia, dia bisa melihat kemanapun, mendengar apapun  dan meniru kapanpun, Lihat saja berapa hari saya dan istri di buat bingung oleh tingkahnya.

Bicara tentang meniru. kita tentunya masih ingat dengan bocah asal malang, di usianya yang masih 4 tahun dia sudah jadi perokok aktif yang menghabiskan 4 batang rokok/hari, saking aktifnya sampai dia lihai merokok dengan mengeluarkan asap rokok bentuk cincin, di ceritakan juga bahwa bocah ini  juga fasih melafal umpatan kotor diantaranya termasuk menyebut alat kelamin perempuan dan laki-laki, sementara sejumlah orang dewasa di sekitar yang melihatnya tertawa terbahak-bahak seakan terhibur dengan kelakuannya. Hal serupa juga terjadi di Musi Banyuasin Sumatra Selatan, ini lebih parah  lagi, balita umur 2 tahun sudah bisa menghabiskan 40 batang rokok perharinya

Penyebabnya hampir sama, menurut pengakuan orangtua bocah ahli hisab tersebut, saat umur 1,5 s.d 2 tahun sudah biasa lihat bapaknya merokok, awal nya hanya melihat, lalu meminta rokok dan MENIRU, mungkin karena ketagihan, setiap kali pasokan rokok berhenti kedua bocah tersebut marah, menjerit bahkan membenturkan kepala ke tembok.

Satu lagi kasus yang menimpa siswa SD di Cinere yang ditemukan nyaris tewas di got dengan delapan tusukan di badannya, pelaku adalah teman sekelas nya dan ketika ditanya penyebabnya pelaku melakukan nya karena MENIRU adegan kekerasan di TV.

Belum lagi kita bicara perkosaan, pencurian yang dilakukan anak dibawah umur, jawaban dari sebab dia melakukan itu hampir sama, MENIRU.

Lalu apakah meniru selalu berkonotasi negatif ?  tidak juga. di Al Jazair Abdurrahman Farih di kenal sebagai anak istimewa, ayahnya menceritakan Abdurrahman baru bisa berbicara ketika umur 2 tahun dan kata-kata yang keluar dari mulutnya yaitu bacaan surat Al Kahfi, Ibu Abdurrahman menurut ayahnya ternyata rajin membaca surat Al Kahfi ketika Abdurrahman masih dalam kandungan dan setelah lahir orangtuanya sering melihatkan Al Affasy Channel (saluran TV yang menyiarkan bacaan Al Quran), saat ini usia Abdurrahman berusia 3 tahun dan bisa menghafal Al Quran dan tanpa salah dalam bacaannya.

Kasus Abdurrahman seakan menyiratkan bahwa MENIRU tidak hanya terjadi saat setelah lahir, sebelum lahir ternyata janin bisa mendengar dan meniru.

Ada beberapa anak yang juga pintar bermain piano, biola, jago komputer juga karena MENIRU.

Meniru adalah hal lumrah, wajar dan alami manusia, tapi untuk anak 15an bulan yang belum tahu definisi baik dan buruk perilaku, maka kehadiran kita diperlukan. Dalam bentuk apa? Apa kita hanya bilang ”jangan!” sampe 100x  ke anak kita ketika dia niru jurus dewa mabok nya jet li? Atau kita bilang”eh jangan, itu tidak baik??” sampe berbusa ketika anak kita mukulin kepala bapak nya pake panci karena niru sule?, sepertinya mereka lebih menikmati jurus dewa mabok dan melihat bapaknya jerit kesakitan di pentung daripada  kata ”jangan” dan ”tidak”

Sharing pengalaman saja, fakhrur.., kalo di larang jalan, dia malah lari. Kalo tidak boleh manjat, dia sudah di lantai 5, ini penting buat bapak – ibu yang anaknya masih rambatan, Rule of thuumb nya : jangan dilarang.

Lalu diapain?, sharing pengalaman lagi , Fakrur kalo mulai teriak-teriak niru temen sebayanya, saya ga nyumpel mulut dia, cukup di setelin lagu anak / di bukain buku dongeng. Dia kegirangan lihat iklan susu real good yang di pantai itu, saya matiin TV. Tidak melarang, tapi mengalihkan.

Ada sebagian orang yang pernah saya denger bilang ”Emang kalo di biarin aja kenapa ?! biar dia cari2 sendiri, belajar intepretasi sendiri dan mengambil hikmah sendiri” ya silahkan saja, itu hak...tapi bagaimana jadinya kalo si anak ingin mengambil hikmah dari tidur di rel kereta sharian.

Akhirnya kita di hadapkan pilihan pada akan kita jadikan apa anak kita, apakah dengan  pola religius, pola seniman, pola ilmuwan, pola olahragawan, pola penyair, pola politikus, pola pemberani ala jhon key atau pola autopilot-mengalir apa adanya??, itu semua dimulai dengan apakah kita peduli terhadap apa yang dilihat, di dengar dan di rasa di usia-usia suburnya. Peduli atau tidak, product nya adalah seperti beberapa contoh kasus diatas.

Yang jelas saat ini, juru parkir telah mencuri hati anak saya..., sebenernya tidak mengapa, daripada di curi hati oleh kawanan gayus & nazar yang kaya raya itu.

Sementara itu, fakhrur di tengah tidurnya, bibirnya masih komat kamit dan bermimpi bertemu juru parkir.

“Selamat tidur nak, besok kita beli sempritan ya”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun