Panggung politik selalu saja menyuguhkan hal-hal baru yang tak terduga dalam helatan pesta demokrasi. Dari boneka yang dijadikan mainan hingga polemik mini ala banci yang miskin tanggung jawab. Dimana kekuasaan seolah-olah butakan mata, dan kemunafikan merajalela. Lalu apa maksud dari semuanya?
Kita sedang membicarakan topik terhangat disalah satu kampus terkemuka di Kota Malang, lebih tepatnya adalah Universitas Negeri Malang (UM).
Ada apa dengan kampus UM? Isu terhangat menyuguhkan berita yang selayaknya tak patut dipublikasikan oleh mahasiswanya sendiri. Adu gengsi menuju pucuk pimpinan UM satu dan beberapa kursi di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), menimbulkan polemik yang tak kunjung surut. Dari proses pelantikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan hingga hari-hari pendaftaran calon, seolah-olah pesta demokrasi hanya milik segelintir orang/mahasiswa. Lebih tepatnya lagi milik segelintir mahasiswa-mahasiwa yang tergabung dalam beberapa Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK).
Sangat miris sekali, ketika pesta demokrasi terbesar di kampus tidak melibatkan seluruh elemen mahasiswa dan hanya menjadi tunggangan beberapa kepentingan tertentu. Nyatanya kejadian ini justru tak berujung. Kabar terakhir menyebutkan bahwa Pimpinan KPU mengundurkan diri dari jabatannya. Usut punya usut hal tersebut terjadi akibat desakan-desakan dari berbagai pihak dan ketidaknyamanan dengan konflik yang ada di KPU. Dan sebelum itu, kerap kali berita-berita tak bermutu menghiasi warta online (Kompasiana) yang digunakan menjadi alat lempar batu sembunyi tangan. Karena tak satupun dari penulis yang berani menuliskan nama asli nya, dan terkesan menghindar dari tanggung jawab.
Beralih ke mahasiswa sipil, mereka yang tidak tahu menahu dan terkesan acuh tak acuh terhadap kejadian diatas mengambil peran aman dengan tetap melakukan aktivitas kuliah seperti biasa. Survei membuktikan bahwa kebanyakan dari mereka tidak peduli dengan PEMIRA, karena mereka sadar betul bahwa itu adalah ajang tahunan yang jadi rebutan oleh segelintir orang. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan pemimpin hari ini bukanlah pemimpin yang pantas berada ditempatnya sebab rakyatnya acuh tak acuh. Mengutip salah satu perkataan Gus Mus “Agak mengkhawatirkan bila rakyat sudah acuh tak acuh terhadap 'wakil-wakil mereka' yang acuh tak acuh terhadap mereka.”
Lalu, apa kabar Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) UM? Menilik dari lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul “Merah”, dan mengambil bagian yang berjudul “Ilmu Politik”.
Dan kita arak mereka
Bandit jadi panglima
Politik terlalu amis
Dan kita teramat necis
Lalu angkat mereka
Sampah jadi pemuka
Politik terlalu najis
Dan kita teramat klinis
Dan kita dorong mereka
Badut jadi kepala
Politik terlalu kaotis
Dan kita teramat praktis
Lalu dukung mereka
Cendikia jadi pertapa
Politik terlalu iblis
Dan kita teramat praktis
Aku akan menjadi karang
Di lautan mereka
Aku akan menjadi kanker
Dalam tubuh mereka
Dari lagu diatas mari kita telaah lagi, apakah salah satu dari kita memang layak menjadi seorang pemimpin, layakkah kita berada dipucuk pimpinan? Atau kita hanya menjadi boneka mainan bahkan korban dari pesta demokrasi. Dan pantaskah kita acuh tak acuh, bersikap tidak peduli dan seolah kejadian seperti ini hanya lalu lalang biasa. Mari berpikir kritis dan bersikap, Wallahu A’lam Bishawab.
Penulis adalah Mahasiswa Aktif UM Jurusan Manajemen angkatan 2014
Muhammad Faris Alfafan Khalilan
(Barang siapa yang ingin berdialog dengan saya atas tulisan diatas, silahkan hubungi di nomor 085746991931)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H