Mohon tunggu...
Cecylia Rura Patulak
Cecylia Rura Patulak Mohon Tunggu... -

An amateur writer, literally in love with writing and capturing moments that won't be forgotten but have never been addicted read academic journal. Enjoy mine and let's brain storming together! My other half writing on https://cecxc.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Marendeng Marampa' Jo Toraya

11 Februari 2016   19:35 Diperbarui: 14 Februari 2016   14:27 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tedong | Sumber: pribadi"][/caption]"Marendeng marampa' kadadianku
Dio padang digente' Toraya Lebukan Sulawesi
Mellombok membuntu mentanetena
Nakabu' uma sia pa'lak na sakkai Salu Sa'dan
Kami Sang Torayan
Umba umba padang ki olai
Maparri' masussa ki rampoi
Tang ki pomabanda penaa
Ya mo passanan tengko ki
Umpasundun rongko'ki"

Cuplikan lagu "Marendeng Marampa" di atas sudah membudaya untuk dinyanyikan saat saya berkumpul bersama saudara-saudari se-perantauan dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Alunan lagu beserta liriknya membuat kami rindu untuk kembali berkunjung ke tanah nenek moyang yang subur itu.

Singkat cerita, suku Toraja bermukim di kawasan pegunungan Sulawesi Selatan. Bahasa yang digunakan masih tergolong rumpun austronesia yang konon katanya dibawa oleh imigran asal Taiwan. Maka tidak heran jika bahasa Toraja terdengar begitu berbeda dengan bahasa-bahasa suku lain di Indonesia.

Mendengar nama Toraja tentu tidak sedikit wisatawan yang penasaran akan keindahan dan budayanya yang khas. Kali ini, saya akan berbagi beberapa ritual adat yang masih umum dilakukan oleh masyarakat Toraja beserta destinasi wisata alam yang tidak kalah menarik untuk dibahas.

Rambu Solo'

Ritual ini biasanya akan diadakan saat salah satu masyarakat Toraja berpulang ke rumah Bapa atau tutup usia. Namun, tidak semua masyarakat melakukan ritual Rambu Solo'. Hal ini dikarenakan upacara kematian tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam upacara ini, keluarga maupun kerabat dekat sangat diharapkan untuk menyumbangkan hewan sembelihan berupa babi atau kerbau (baca: tedong). Yang menarik, harga yang harus dibayarkan untuk membeli seekor tedong tidaklah sedikit.

Bisa sampai bekisar Rp 1 juta - Rp 100 juta. Fantastis bukan? Lain lagi dengan harga tedong bonga, tedong cantik dan bersih yang memiliki tanduk lebih panjang, harganya bisa mencapai lebih dari Rp 100 juta. Ciri-ciri dari tedong bonga dapat dikenali dari corak warna kulit, matanya yang bersih, dan tanduk yang panjang.

[caption caption="Rambu Solo' | Sumber: gocelebes.com"]

[/caption]

[caption caption="Rambu Solo' | Sumber: antarafoto.com"]

[/caption]

[caption caption="Rambu Solo' | Sumber: wego.co.id"]

[/caption]

Rambu Tuka

Berbeda dengan Rambu Solo', ritual Rambu Tuka dilakukan saat masyarakat Toraja berkumpul dalam suasana gembira. Misalnya saat upacara pernikahan, perkumpulan ikatan keluarga Toraja di tanah perantauan, dan peresmian rumah atau tongkonan baik yang baru dibangun maupun yang sudah selesai direnovasi. Untuk memeriahkan acara ini, tarian Pa gellu' yang dibawakan oleh gadis-gadis Toraja juga diturunkan bersama dengan para Pa'gandang (baca: pemukul gendang yang mengiringi tarian) lengkap dengan busana khas yang berhiaskan kandaure. Ketika tarian Pa gellu' dimulai, semua masyarakat Toraja akan meneriakkan Aihi! sebagai ungkapan kegembiraan.

[caption caption="Tarian Pa gellu' | Sumber: indonesiakaya.com"]

[/caption]

Ma' Nene

Dari semua ritual yang ada di Toraja, Ma' Nene sempat menggemparkan masyarakat Indonesia karena dianggap kurang lazim. Mitos yang menyebutkan mayat berjalan hingga kini masih simpang siur kebenarannya, namun ritual Ma' Nene itu sendiri sebenarnya bukan mayat hidup yang berjalan. Upacara ini biasanya dilakukan setiap 2 tahun sekali setelah tutup usia. Tubuh mendiang yang telah tutup usia sengaja disimpan dan diawetkan bersama peti mati di dalam rumah karena dianggap masih ada.

Untuk itu, anggota kelaurga masih menyiapkan makanan dan rokok yang diletakkan di dekat peti mati. Anggota keluarga akan mengajaknya berjalan-jalan bersama seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kini, ritual tersebut sudah jarang terlihat dan hanya dilakukan oleh masyarakat Toraja yang masih kental dengan nilai-nilai adat.

[caption caption="Ma' Nene | Sumber: nydailynews.com"]

[/caption]Dalam upacara Rambu Solo' dan Rambu Tuka, keduanya masih memiliki kasta sosial tersendiri sehingga ada beberapa ritual yang membedakan masing-masing Rambu bagi kaum ningrat dan kaum masyarakat umum yang melakukan ritual. Rambu Solo' diartikan sebagai upacara yang mengiringi terbenamnya matahari, sementara Rambu Tuka sebagai pengiring matahari yang akan terbit.

Selain upacara Rambu Solo', pihak keluarga umumnya akan menyediakan rumah khusus yang nantinya diisi oleh peti mati mendiang sekeluarga atau disebut dengan Patane. Hal ini biasanya sudah diamanatkan sebelum tutup usia. Oleh karena itu, upacara adat kematian Toraja membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Jika dilihat dari kasta sosial, masyarakat Toraja yang menggunakan Patane sebagai tempat peristirahatan terakhir digolongkan sebagai masyarakat menengah. Sementara masyarakat dengan kasta terendah dikubur dalam liang tanah pada umumnya. Bagaimana dengan kasta yang tertinggi atau disebut sebagai kaum ningrat di Tana Toraja?

Nah, kasta ini biasanya akan menggunakan bukit-bukit yang ada di pegunungan Tana Toraja untuk dibuatkan sebuah ruang khusus berdasarkan pesanan. Salah satu makam Toraja yang masih terkenal hingga saat ini adalah Goa Londa, yang kini menjadi salah satu destinasi wisata bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Kasta ini sebenarnya digolongkan berdasarkan kemampuan ekonomi dan finansial masyarakat. Sebenarnya agak menyimpang jika dilihat berdasarkan nilai keharmonisan dan kesetaraan penduduk. Namun, inilah fenomena budaya yang terjadi di tengah masyarakat Toraja.

Tidak hanya ritual budayanya yang menarik, Toraja juga memiliki destinasi wisata yang sayang jika dilewatkan. Beberapa diantaranya yaitu:

[caption caption="Goa Londa : Dok: Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Goa Londa : Dok: Pribadi"]

[/caption]

Seperti yang disebutkan di paragraf sebelumnya, Goa Londa merupakan makam adat khas Toraja yang berbentuk Goa. Di sini, wisatawan cukup membayar uang parkir dan uang sewa lampion untuk menyusuri goa. Lokasi wisata ini terbilang cukup menegangkan karena beberapa properti tengkorak dan peti mati di dalamnya benar-benar asli lengkap dengan aroma khas kayu peti mati.

Semakin dalam ditelusuri, hawa panas di dalam goa semakin terasa, pijakan kaki juga semakin licin. Lokasi Goa Londa terletak di area perbatasan Makale dan Rantepao.

[caption caption="Ke'te Kesu : Dok: Pribadi"]

[/caption]

Di sini, suasana pedesaaan begitu terasa karena wisatawan akan disuguhkan dengan pemandangan yang eksotis dari rumah-rumah tongkonan yang berjejer rapih menghadap padang sawah hijau membentang. Beberapa tedong terlihat duduk manis sambil mengebas-ngebaskan ekornya, ada juga yang dipekerjakan untuk bekerja di sawah. Di Ke'te Kesu, wisatawan akan disuguhkan pemandangan menarik dari rumah-rumah Patane dengan bentuk yang beragam lengkap dengan miniatur sang mendiang yang terbuat dari kayu, dan diletakkan tepat di depan Patane.

[caption caption="Kolam Tilanga : Dok: Pribadi"]

[/caption]

Wisata yang satu ini belum terlalu ramai dikunjungi karena lokasinya yang sangat jauh dan harus melalui jalur menanjak yang cukup curam dan terasa licin saat musim hujan. Kolam ini dikenal dengan ikan Massapi-nya yang dianggap sebagai dewa pembawa keberuntungan bagi yang melihatnya melintas di dalam kolam. Wujud ikan Massapi ini sekilas seperti belut raksasa dengan corak warna hitam putih yang belang. Selain itu, berenang di kolam yang biru dan sejuk ini sejenak dapat melepaskan penat dari aktivitas sehari-hari. 

Serasa berenang di tengah pedalaman hutan yang sejuk! Menjadi poin lebih ketika dapat bertemu dengan beberapa anak-anak yang juga suka melihat wisatawan yang berkunjung. Anak-anak di sekitar kolam Tilanga' akan menunjukkan aksinya melompat dan berenang di kolam Tilanga'. Istilahnya, mereka disebut kapujiang karena terlalu banyak tingkah di depan orang banyak.

Selain beberapa ritual adat dan destinasi wisata di atas, masih banyak wisata alam yang belum terjamah dan sulit untuk dijangkau di Tana Toraja, dengan keindahan yang mampu melepaskan rasa lelah dari rutinitas sehari-hari. Yuk, berlibur di Tana Toraja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun