Negara Indonesia memiliki banyak warisan budaya yang dapat kita lihat, salah satunya adalah kain. Setiap kain yang berasal dari daerah tertentu pasti memiliki ciri khasnya tersendiri termasuk Kain Kebat. Kain Kebat merupakan kain tenun yang dibuat langsung oleh Suku Dayak yang biasanya juga dikenal sebagai tenun ikat. Kain Kebat dapat dimanfaatkan untuk membuat pakaian bagi laki-laki maupun perempuan. Selain itu, Kain Kebat ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dompet, tas, sepatu, maupun penghias interior rumah. Kabarnya, Kain Kebat ini merupakan salah satu pakaian mewah yang biasa digunakan pada upacara-upacara kebesaran.
Kain Kebat ini biasanya dibuat oleh perempuan-perempuan Suku Dayak. Pengetahuan dalam membuat kain ini diwariskan secara turun temurun melalui bahasa lisan. Bahkan, Masyarakat Dayak percaya bahwa keahlian perempuan Suku Dayak dalam membuat kain ini dibantu oleh dewa-dewi ataupun diajarkan oleh roh melalui mimpi. Uniknya lagi, proses mendesain pola atau motif pada Kain Kebat tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Proses mendesain pola biasanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu melalui mimpi. Apabila ada penenun yang mendesain pola tanpa petunjuk dari mimpi, maka ia akan terkena penyakit.
Ditinjau dari segi rupa, pola-pola yang digunakan dalam membuat Kain Kebat ini adalah pola yang sifatnya asimetris, pola-pola tanaman (bunga), hewan (naga), maupun manusia. Warna dasar yang digunakan untuk membuat Kain Kebat adalah warna coklat. Untuk pembuatan pola atau motifnya, penenun biasanya akan banyak menggunakan warna putih. Penenun biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 bulan sampai dengan 3 bulan untuk menyelesaikan tenun Kebat ini tergantung dengan motif yang dibuat. Hampir setiap motif yang dibuat pada Kain Kebat memiliki kisah yang penuh makna, seperti kisah kehidupan masyarakat Suku Dayak. Harga dari Kain Kebat juga biasanya ditentukan dari kualitas kain serta kesulitan dari motif yang dikerjakan oleh penenun tersebut.
Proses menenun Kain Kebat juga tidak dapat dilakukan secara sembarang karena memiliki aturan-aturan yang perlu dipatuhi. Proses menenun Kain Kebat terkait erat dengan level spiritual pada bentuk motif yang akan dibuat. Biasanya, anak-anak yang masih muda hanya diperbolehkan untuk membuat pola dengan tema bunga atau keindahan alam lainnya. Ibu-ibu yang berusia 30 tahun hingga 50 tahun barulah boleh membuat pola dengan tema hewan maupun manusia.
Teknik yang digunakan untuk membuat Kain Kebat adalah teknik ikat, salah satu teknik menenun dimana benang-benangnya sudah diikat terlebih dahulu kemudian dicelupkan ke dalam bahan pewarna. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh seorang penenun dalam membuat kain ini yaitu pemanenan kapas, pemisahan biji kapas, pemintalan benang, pembuatan motif, pemberian warna, mengikat motif, serta proses menenun.
Saat ini, proses menenun Kain Kebat khususnya di Desa Malenggang tidak banyak lagi dilakukan karena hanya ada satu sampai dengan dua ibu yang bisa menenun kain ini (Giring, 2022). Selain itu, terdapat beberapa faktor-faktor lain yang menyebabkan proses menenun menjadi terhambat. Faktor yang pertama adalah kurangnya narasumber yang bisa mengajarkan teknik menenun Kain Kebat ini pada anak muda . Faktor yang kedua adalah sangat sedikit warga yang masih bisa membuat alat / perlengkapan menenun. Yang ketiga adalah bahan alam yang digunakan (kayu belian atau ulin) juga sudah langka ditemukan karena lahan hutan yang banyak dialihfungsikan sebagai areal perkebunan kelapa sawit. Yang terakhir adalah kurangnya kesadaran anak muda untuk melestarikan Kain Kebat ini.
Sebagai generasi muda Indonesia, kita harus melestarikan berbagai Budaya Indonesia yang masih ada saat ini termasuk Kain Kebat. Apakah kalian adalah satu satu generasi muda yang ingin belajar menenun Kain Kebat ini ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H