Penderita agoraphobia adalah orang yang takut terhadap keramaian dan tempat-tempat umum...
Veronica Laurensia. Begitulah nama panjangnya. Sering dipanggil Vero, ya itu nama pendeknya. Tipikal yang cukup asyik untuk diajak berteman, tapi ternyata memiliki satu penyakit aneh. Dia sendiri sadar bahwa penyakit itu memang bawaan sejak kecil, namun benar-benar paham dan mengerti ketika berumur tepat 20 tahun saat tak sengaja membuka situs yang menjelaskan tentang penyakit anehnya itu. Penyakit mematikan sih nggak, tapi perlahan-lahan dapat membunuh batinnya sendiri. Cukup susah sepertinya menghadapi penyakit itu. Penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan kayaknya sama sensitifnya dengan penyakit berbahaya lainnya, yah seperti jantung, gagal ginjal dan sebagainya. Apa aku berlebihan? Yang tahu dan paham penyakit ini pasti akan mengerti.
"Vero, senyum dong. Kamu bawaannya kaya murung terus." , temannya menegur suatu kali saat Vero ketahuan melamun di pinggir teras kampus.
Sedikit melirik kepada arah suara itu, Vero membuka mulut. "Gak kok. Memang mukaku kaya begini." , jawab Vero seadanya dengan senyum tipis.
Yee. Itu sih kamu aja ngasal. Pernah kok aku liat kamu senyum. Tapi emang jarang sih. Lagian kamu memang sukanya sendirian. Waktu pendaftaran masuk kuliah dulu aja kamu apa-apa serba sendirian. Susah ya kamu ini orangnya~" , temannya mulai memancing Vero untuk banyak berbicara.
"Kamu sewot aja. Ya biarlah itu kan aku. Terserah aku dong. Aku lagi males banyak ngomong. Pergi sana" ,jawab Vero dengan nada bicara setengah kesal dan agak ditinggikan. Oke cukup menurut Vero untuk menghadapi temannya yang sedikit kepo tentang dirinya itu.
Temannya pun pergi dengan senyum yang Vero tau itu dipaksakan. Vero tak sedikit pun menatap mata temannya sedari tadi. Pandangannya hanya ke depan. Entah apa juga yang dilihat. Hanya saja memang dia bisa menyadari setiap gerak-gerik disekitarnya tanpa harus menatap matanya. Rasanya menakutkan dan tak punya keberanian untuk menatap mata siapa saja yang ada didekatnya.
Vero...Vero... Dia memang merasa dunianya sendiri adalah yang terbaik. Dia punya safing placenya sendiri. Tempat itu adalah kamarnya. Segala sesuatu dia lakukan dikamarnya tanpa ada yang melihat dan memperhatikan. Vero takut bila diperhatikan banyak orang dan menjadi mencolok itu adalah hal yang dia benci. Karena itulah kamarnya sendiri adalah bumi teraman dan diluar sana adalah hamparan luar angkasa yang bisa saja membuat dia tersesat bila dia tidak hati-hati. Hmm, bisa dibilang dia sebenarnya takut untuk keluar dari kamarnya. Tapi, apa boleh dikata dia sekarang anak kuliahan. Dari dulu pun ada masa sekolahan. Ada masa jalan-jalan sama teman. Tapi Vero bersyukur masa-masa "wajib" itu membantu dia mengenal dunia. Mengenal orang-orang lain disekitarnya. Hanya saja memang dia punya batas tersendiri. Pokoknya dimanapun dia berada dia merasa tidak akan aman. Selalu ada rasa takut. Termasuk takut kecewa dan sakit hati. Bertemu manusia lainnya sudah pasti akan menimbulkan kekecewaan. Vero paham sekali soal itu. Untungnya Vero cukup kuat untuk mengatasi itu. Sudah beberapa kali Vero mengalaminya, sudah beberapa kali pula dia berkeras tak ingin keluar dari safing placenya namun berkali-kali pula dia harus bangkit dari semuanya itu untuk menunjukkan bahwa dia tidak selemah itu. Dia kuat dan hebat, percayalah..!
"Ver, kamu masih marah? Kita-kita gak enak sama kamu. Kamu kok jadi sedikit berubah disini", tiba-tiba ada beberapa orang yang dia kenal datang menghampirinya di pinggiran teras kampus. Lagi-lagi Vero melamun sendiri disitu. Ya, orang-orang itu sangat Vero kenal. Selama ini orang-orang itu cukup membuat Vero nyaman. Vero percaya dengan orang-orang itu sebelum Vero merasa kecewa. Hmm, Vero yang malang selalu bergumul dengan kekecewaan. Apalagi dia punya penyakit aneh itu.
"Vero, ayo asyik gabung sama kita lagi. Masa sendirian aja" , kata satu orang dan membuat Vero tersenyum tipis. Jujur saja itu terpaksa.
"Aku lagi nunggu teman yang lain mau kerjakan tugas kelompok. Kalian duluan aja", jawab Vero seadanya. Vero berbohong. Bohong dalam rangka menyelamatkan dirinya. Tuhan pasti mengerti.
"Oh begitu ya ver. Ya udah, kita tunggu ya. Besok kah atau kapan. Rencananya besok kita ada jalan bareng. Kumpul tempat biasa. Ok" , ucapan terakhir teman-temannya yang sedari tadi Vero tungu-tunggu. Vero merasa risih dikelilingi seperti buronan begitu. Sepertinya muncul kebencian terhadap mereka dalam diri Vero. Menurutnya, mereka tidak memahami seperti apa Vero yang sebenarnya. Dan mereka tidak tahu soal penyakit aneh yang Vero miliki. Wajar saja mereka kurang memahami Vero. Begitulah manusia Vero.... Memang yang paling mengerti dirimu ya dirimu sendiri.
Vero kembali termenung. Dia memikirkan orang -orang tadi. Mereka mengecewakan Vero sebelumnya. Mereka sepertinya sadar akan kesalahan itu dan Vero mendapat permintaan maaf. Jujur saja, Vero orangnya sangat perasa. Penyakitnya membuatnya terlalu menyayangi safing placenya. Oh iya, orang-orang tadi adalah tempat teraman kedua yang Vero punyai. Tapi itu sebelum Vero dikecewakan loh ya. Sekarang tempat itu sudah masuk daftar "black list" dalam diri Vero. Baginya, tempat dan orang-orang itu sudah masuk kategori ancaman bagi Vero. Bukan menjadi kepercayaan lagi seperti sebelumnya. Mereka orang baik, Vero tahu itu. Tapi mereka bukan orang yang bisa mengerti Vero. Itulah manusia, pasti akan mengecewakan. Papa mamanya juga bisa menyakiti Vero. Semua manusia seperti itu, pikir Vero dalam hati.
Lagian Vero merasa dia memang terlalu suka mempedulikan suatu hal ketika dia yakin percaya pada orang-orang atau seseorang. Vero terlalu baik, jujur saja dia bisa mengutamakan kepentingan orang lain atau suatu hal ketimbang kepentingannya sendiri. Itu dia dapatkan ketika Vero mulai mengenal dunia. Vero belajar bahwa hatinya dapat berubah putih tapi seketika bisa berubah menjadi hitam. Vero juga terlalu sering menangis, terlebih di kamarnya. Aman sekali menurutnya, apalagi untuk hal menangis.
Vero... apa yang harus dilakukan padanya? Penyakitnya membuatnya menjadi orang yang aneh. Hanya sedikit yang bisa dekat dengannya dan dia percayai. Hanya saja dia mudah kecewa. Dia suka berjuang hanya saja sekali lagi jiwanya tak kuat bila semakin dan terus dikecewakan. Apa dia harus selalu sendirian dan harus selalu takut bertemu orang terlebih orang baru dikenal? Apa obatnya untuk penyakitnya ini? Ayo bantu Vero menemukan obatnya. Siapa pun itu, bantu dia menemukan kebahagiaannya. Bantu dia mengenal dunia dengan tanpa menyakitinya. Dia butuh senyumannya kembali. Percayalah, Vero bukan orang aneh. Dia hanyalah manusia yang memiliki penyakit aneh dan itu menyiksanya dari dulu.
This is me,
CECIL^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H