Mohon tunggu...
Cecilia
Cecilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Life is what happens to you while you scroll through Kompasiana :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kompotensi Diri Menghadapi Tantangan Pembangunan dengan Pendekatan Kemitraan Multi Pihak (Sebuah Refleksi Pengalaman Pribadi)

4 Oktober 2023   22:57 Diperbarui: 4 Oktober 2023   23:10 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang muda, saya memiliki cita-cita mengikuti ilmu komunikasi yang saya ambil UAJ Yogyakarta sebagai kekuatan intelektual dan learning path saya ke depan.

Dalam pengalaman saya 2 pekerjaan setelah selesaikan study saya di UAJY beberapa tahun lalu, saya merasakan betapa ilmu komunikasi secara teoritis membantu saya dalam 2 penugasan saya sebagai petugas lapangan (field officer) yang terkoneksi secara langsung dengan masyarakat sebagai klien saya. Berikut, saya ingin menjelaskan 2 pekerjaan yang relative mirip , namun secara kultural dan perilaku yang  (dari sudut pandang klien berbeda). Sedangkan pengalaman saya yang lain agak berbeda.

 FIELD OFFICER pada Program Technical Support for the Implementation of Mass Drugs Administration with Triple Drugs Ivermectin, Diethylcarbamazine, and Albendazole (IDA) in Sumba Barat Daya District, East Nusa Tenggara - 2020.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Program ini merupakan sebuah survei terhadap efektitivitas  pemberian Triple Dugs secara masal selama kurang lebih 5 putaran pengobatan dalam 5 tahun (2017-2021) di daerah Endemic Lymphatic Filariasis (penyakit kaki gajah) Kabupaten Sumba Barat Daya.  

Survei ini didanai oleh WHO bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur,  dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya, serta LSM Wijaya Kusuma sebagai implementor proyeknya. Ini merupakan pengalaman pertama saya bekerja dengan target waktu ketat, sasarannya adalah masyarakat desa dalam budaya dan latar belakang pendidikan yang berbeda.

Pengumpulan Data Sunting di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur

Sebagaimana diketahui isu stunting merupakan isu nasional yang kini menjadi program priositas nasional dan regional (provinsi dan kabupaten/kota) di Indonesia. Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia. Program ini menjadi program semua kabupaten/kota se- Nusa Tenggara Timur. Keterlibatkan berbagai aktor pemerintah, aktor non pemerintah (donor, LSM, PT/Akademisi) yang mengentas stunting sangat massive.

Saya terlibat dalam sebuah survei terhadap keluarga-keluarga dengan anak stunting di sejumlah kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara. Survei dilakukan dengan menggunakan questionnaire pertanyaan tertutup dan terbuka. Menghadapi masyarakat dengan pendidikan rendah, membuat saya harus menyederhanakan pertanyaan-pertanyaan standar survei. Meskipun klien kami bependidikan rendah, namun secara komunikatif mereka dapat berbahasa Indonesia dengan cukup fasih.

Hal-hal yang saya temukan dalam pengalaman di pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

Pembekalan oleh pimpinan dan tim konsultan Lembaga sebelum ke lapangan terkait hal teknis maupun non teknis -- berkaitan dengan gambaran umum tentang budaya/tradisi, adat istiadat, cara hidup dan local wisdom atau kearifan local masyarakat Sumba Barat Daya.

Cara menempatkan diri dan berkomunikasi dalam konteks pekerjaan dengan pendekatan kekeluargaan. Komunikasi dengan Bahasa yang tidak kaku semuanya direspon dengan baik. Bahkan kita sambut seperti keluarga yang baru datang. Pulang dibekali dengan makanan buah tangan dari masyarakat desa.

Tokoh kunci untuk lakukan pendekatan atau approach dalam implementasi di lapangan agar dapat hasil yang baik.

Kita perlu identifikasi tokoh kunci (Kepala Puskesmas, Camat, Kepala Desa/Lurah) dan melakukan komunikasi lebih awal.

Follow up paskah survei -- buat rekapitulasi hasil survei dan laporan harian dll- secepatnya dilakukan. Tidak menunda agar tidak menumpuk.

Tantangan berdasarkan 2 pengalaman di atas:

1. Tidak semua stakeholder mau bekerja sama dan memberikan informasi langsung. Butuh komunikasi intensif untuk memastikan dan membangun kepercayaan.

2. Aktor non pemerintah lebih cendrung mengutamakan transparansi dan bisa mentoleransi hal-hal berkaitan dengan administrasi, dll. Sementara Aktor Pemerintah membutuhkan aspek-aspek administari dalam membuka data dan informasi.

3. Praktek-praktek dalam masyarakat yang berseberangan dengan prinsip-prinsip Kesehatan masyarakat tidak mudah dikomunikaskan jika pendekatannya sectoral. Karena itu, pendekatan multi pihak lebih efektif. Namun membangunkan kemitraan yang kuat membutuhkan leadership yang kuat pula

4. Diperlukan kemitraan yang kuat karena masalah Kesehatan adalah masalah lintas program dan sektor. Kemitraan antar aktor/Lembaga sangat dibutuhkan untuk melihat masalah Kesehatan dari hulu ke hilir.

   Pembelajaran yang didapatkan dari penugasan ini adalah bahwa masalah kesehatan Kesehatan masyarakat (Public Health) adalah masalah kompleks yang memutuhkan kemitraan yang luas. Kemitraan yang membutuhkan komunikasi intensif untuk meruntuhkan tembok dan menurunkan ego dari setiap individu. Dengan harapan agar semua sektor dapat menjalankan program tesebut dengan sukses dan lancar.. 

Antara menjalan tugas pokok sebagai rutinitas dan inisiatif kita serta inovasi untuk sebuah perubahan menjadi tantangan dalam aktor pemerintah untuk membuat perubahan.  Mungkin sulit, tapi  bukan tidak bisa.  

Mungkin seperti apak di katakan dalam teori Competing commitment bahwa "resistance to change does not reflect an opposition, nor it is merely a result of inertia..... it is what looked like resistance but is in fact is is a kind of personal immunity to change" (Keagen and Laley, h.85) (resistensi terhadap perubahan tidak menggambarkan perlawanan, juga bukan karena tidak ada yang mendorong, namun sesungguhnya semacam resistansi pribadi untuk berubah). Menurut hemat saya, Leadership yang sangat dibutuhkan untuk meruntuhkan sekat-sekat ego pribadi bahkan program dan sektor.   

 

Praktek-praktek dalam masyarakat yang merugikan mereka sendiri masih berlangsung sampai hari ini. Misalnya, ibu menyusui tidak boleh makan ikan (nanti ASInya bau amis dan bayi tidak mau menyusui), budaya panggang api pada masa post-partum (menyebabkan ISPA pada anak, yang sudah tentu mengganggu pertumbuhan bayi. Atau budaya tidur tanpa kelambu, yang menyebabkan orang di Sumba Barat Daya tergigit nyamuk filasiasis.  Kepercayaan masyarakat terhadap kaki gajah sebagai akibat black magic, dll. 

Masalah kesehatan masyarakat berada di hulu dan penyakit-penyakit yang disebabkan masalah kesehatan masyarakat (terkait dengan sanitasi dan air bersih, praktek-praktek dalam kehidupan kurang sehat, tradisi dan kepercayaan yang dipraktekan sejak lama (turun-temurun) ada di hilir.

Mengubah cara dan pratek-praktek masyarakat bahkan mindset dari hasil pengamatan selama survei tidaklah muda diperlukan berbagai pendekatan, termasuk memperkuat komunikasi antar aktor/stakeholder, termasuk masyarakat sebagai salah satu Stakeholder (bukan obyek).

Dari Empat tantangan di atas, dua tantangan yang jadi pilihan: satu dan empat untuk mengembangkan  diri lebih baik. Kedua tantangan ini membutuhkan keahlian dalam komunikasi antar Lembaga dan antar stakeholder yang kuat. Ini menjadi tantangan dalam pembangunan dengan pendekatkan Kemitraan dalam pembangunan global dan nasional. Dalam Goal 17 SDGs -- Membangun kemitraan Global yang kuat.  

Secara pribadi, saat akhirnya memutuskan mengambil program magister dalam ilmu komunikasi saya merasa ini adalah kesempatan yang baik. Terutama atas dorongan dan semangat dari kedua orang tua dan saudara semakin membuat saya termotivasi untuk belajar dan memperbaiki diri saya. Teruatama saya paham bahwa semua kerja sama dan kemitraan berawal dari komunikasi. Dengan harapan dapat membantu memperkuat berbagai aspek komunikasi dalam mengembangkan kompetensi saya untuk kedepannya dan pekerjaan saya ke depan. 

  Daftar Pustaka

            Brooks, D. (2012). How People Change. NYTimes.com

            Kegan, R., & Lahey, L. L. (2001). The Real Reason People Won't Change. Harvard Business School Publishing Corporation.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun