Penemuan lukisan Yesus Kristus berkulit hitam di Fiji berawal dari obrolan iseng dengan seorang pria bule berkewarganegaraan Amerika Serikat di atas kapal Cruise yang membawa kami keliling gugusan pulau Mamanuca (baca: ma-ma-nu-da) dan Yanuca (baca: ya-nu-da).
” Cech, pernahkah kamu mengunjungi Black Church? ” tanya pria bule.
” Black Church? Saya baru mendengarnya. Dimana lokasinya? ” Saya bertanya balik.
” Lokasinya di Naiserelagi (baca: Nai-si-re-la-ngi) dekat kota Rakiraki “
” Kok disebut Black Church? ” tanya saya kembali
” Nah ini yang menarik. Disebut Black Church karena di dalam gereja tersebut terdapat beberapa lukisan Yesus Kristus berkulit hitam atau identik dengan kulit orang Fiji asli “
” Wao menarik juga untuk dikunjungi. saya sudah tinggal 3 tahun di Fiji, baru kali ini saya mendengar ada gereja unik seperti itu. “
” Datanglah ke sana. Pasti kamu suka “
Setelah pertemuan dengan pria bule tersebut, saya langsung mencari informasi tentang gereja tersebut via Google. Dan baru 2 bulan kemudian saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjunginya dengan beberapa teman Indonesia.
Tampak samping (dok. Cech)
Tidaklah sulit untuk menemukan lokasi gereja tersebut karena terletak dekat dengan jalan raya Kings Road walaupun letaknya agak masuk ke dalam sekitar beberapa ratus meter dari jalan raya. Lokasi gereja berada di atas bukit dan menghadap ke utara yaitu Teluk Vitilevu atau disebut Bligh Water. Pemandangan lautnya indah sekali, apalagi pada saat sunset kalau dilihat dari atas bukit. Lebih jelasnya gereja tersebut terletak di dusun
Navuibutu (baca: na-vui-mbu-tu), desa Naiserelagi, Propinsi
Ra. Dari ibukota propinsi Ra, Rakiraki berjarak 25 km ke arah tenggara untuk menuju gereja tersebut.
Bangunan yang berada persis berhadapan dengan gereja dimana terdapat papan kayu yang dipukul dengan kayu sebagai tanda kedatangan tamu (dok. Cech)
Pada kunjungan tersebut, saya belum dapat masuk ke dalam gereja sehingga belum banyak informasi diperoleh kecuali nama gereja katholik tersebut adalah
Gereja St Francis Xavier. Karena saat itu hari minggu, gereja masih dipergunakan untuk misa penduduk sekitaran Propinsi Ra.Jadi saya hanya mengambil foto dari luar dan berbincang-bincang dengan beberapa pemuda lokal yang baru selesai misa. Mereka mempersilakan saya balik lagi sore hari apabila ingin mengetahui segala hal tentang gereja termasuk mengambil foto lukisan di dalam gereja.Tetapi saya tidak dapat kembali mengunjungi di sore hari karena saya dan teman-teman masih ada acara di Nadi.
Pemandangan dari bukit terlihat dengan jelas jalan raya Kings Road dan Teluk Vitilevu (dok. Cech)
Tiga minggu kemudian, pagi-pagi saya memutuskan untuk kembali ke gereja tersebut tapi pada hari Sabtu. Karena pada hari Sabtu, misa dilaksanakan pada sore hari.Dari
Suva ke Naiserelagi membutuhkan waktu sekitar 2 jam sehingga saya tiba menjelang siang hari.
Sesampainya di lokasi, saya segera menuju ke dalam gereja. Sebelum masuk, saya bertemu dengan seorang wanita Fiji. Kemudian saya menjelaskan maksud kedatangan ke gereja katholik tersebut. Wanita Fiji tersebut menyambut saya dengan baik sekali dan memberikan banyak informasi tentang gereja tersebut.
Foto dengan pemuda setempat yang baru selesai misa (dok. Cech)
Gereja St Francis Xavier selesai dibangun oleh penduduk lokal bersama misionaris katholik dari Perancis pada tahun 1917. Misionaris katholik tersebut sudah ada di Propinsi Ra sejak tahun 1870. Sepintas bangunan gereja mirip dengan bangunan tradisional Eropa. Lebih tepatnya mengikuti arsitektur bergaya
Yunani mulai dari salib di atas gereja, jendela dan dinding yang terbuat dari batu berwarna abu-abu. Di atas pintu gereja terdapat tulisan latin yang merupakan motto gereja yaitu
Venite ad me omnes (Come to me, all of you atau Datanglah kepadaKu, Kalian semua). Kemudian saya diperbolehkan masuk ke dalam dan ambil foto. Tidak seperti gereja di Indonesia, gereja tersebut tidak tersedia tempat duduk, Jemaah gereja duduk di lantai yang beralas tikar anyaman khas Fiji dari tanaman
Pandanicus dan hanya ada satu altar.
Denah gereja St. Francis Xavier (Courtesy of Etuate Katalau)
Gereja bergaya arsitektur Yunani (dok. Cech)
Motto gereja Venite ad me omnes (Come to me, all of you atau Datanglah kepadaKu, Kalian semua) (dok. Cech)
Kemudian wanita tersebut menjelaskan mengapa gereja tersebut disebut Black Church. Dikatakan Black Church karena gereja tersebut memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dengan gereja-gereja yang dibangun di Fiji yaitu beberapa lukisan Yesus Kristus berkulit hitam dengan mengenakan Sulu (sarung khas Fiji) lengkap dengan kondisi dan budaya yang terdapat di Fiji. Benar-benar menggambarkan kearifan lokal di dalam gereja walaupun ajaran katholik dibawa oleh bangsa Eropa tapi unsur budaya Fiji menonjol sekali.
Di dalam gereja terdapat altar dan di belakangnya terdapat 3 lukisan Yesus Kristus berkulit hitam lengkap dengan budaya bangsa Fiji (dok. Cech)
Lukisan di dalam gereja dikerjakan oleh pelukis asal Perancis yaitu Jean Chalot yang dibantu oleh istriny, Zohman dan putranya, Martin antara 23 September 1962 sampai 4 Januari 1963. Menariknya Jean Charlot mau datang ke Fiji dan membuat lukisan tersebut karena permintaan Monsignor (Mgr) Fanz Wasner, seorang guru menyanyi keluarga terkenal Austria Von Trapp (keluarga bangsawan yang diceritakan dalam film
Sound of Music).
Lukisan Yesus Kristus berkulit hitam persis di belakan altar utama (dok. Cech)
Lukisan di sebelah kiri altar utama (dok. Cech)
Lukisan di sebelah kanan altar utama (dok. Cech)
Persis di belakang altar terdapat lukisan Yesus Kristus berkulit hitam mengenakan sulu dari kain tapa bermotif masi disalib di tengah kebun sukun (
uto) dan talas (
dalo) serta dekat kakinya terdapat tanoa (wadah kayu untuk minuman kava). Sebelah kiri terlukis Yesus Kristus berkulit hitam sedang syiar didampingi seorang anak keturunan India dan disambut karangan bunga oleh wanita keturunan India berpakaian sari serta disaksikan seorang petani keturunan India yang sedang membawa 2 ekor sapi. Sedangkan sisi kanan, Saint Peter Channel, misionari asal Perancis memegang Waka (senjata khas Fiji yang dipakai untuk membunuhnya saat menyebarkan agama katholik) didampingi oleh seorang anak Fiji, Uskup Agung (Archbishop) Fiji, Petero Mataca membawa
tabua (gigi ikan paus) dan dua orang Fiji membawa sesembahan sebagai bentuk penghormatan khas Fiji.
Sementara itu dinding sebelah barat atau disebut The Annunciation terdapat lukisan Bunda Maria sedang menganyam tikar tradisional Fiji dari daun Pandanicus . Sedangkan dinding sebelah timur atau disebut St. Joseph’s Workshop terdapat lukisan Yesus muda membantu Joseph, sang tukang kayu.
Dinding sebelah barat atau disebut The Annunciation (dok. Cech)
Perlu diketahui sebelum mengunjungi gereja St Francis Xavier, saya sempat bertanya kepada beberapa orang Fiji tentang gereja tersebut. Sebagian besar tidak mengetahuinya dan baru tahu dari saya. Tetapi ada dua orang Fiji (bukan beragama katholik) yeng tahu tentang gereja tersebut dan mengatakan gereja tersebut adalah gereja sesat karena menggambarkan Yesus Kristus secara sembarangan.
Meskipun demikian tidak terjadi kontroversi tentang lukisan tersebut sejak lukisan selesai dibuat hingga sekarang. Bahkan otoritas Vatikan tidak mempermasalahkan dan mengapresiasi lukisan sebagai karya seni dengan menjunjung tinggi kearifan lokal bangsa Fiji. Apabila terjadi di Indonesia, apakah yang terjadi ? Kontroversi berkepanjangan ? Penistaan agama ? Hanya Tuhan Yang Maha Tahu.
Dinding sebelah timur atau disebut St Joseph’s Workshop (dok. Cech)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya