Harga per kamar untuk tipe twin bed room : 450 ribu IDR / malam, termasuk sarapan nasi goreng untuk 2 orang. tidak ada fasilitas berlebihan di dalam kamarnya, ada tv kecil, bathtub/shower dengan air panas, handuk, toiletries. Rumah Boscha merupakan rumah tua peninggalan K.A.R. Bosscha, seorang Belanda yang mendirikan pertama kali kebun teh di wilayah Malabar.
Dua jam kami berada di Wisma Malabar. Aktifitas yang dilakukan adalah makan siang, shalat dhuhur dan menunggu satu mobil dari Bekasi yang datang terlambat sehingga jumlah mobil yang ikut serta lengkap 25 mobil dengan total peserta 45 orang. Selain itu ada pemotretan bersama untuk dokumentasi.
Dari Rumah Bosscha, perjalanan dilanjutkan menuju lokasi utama touring camp yaitu Ranca Upas. Rombongan membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Setibanya di Ranca Upas hari sudah mendekati senja. Segeralah kami parkir mobil mendekati tenda tempat kami menginap. Ada 2 tenda yang sudah berdiri  yaitu tenda untuk pria dan wanita. Pada saat itu lokasi camp dikelilingi oleh beberapa tenda kecil yang sudah berdiri sebelum kedatangan kami. Suasana lokasi sangat ramai.Tapi yang terpenting bagi saya adalah kamar mandi. Ternyata kamar mandi banyak sekali didirikan sehingga tidak menyusahkan pengunjung saat ingin buang hajat atau mandi.
Baru saja memasuki tenda, cuaca mulai mendung dan hujan rintik-rintik. Karena perut terasa lapar, saya pergi ke warung depan. Sesampainya di warung saya memesan Indo Mie Telur dan memakan beberapa gorengan sambil menikmati kopi susu. Beberapa menit kemudian, satu anggota Forescom yaitu Om Ikhtiar tiba di warung dan memesan menu yang sama dengan saya. Rupanya Om Ikhtiar kelaparan juga. Setelah itu hujan turun dengan lebatnya. Wahh… langsung kami berpikir rencana latihan pemotretan malam hari bakal dibatalkan karena hujan.
2 jam kami di warung dan hujan mulai berhenti, tiba-tiba panitia Forescom termasuk Ketum Om Dudi datang ke warung. Rupanya mereka kelaparan juga. Sambil menikmati wedang jahe dan gorengan, kami ngobrol ngalor-ngidul dengan diselingi tawa dan canda. Setelah itu kami memutuskan untuk menyalakan api unggun dan melakukan sesi pelatihan memotret malam hari (yang utama adalah pelatihan foto Steel Wool)
Malam makin larut dan penat tak tertahankan sehingga tubuh ini butuh istirahat. Saya segera menuju tenda penginapan dan tertidurlah. Tepat jam 4 pagi saya terbangun. Setelah beberes kasur, selimut dan tas bawaan, segera saya bawa ke mobil. Kemudian saya pergi ke warung semalam untuk menikmati kopi di pagi hari. Jam 7 pagi semua peserta sudah terbangun. Ada yang langsung makan pagi, mandi dan hunting foto di sekitaran Ranca Upas. Rupanya semangat melakukan pemotretan masih tinggi. Walaupun tanah becek tetap tidak menghalangi aktifitas pemotretan.
Setelah perut kenyang, pemotretan, pemberian hadiah kepada pemenang foto  sepanjang perjalanan dan mobil satu per satu dapat melewati jalan yang becek maka selanjutnya perjalanan menuju Situ Patenggang sebagai destinasi terakhir.
Kembali rombongan bergerak teratur menuju Situ Patenggang yang melewati jalan berkelok dengan sisi kebun teh yang asri. Kurang lebih satu jam kami tiba di Situ Patenggang. Terlihat dengan jelas hamparan situ nan indah dari atas bukit, tempat parkir berada. Segeralah kami menyebar dan melakukan aksi pemotretan di areal Situ Patenggang.
Hari mulai siang, perjalanan dilanjutkan menuju rumah makan Sindang Barang sebelum pembubaran acara touring camp dan kembali ke rumah masing-masing. Setelah makan siang dan rehat yang cukup maka Om Ketum membubarkan acara touring camp yang dianggap sukses sekaligus memberi informasi kegiatan selanjutnya di Jawa Timur. Bagi saya, touring camp merupakan wahana yang baik untuk menambah persaudaraan dan meningkat silaturahim bagi para pemilik mobiil Ford Ecosport. Walaupun awalnya saya agak heran mengapa panggilan kepada anggota pria adalah om dan wanita adalah tante. Tetapi bagi saya tidak masalah karena mungkin panggilan tersebut untuk mempererat persaudaran komunitas. Berharap agar kegiatan Forescom berikutnya dapat diikuti oleh seluruh anggota komunitas ini.
Ranca Upas layak dikupas
 Bagai kipasÂ
 Angin terhempas
 Letih lelah menjadi impas
 Tawa bahagia tampak puspas
 Tak ada ampas
 Semuanya terasa pas