[caption id="attachment_175080" align="aligncenter" width="512" caption="Foto bersama Tevita di kebun kakaonya (dok. Cech)"]
" Kita tidak boleh berdiam diri dan berpangku tangan. Tuhan telah memberikan berkah di tanah kita. Tuhan telah memberikan otak supaya kita berpikir maka itu cara berpikir (mindset) kita harus diubah. Kita harus mengolah atas segala yang diberikan oleh Tuhan di tanah yang dimiliki " Begitulah kata Tevita pada waktu itu.
Dengan ilmu dan pengalaman yang terbatas dan kebiasaan menanam secara tradisional, Tevita berusaha mengembangkan segala jenis tanaman yang ada di kebun warisan tersebut. Sampai akhirnya Tuhan mendengarkan keinginannya. Tanpa sengaja Tevita bertemu dengan pembeli dari Selandia baru yang sedang mencari buah kakao di Fiji. Kemudian Tevita mengajak pembeli tersebut ke kebunnya. Setelah melihat kebun Tevita, pembeli tersebut hanya geleng-geleng kepala dan menyayangkan penanganan tanaman kakao milik Tevita. Pembeli tersebut memberikan saran kepada Tevita, kalau buah kakaonya ingin dibeli olehnya maka Tevita harus mengolah dan mengembangkan tanaman kakao miliknya dengan serius. Bukan hanya menjual buah kakao saja sebagai bahan mentah tetapi harus mengolahnya menjadi produk olah kakao yang berkualitas seperti bubuk kakao, kakao beku sampai candy bar (permen coklat). Terbukalah pikiran Tevita tetapi bagaimana caranya?
Secara bertahap Tevita mulai mempelajari tanaman kakao dengan bertanya kesana kemari kepada orang-orang yang mengerti kakao terutama pusat penelitian pertanian Fiji. Pada saat itu tanaman kakao di Fiji masih jarang yang menanam dan mengolahnya. Dengan keuletannya, akhirnya Tevita sedikit menemukan jawaban. Yang pertama dilakukannya adalah peremajaan tanaman kakao. Beberapa tanaman kakao warisan ayahnya dilakukan perkembangbiakan dengan cara penyetekan. Sedikit demi sedikit hasil penyetekan ditanam di kebunnya yang luas. Hal ini dilakukannya sejak tahun 2005 dan tanpa terasa sampai sekarang sudah tertanam 12.800 tanaman.
[caption id="attachment_175083" align="aligncenter" width="512" caption="Tempat pengeringan kakao yang sedang direnovasi (dok.cech)"]
Selama 5 tahun itulah Tevita rajin bertanya dan melakukan kontak dengan pembeli dari Selandia Baru. Dari situlah Tevita mendapatkan ilmu bagaimana menggarap dan mengolah hasil tanaman kakao sehingga menghasilkan kualitas biji kakao yang baik. Dengan peralatan yang sederhana, Tevita melakukan proses penanganan pasca panen kakao. Pada saat ini Tevita telah memanfaatkan mesin cuci bekas yang diperolehnya di Suva untuk mencuci biji kakao yang telah dikupas. Air perasaan biji kakao diolah menjadi minuman Wine dengan proses fermentasi lanjutan (disimpan dalam drum drum berbulan-bulan). Sedangkan biji coklat yang masih dilapisi selaput dilakukan fermentasi selama 5-6 hari. Hal ini dilakukan untuk memisahkan selaput dengan biji kakao. Setelah itu biji kakao dikeringkan secara alami pada terik matahari.
Dari keinginannya yang kuat untuk belajar dan bekerja, Tevita mengerti bagaimana biji kakao dapat diolah menjadi bubuk kakao, jam kakao, kakao padat (pure cocoa 100%) dan ada satu keinginannya untuk mengolah kulit kakao menjadi pakan ternak. Semua orang yang datang ke kebunnya selalu diajak diskusi bagaimana dapat mengembangkan tanaman kakaonya termasuk saya. Khusus diskusi dengan saya terungkap keinginan Tevita untuk menggunakan mesin tepat guna yang dapat mengolah biji kakaonya. Akhirnya saya menunjukkan beberapa alat dan mesin tepat guna yang dipakai oleh petani dan produsen kakao di Indonesia.
[caption id="attachment_175087" align="aligncenter" width="512" caption="Mesin cuci bekas yang diubah menjadi pencucian biji kakao (dok. Cech)"]
Selain itu terungkap pula tambang emas lain yang ada di kebun Tevita. Selain kakao, markisa dan vanili bida dijadikan tambang emas lain. Tanpa disadari oleh Tevita, dari kebiasaanya menanam tanaman yang ada di hutan ke kebunnya mulai terlihat hasilnya yaitu tanaman markisa dengan buah lebat yang merambat di pohon sukunnya. Kemudian tanaman vanila yang tampak subur merambat pula di pohon kakaonya. Betapa terkejutnya Tevita setelah saya mengatakan tanaman markisa dan vanila bisa diproses menjadi produk olahan pangan dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Mengapa tidak dikembangkan bersamaan dengan tanaman kakaonya ? Jadi bukan lagi "COCOA IS GOLDMINE, BUT STAY AND BE RICH ON GOLDMINE" ujar saya.
" Ternyata apa yang saya lakukan ada benarnya juga. Tidak lelahnya saya melakukan komunikasi dengan banyak orang, dari manapun (silaturahim bahasa Islamnya). Akhirnya saya mengetahui banyak hal terutama pengembangan tanaman kakao. Saya tidak hanya ingin menjual buah kakao terus selesai. Tidak ! Saya ingin menjual kakao sampai produk akhir olahan kakao. Semua itu harus dimulai dari diri sendiri dan jangan tergantung pada bantuan orang lain termasuk pemerintah. Dan kita harus menciptakan irama positif agar hasil yang diperoleh juga positif. Pada akhirnya pemerintah yang akan mengikuti irama positif kita... "
NB:Hasil kerja kerasnya selama 5 tahun, Tevita diundang oleh Kementerian Pertanian Fiji untuk memperkenalkan produk kakao sebagai produk kakao asli Fiji pada Agriculture Expo 2011. Selain itu kebun kakao Tevita dijadikan pusat pengembangan tanaman kakao di Fiji. Hal ini mempengaruhi masyarakat sekitar desa Namau bahkan wilayah Korovou untuk menamam dan mengembangkan kakao.