Mohon tunggu...
Cechgentong
Cechgentong Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alah Bisa Karena Biasa\r\n\r\nMalu Bertanya Sesat Di Jalan\r\nSesat Di Jalan Malu-maluin\r\nBesar Kemaluan Tidak Bisa Jalan\r\n\r\nPilihan selalu GOLTAM

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kemampuan Adaptasi Tanaman Jahe

5 Agustus 2010   19:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Protected by Copyscape Duplicate Content Check

Bagaimana dengan 2 orang ahli yang berasal dari perusahaan teman saya ? Mereka ketinggalan jauh dari kami. Mereka tertatih-tatih saat berjalan karena takut terpleset. Lucunya mereka takut kalau celana mereka kotor. Padahal mereka telah menggulung celana panjang yang dikenakan. Hehehehee saya hanya bisa tertawa dalam hati.

Sesampainya di kebon. Kami melihat hamparan lahan jahe sekitar 2 ha. Sebagian besar tanaman jahe telah menguning bahkan tinggal batangnya saja. Ini menandakan tanaman jahe gajah sudah siap panen. Kemudian Paul mengambil ranting di pohon dan meminta petani untuk mempraktekkan bagaimana mereka menangani panen jahe. Dengan menggunakan garu dan cangkul, beberapa petani mengambil umbi jahe. Ada beberapa ruas jahe yang terpotong dan berserakkan kemana-mana karena penanganan panennya yang asal-asalan. Paul langsung memerintahkan agar pemanenan oleh para petani dihentikan. Kemudian Paul memberikan perintah kepada kami untuk memperhatikan cara panen yang benar.

Dengan menggunakan ranting. Paul mengorek tanah pada satu kamar tanaman jahe. Paul memperkirakan besaran luas satu kamar sekitar 10-20 cm. Dalam waktu 10 menit Paul berhasil memanen jahe gajah utuh tanpa ada ruas jahe yang putus. Setelah ditimbang ternyata beratnya hanya 5-6 kg. Kemudian Paul bertanya kepada para petani tentang bagaimana mereka memperlakukan bibit jahe pada saat dimasukkan ke dalam lubang tanah. Dijelaskan oleh salah seorang petani, cara menanamnya dengan menaruh mata tunas jahe beibit ke atas. Paul memperhatikan dengan sekasama penjelasan petani tersebut.

Paul mengatakan apa cara penanaman bibit jahe gajah yang dilakukan oleh petani di daerah tersebut kurang benar. Seharusnya arah mata tunas jahe diletakkan ke bawah. Hasilnya akan berbeda dengan arah mata tunas jahe yang diletakkan ke atas. Perbedaannya bisa mencapai 2-3 kali lipat. Bahkan Paul berani taruhan dengan kami kalau cara yang disarankannya tidak berhasil. Menurut Paul, setiap tanaman atau makhluk hidup mempunyai kemampuan beradaptasi. Walaupun mata tunas jahe diletakkan ke bawah tetapi jahe mampu melakukan adaptasi terhadap alam dan mencari kehidupannya sendiri sehingga hasil panenannya akan melebar ke samping dan bukan ke atas seperti jahe yang mata tunasnya diletakkan ke atas.

Setelah itu Paul mengunyah satu ruas jahe hasil panen dan mengatakan kalau jahe tersebut memang sudah waktunya panen dan berumur 9 bulan. Selain itu Paul mengajarkan kami tentang cara mengetahui jahe telah berumur 9 bulan dengan melihat secara fisik. Ternyata umur jahe bisa dilihat dari ruas jahe. Bila ruas jahenya 4 buah maka tanaman jahe tersebut telah berumur 4 bulan dan ini tidak bisa dibohongi karena jahe yang siap panen mempunyai ruas 9 buah. Cara fisik ini tidak hanya berlaku pada jahe saja tetapi bisa dilakukan pada tanaman kunyit, temu lawak, temu ireng, lengkuas dan tanaman empon-empon yang berumbi.

Selanjutnya Paul menanyakan dan meminta kami menunjukkan areal penanaman jahe lainnya sejauh 1 km dari lokasi tersebut. Seorang petani mengajak kami menuju lokasi kebun jahenya sekitar 1 km. Sesampainya di kebun petani tersebut, Paul melakukan hal yang sama seperti di lokasi pertama. Betapa kagetnya Paul ketika mengetahui hasil panenan di kebun tersebut. Ternyata hasil panennya lebih rendah padahal cara penanaman dan perlakuan tanaman jahe gajahnya sama. Seorang ahli pertanian dari perusahaan teman mengatakan mungkin saja terjadi karena perbedaan jenis tanah dan perbedaan perlakuan. Langsung saja Paul menjelaskan kalau perbedaan jenis tanah kurang tepat karena tidak signifikan perbedaannya yaitu hanya 1 km dari lahan pertama. Paul menekankan kalau cara perlakuan dan penanaman jahe gajah mengikuti caranya walaupun berbeda lahan sejauh 1-2 km pun akan menghasil panenan jahe gajah yang mendekati sama. 2 orang ahli pertanian tersebut menyangkal pendapat Paul dan terjadilah perdebatan seru. Saya dan beberapa petani hanya mendengarkan saja. Tetapi saya setuju dengan pendapat Paul karena logis dan bisa diterima dengan akal.

Apakah pendapat Paul benar ? Ternyata setahun kemudian, hasil panen jahe gajah di lokasi-lokasi yang ditunjuk mengalami peningkatan 2-3 kali lipat setelah mengikuti cara dan metode yang disarankan Paul. Dalam satu kamar bisa menghasilkan 15 kg jahe gajah dan rata-rata sekitar 14 kg. Begitulah pengalaman saya dengan seorang Paul yang memang ahli dalam perjahean (Post Graduate Paul mengambil studi tentang jahe (ginger) ). Satu pelajaran yang saya peroleh dari Paul yaitu setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan beradaptasi dan mencari kehidupannya sendiri. Semuanya karena Tuhan telah memberikan kemampuan tersebut. Selain itu senangilah pekerjaan kita walaupun harus berkotor-kotor ria. Lebih baik berkotor-kotor ria dalam pekerjaan daripada nama baik yang kotor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun