Mohon tunggu...
Carolus Dian Kristian
Carolus Dian Kristian Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Sekedar berbagi ilmu

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pemerintah Provinsi Lampung yang Antikritik, Bukti Diperlukannya Peningkatan Etika Administrasi Publik

19 April 2023   23:25 Diperbarui: 27 April 2023   21:23 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Dimana Negara demokrasi berkaitan erat dengan kebebasan berpendapat . Karena itu, di negara demokrasi, khususnya Indonesia, masyarakat dapat memberi pendapat, kritik maupun saran terhadap pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan. 

Kebebasan berpendapat merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan melalui tanggapan atau kritik juga disertai penjelasan tentang baik buruknya keadaan dalam masyarakat. Pendapat ini dianggap penting untuk memberi kemajuan terhadap jalannya pemerintahan disuatu daerah atau negara.

Salah satu bagian dari kebebasan berpendapat adalah kritik. Kritik dilakukan dengan membandingkan, mengamati, dan mengamati dengan cermat perkembangan kualitas sosial yang baik dan buruk. 

Dalam perkembangannya, kritik selaras dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Melalui internet, setiap individu dapat mengakses informasi mengenai suatu hal. Masyarakat juga bisa mengutarakan pendapatnya melalui media sosial maupun media lain melalui internet.

Dalam system pemerintahan, penyampaian kritik terhadap pemerintah dianggap satu hal yang baik dan perlu dilakukan. Hal tersebut menunjukkan kemajuan masyarakat dalam berpartisipasi dalam system pemerintahan juga dalam hal kemajuan   pengetahuan tentang kebijakan-kabijakan pemerintah, sehingga pemerintah tidak bersifat apatis. Namun pada faktanya, sampai saat ini, tidak sedikit masyarakat yang dipidanakan karena dianggap telah mencemarkan nama baik melalui media internet. 

Hal ini terjadi karena sering terjadi kesalahan penafsiran terhadap pencemaran nama baik yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hingga saat ini Pemerintah ataupun Pejabat yang dipilih langsung oleh masyarakat masih sangat enggan untuk menerima kritik yang diutarakan oleh masyarakat. Padahal, kritik merupakan bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan yang ada. 

Sebagai masyarakat yang hidup di era digital, penting untuk mengetahui bagaimana cara melakukan penggunaan sosial media untuk menyampaikan kritik yang baik, yaitu dengan cara yang lebih kreatif dalam penggunaan bahasa, teks, serta gambar dan simbol-simbol yang tidak langsung menghakimi seseorang namun tetap menyinggung akar permasalahan , sehingga kita tidak hanya menjadi konsumen yang apatis atau bahkan ikut-ikut mengkritiki kebijakan pemerintah tanpa tahu betul tujuan kritikan tersebut ataupun pesan didalamnya. 

Tik-tok Bima (Sumber Kompasiana)
Tik-tok Bima (Sumber Kompasiana)

Namun, misalnya saja dalam Kasus Bima, seorang mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang berkuliah di Australia, dimana kritik yang disampaikan melalui media sosial tiktok, dianggap sebagai kritik yang mempermalukan dan mengancam pemerintah di Provinsi Lampung. 

Padahal dalam video yang dibuat dalam akun tik-tok tersebut, Bima menyampaikan alasan-alasan mengapa daerah Lampung tidak mengalami kemajuan, mulai dari :

>Infrastuktur yang terbatas karena proyek proyek pemerintah yang mangkrak

>System pendidikan yang lemah karena adanya titipmenitip dalam dunia pendidikan di provinsi lampung

>Tata kelola yang lemah seperti banyak kasus korupsi dan suap

>Hukum yang tidak tegas hingga birokrasi yang tidak efisien

>Hingga ketergantungan pada sector pertanian yang terkesan fluktuatif dan tidak stabil

Dari berbagai kritikan serta pendapat yang dilontarkan Bima di akun tiktok tersebut,  membuat seorang advokat bernama Gindha Ansori Wayka melaporkannnya karena Gindha menganggap hal tersebut sebagai hal yang menyesatkan serta merendahkan suku lampung. Ia melaporkan Bima dengan Pasal 28 ayat 1 terkait penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan atas dasar SARA melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Gindha Ansori Wayka melaporkan akun TikTok Awbimax Reborn milik Bima ke polisi bukan karena terkait isi kritikan tentang Provinsi Lampung. Namun, dia mengaku fokus melaporkan terkait adanya diksi penyebutan kata 'dajjal' dalam video tersebut. Selain itu juga terdapat indikasi bahwa Keluarga Bima dikatakan mengalami intervensi, interogasi dan profiling dari polisi dan pemerintahan Lampung. Buntutnya, warganet bersatu padu mengutuk hal itu sama saja membungkam kritik. Pemerintah Lampung dinilai antikritik oleh warganya sendiri. 

Dan setelah dilakukan penelusuran lebih dalam ternyata Gindha Ansori Wayka adalah Ketua Koordinator Presidium Komite Pemantauan Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) sekaligus kuasa hukum Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. 

Hal tersebut membuat seakan pemerintahan menutup mata dan berniat untuk menutup-nutupi kekurangan serta tidak menerima kritikan maupun aspirasi dari masyarakatnya. Dan masi terdapat indikasi bahwa keluarga Bima mendapatkan intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pihak kepolisian. Di mana dalam unggahan vidio yang dibuat oleh Bima  dalan akun tik-tok nya yang menyatakan  bahwa ayahnya mendapatkan panggilan telepon langsung dari pemerintah dan mendapatkan cacian karena tidak dapat mendidik anaknya dengan benar. Selain itu Bima juga mengungkapkan bahwa keluarganya dimintai nomor rekening maupun data-data pribadi Bima yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Dalam hal ini tentunya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Maupun Kepolisian Provinsi Lampung yang merupakan bagian dalam administrasi publik daerah provinsi Lampung telah melakukan indikasi akan penyimpangan atas Etika Administrasi Publik. Dan penyimpangan etika tersebut dapat dilihat dari pelaporan yang dilakukan oleh Gindha Ansori Wayka yang merupakan Ketua Koordinator Presidium Komite Pemantauan Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) sekaligus Kuasa Hukum Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Di mana hal tersebut seakan-akan menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung malah melakukan intervensi terhadap kritikan Bima dengan menggunakan pelaporan yang dilakukan melalui Kuasa HukumGubernur Lampung yaitu Gindha Ansori Wayka untuk dapat membungkam serta memberikan intervensi secara langsung terhadap Bima .  

Hal tersebut jelas memberikan penilaian yang terbalik mengenai nilai Etika responsible yang merupakan salah satu nilai dalam etika administrasi publik, yang Di mana seharusnya seorang pejabat publik dalam perilakunya harus memiliki standar profesionalisme maupun kompetisi teknis yang tinggi untuk dapat melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi melalui sikap ,perilaku maupun sepak terjang administrator negara dalam setiap respon yang dilakukan oleh pejabat publik. 

Di mana dalam kasus Bima ,pemerintahan tidak melihat secara serius mengenai apa itu Hak-Hak Asasi Manusia dalam kebebasan berpendapat maupun beraspirasi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nasional Maupun Undang-Undang Yang Bersifat Regional Dan Internasional. Dan hanya langsung melakukan penilaian terhadap undang-undang ITE.

Padahal maksud dari pembuatan video yang diunggah oleh Bima memiliki maksud untuk menyampaikan aspirasinya mengenai faktor-faktor yang seharusnya dikerjakan secara serius maupun ditangani secara nyata oleh provinsi Lampung saat ini. 

Sehingga diharapkan etika Administrasi Publik pada provinsi Lampung dapat kembali ditingkatkan lagi, terlebih dalam menanggapi setiap aspirasi-aspirasi masyarakat. Dan diharapkan juga agar pemerintahan, tidak menganggap bahwa penguasa lah yang berhak menentukan setiap jalan maupun alur dari pemerintahan yang ada, namun juga memperhatikan setiap aspirasi maupun pendapat dari masyarakat secara baik dan mengetahui maksud sebenarnya dari aspirasi tersebut.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun