Mohon tunggu...
Ratna Yusmika Dewi
Ratna Yusmika Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Mom learner & Momprenuer

Menulis menghempas lelah, senyum merekah menikmati hidup penuh berkah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Mengulik Single Hijaber, Bazar Ramadan

20 April 2021   12:23 Diperbarui: 20 April 2021   12:46 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com/niqqabi

Suka cita umat muslim menyambut Ramadan tampak dari berbagai kegiatan sosial yang di programkan berbagai kalangan komunitas dakwah dan kajian serta beberapa takmir masjid. Salah satunya mengadakan kegiatan bazar, yaitu: bazar sembako dan bazar takjil berbuka.

Berawal dari sebuah WA group di salah satu pengajian ibu-ibu yang mengirimkan pengumuman dibukanya pendaftaran bazar selama Ramadan di Yayasan Sahabat Subuh. Dan akhirnya memberanikan diri menjadi salah satu pesertanya, sebagai ajang silatuhrahmi di komunitas baru.

Berkolaborasi dengan salah satu teman saya untuk menjual makanan dan minuman, bukan menjadi hal yang baru. Dulu, saat masa kecil sudah terbiasa membantu orangtua berjualan makanan ringan dan jajanan anak-anak. Keseharian saya yang sibuk dengan dunia anak dan berjualan online menjadi suasana berbeda, saat ikut bazar disini.

Sembilan puluh persen peserta adalah perempuan produktif. Tujuh puluh persen ibu rumah tangga produktif, dua puluh persen perempuan single produktif. Seperti cerita dari salah satu teman bazar disana.

" Saya terbiasa kerja mbak, kalau di rumah diam saja itu nggak enak makin jenuh. Saya sudah mempunyai tiga cucu. Dulu saya berkarir di salah satu perusahaan asuransi dan tidak bekerja lagi sejak ada pandemi ini hampir dua tahun. Sempat mengidap kanker payudara, tetapi Alhamdulillah sudah masa pemulihan. Bagi saya perempuan harus tetap produktif asal tetap menjaga kesehatan kita mbak" cerita ibu Emi. Neli (red. nenek lincah) berusia enam puluh dua tahun yang tetap produktif membuat aneka kreasi puding cantik untuk berbagai acara ulang tahun, tasyakuran dan masih banyak lagi. Sudah puluhan kreasi puding hasil produk kreasinya, saya kagum melihat hasil karyanya. Belajar otodidak, tanpa kursus atau ikut kelas apapun.

Mempunyai dua anak salah satunya sudah berumah tangga, dan anak kedua sibuk bekerja. Dengan produktif dan berkarya, bagi Ibu Emi mampu menghilangkan rasa gundah gulana dalam kesepian di masa tua berdua dengan suami tercinta.

Jangan kita memandang yang terus produktif adalah upaya kurangnya rasa syukur, sudah punya pendamping berpenghasilan, punya rumah sendiri, koleksi kendaraan namun masih saja berjualan. Sebaliknya, mensyukuri apa yang sudah Allah amanahkan dengan memaksimal diri, dan mempersembahkan hasil karya kita. Entah nanti berkolaborasi, berbagi ilmu atau bahkan berkembang menjadi usaha yang lebih besar dan menyerap banyak tenaga kerja.

Selama bazar banyak hal yang kami perbincangkan, mata saya tertuju pasa sosok single hijaber di sebelah kiri stan saya. Saudara kembar hijaber produksi kue mochi dan risol mayo. Bagi sebagian orang tua tidak mudah mengizinkan anak bekerja jauh di pulau seberang, apalagi mendengar kata Bali. Entah, ada sedikit pikiran tanda kutip dengan kata-kata itu. Namun tidak dengan Silva dan Silvi, si kembar yang produktif mengembangkan usahanya berdua saja.

"Kami berdua mengontrak di sebuah rumah di daerah Renon, mbak. Bapak ibu kami berpisah sudah lama, Bapak tinggal di Banyuwangi dan Ibu tinggal di Malang." Awal mulanya Ibu yang berjualan mochi disini, berhubung di Malang ada permintaan mochi dan hanya Ibu yang lebih mahir menjanlakannya. Akhirnya mereka berdua yang meneruskan usaha kue mochi ini di Bali.

Bahkan Silva masih aktif kerja di salah satu studio desain, mereka berdua saling baru membahu. Rencananya bulan ini mereka berdua akan lebih fokus mandiri, demi mengembangkan usahanya dan menjaga kualitas mochi. Hasil buah tangan mereka berdua, kue yang di gemari kaum Tionghoa ini semakin dicintai dan dicari para penggemarnya.

Masih tentang single hijaber selanjutnya, duo perempuan lajang berbadan mungil yang menjaga stan hijab di sebelah kanan saya. Bekerja di salah satu perusahaan swasta, perempuan bernama Nerin ini. Setelah pulang kerja dia masih aktif menjalankan butik dari rumah kos saja. Kerjasama dengan saudaranya bernama Cindy, menjadi tim pemasaran. Cindy ternyata masih aktif sebagai mahasiswa jurusan menejemen di Universitas Swasta dan berkarir paruh waktu sebagai guru privat. Terharu melihat mereka berdua menjadi muslimah gigih, kesibukannya mencari ilmu, berbagi ilmu serta berkarya dengan tujuan mulia itu lebih membahagiakan. Tentunya dengan memilih komunitas dan teman yang satu visi kebaikan.

Tinggal sendiri jauh dari pantauan orang tua membutuhkan keteguhan iman, mempebarui pendalaman ilmu serta lingkungan dan dukungan yang positif. Paling penting adalah rida dan doa dari kedua orang tua.

Dari berbagi cerita hasil mengulik perjuangan para perempuan dan wanita hebat di bazar Ramadan kali ini, saya belajar banyak hal tentang ilmu kehidupaan, keluarga dan perjuangan tak pandang usia. Imu adalah kunci menjalakan kehidupan, doa adalah sumber kekuatan, ikhtiar adalah rodanya dan tawakkal adalah syukur nikmat atas segala prosesnya. Semoga bermafaat dan semakin semangat.

Salam hangat

Mom learner

Ratna Yusmika Dewi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun