Mohon tunggu...
Cakti BB
Cakti BB Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi Mental Pajak

7 Desember 2015   14:38 Diperbarui: 7 Desember 2015   14:58 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu perekonomian saat ini yang saat ini menjadi perhatian banyak pihak adalah tidak tercapainya penerimaan pajak tahun 2015. Pada umumnya, pakar ekonomi republik ini memprediksikan penerimaan pajak hanya tercapai pada rentang kisaran 82-85%. Kabar ini tidak hanya menjadi momok bagi pegawai pajak namun juga menjadi momok menakutkan bagi negeri ini.

Kenapa menakutkan? bukankah selama ini kita masih baik baik saja walau negara kita diklaim masih dalam kategori negara berkembang ( tentunya sejak dulu juga belum masuk ke kategori negara maju). Penerimaan pajak yang tidak tercapai amat erat kaitannya dengan kemampuan negara dalam membiayai pembangunan. Pembiayaan negara dalam pembangunan yang dimaksud termasuk pembayaran gaji aparat negara, pembangunan jalan, sekolah, jembatan, irigasi,rumah sakit, pembagian dana alokasi daerah, pembiayaan pelayanan publik, subsidi bahan bakar, listrik, pendidikan dan air minum, pembelian alutsista dan lain-lainnya. kesimpulannya ketika penerimaan pajak tidak tercapai maka negara tidak dapat membiayai pembangunan dan akhirnya adalah lagi lagi negara berhutang. Perlu diingat bahwa hutang adalah penerimaan pajak yang tertunda alias pajak yang diperoleh kelak digunakan untuk mencicil hutang tersebut.

Berarti Direktorat Jenderal Pajak tidak mampu melaksanakan tugasnya dan pegawainya tidak kompeten dalam melaksanakan tugasnya padahal sudah digaji tinggi. benarkah? terlalu naif bila menyimpulkan demikian. Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri dengan gagah berani, berarti benar kalau Pajak yang salah dan tidak mampu? berarti yang juga menyebabkan hal ini terjadi harus mengundurkan diri juga dong karena Dirjen Pajak masih memiliki atasan sehingga tidak semua dalam kontrol yang bersangkutan. Yuk kita bedah satu persatu

REVOLUSI MENTAL 1: KESADARAN MASYARAKAT
Sistem pajak Indonesia menganut sistem self assesment, artinya wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk melaporkan dan menghitung sendiri pajaknya. beda dengan pajak bumi bangunan, yg nilainya sudah dihitung oleh pihak otoritas pajak daerah. konsekuensi dari dianutnya sistem self asessment adalah kesadaran dari masyarakat atas pajaknya dan ketika khilaf terhadap sistem pengawasan yang berfungsi mengingatkan dan melakukan koreksi untuk kepatuhan. 

Lalu mari bertanya ke diri sendiri, sudahkah anda melaporkan pajak anda dengan benar? sudahkan anda melaksanakan kewajiban anda kepada negara dengan jujur dan benar?
Tenang bagi anda yang termasuk golongan tak mampu, anda dipastikan bebas dari pajak. kalau anda masih mampu bayar pajak pertambahan nilai dan pajak barang mewah, bisa dipastikan anda sebenarnya bukanlah golongan tidak mampu karena mampu membeli barang di luar kategori barang yang dibebaskan dari Pajak pertambahan nilai. lalu apakah orang kaya namun ga bayar pajak bisa membeli barang yg bebas Pajak pertambahan nilai? jelas bisa namun merampok hak orang tidak mampu. kalau tidak mau dibilang merampok hak org miskin, mulailah revolusi mental I dengan membayar dan melaporkan pajak saudara dengan benar juga berpartisipasi dengan memberitahu kejanggalan pajak pihak lain ke otoritas pajak indonesia melalui kontak 1500200 guna menjamin keadilan bagi yang sudah patuh.

REVOLUSI MENTAL 2 : SELEKTIVITAS INSENTIF DAN KOREKSI TARGET
Perekonomian yang sedang turun walau juga sedang tidak turun selalu menjadi alasan pengusaha meminta keringanan insentif fiskal. iya jawabannya untuk jangka panjang namun dalam jangka pendek jawabannya tidak, karena daya beli masyarakat sedang rendah. Lalu apakah cukup dengan insentif lalu selesai urusan? tentu tidak karena pemerintah PERLU dan WAJIB mengkaji seberapa besar dampak suatu insentif terhadap hilangnya potensi pajak lalu memastikan bahwa sektor usaha yang diberikan insentif benar benar berdampak langsung terhadap pemicu pertumbuhan ekonomi. Mari kita melihat kondisi perekonomian indonesia di akhir tahun 2014 hingga tengah tahun 2015, kurs dollar menggila dan perekonomian turun terutama sektor import. lalu paket kebijakan ekonomi apakah yang diambil? lagi lagi insentif fiskal yang diberikan oleh menteri keuangan padahal kita tahu bahwa soal kurs adalah urusan moneter lalu dimanakah peranan Bank Indonesia? kenapa sektor penerimaan negara yang dikorbankan?

Intermezzo sedikit, Sektor impor khususnya menurut saya tidak memberikan efek positif terhadap sektor ekonomi riil dikarenakan sektor ekonomi ini tidak menyerap tenaga kerja yang banyak, sedikit menyerap investasi namun hanya memperkaya sebagian kecil masyarakat dan meningkatkan pola konsumsi masyarakat. Baiknya insentif mulai selektif terhadap sektor ekonomi yang padat karya. Saat ini biaya produksi lebih besar dibandingkan biaya impor sehingga penguasa lebih senang mengimpor dibanding berproduksi namun akhirnya pabrik pabrik tutup dan karyawannya banyak yang di PHK, kemudian lahan pabrik beralih fungsi menjadi gudang barang impor

Kalaupun sektor penerimaan pajak yg berdampak negatif akibat insentif tersebut, wajib terdapat koreksi atas target penerimaan pajak yang diemban Direktorat Jenderal Pajak. kemana suara Petinggi Pajak? padahal rakyat berhak tahu karena pajak secara langsung menyentuh kehidupaan rakyat. Perkiraan saya, mohon maaf jika salah. PP 53 terkait PNS yang menegaskan bahwa bawahan tidak boleh melawan perintah atasan menjadi penghambat diskusi dan perbedaan pendapat di lingkungan kementerian keuangan sehingga  menteri keuangan berhak dalam pembuatan keputusan dan bawahan tetap harus melaksanakan walau beda pendapat jadi jika Direktur Jenderalnya mengundurkan diri lalu bagaimana dengan Menteri Keuangan?

REVOLUSI MENTAL 3 : REFORMASI PAJAK YANG TOTAL
Target Pajak tidak pernah turun karena kebutuhan negara juga tidak pernah berkurang. Pemerintah JOKOWI-JK sudah berniat baik dengan memasukan idealime mereka terhadap pajak melalui NAWACITA ke dalam Program prioritas pemerintahannya. peningkatan remunerasi yang diberikan ke pegawai pajak dimaksudkan untuk memotovasi pegawai pajak dalam bekerja. namun hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari reformasi Direktorat Pajak menjadi otoritas pajak yang modern dan bertaraf internasional. reformasi pajak yang tidak dijalankan secara utuh hanya akan menimbulkan kerugian dan rumitnya birokrasi. di Awal tahun, pengamat pun sempat mengingatkan agar tahun ini pemerintah fokus dulu pada reformasi perpajakan jadi jangan diberikan target yang tinggi dulu. 

Peningkatan remunerasi pajak berdampak negatif dengan menumbuhkan rasa iri kepada Pegawai Negri Sipil lainnya yang terkadang mempersulit kerjasama antar instansi di lapangan sehingga alangkah lebih baik sistem administratur negara memisahkan otoritas pajak dari aturan Aparatur SIPIL NEGARA sehingga tidak mengganggu rancangan administratur negara yang berlaku secara umum untuk PNS/ASN. Manajemen Kepegawaian di Pajak harus DIKELOLA SECARA SWASTA yang artinya pegawai pajak harus dikecualikan dalam UU ASN serta peraturan perundangan turunannya atau NON-PNS.

Jika pemerintah memang berniat memisahkan pajak dari Kementerian Keuangan maka lakukan secara total dan Presiden harus mengawasi secara intensif pelaksanaan reformasi ini. Jika direktorat Jenderal Pajak hanya berganti baju atau tidak pisah sama sekali, penerimaan pajak sekitar 1500 T hanyalah mimpi. Salah satu hal yang harus jelas adalah mekanisme pertanggung jawaban otoritas pajak. Seharusnya Presidenlah yang paling berhak menerima pertanggungjawaban dan pelaporan dari Kepala otoritas pajak serta mengangkat dan memberhentikan kepala otoritas pajak dengan adjusmentnya sendiri tanpa embel embel rekomendasi dari pihak tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun