Apa sih yang bisa ditimba dari sumur bening ini? Kalau saya harus menjawab pertanyaan tersebut maka jawabannya sederhana saja. Semangat Pak Tjip untuk terus berkarya lewat tulisan jelas merupakan motivasi yang menguatkan bagi siapapun. Terutama bagi para penulis pemula yang masih harus banyak belajar. Dengan menulis maka mau tak mau orang akan berpikir. Dengan berpikir maka orang menjadi berkembang hidupnya. Terlebih, ia memberi arti pada hidupnya.
Untuk bisa menulis seperti Pak Tjip jelas butuh referensi yang banyak. Tapi niat untuk mau menulis bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana. Tak perlu muluk-muluk. Melihat hal-hal sederhana di sekitar kita, lalu mengubahnya menjadi karya yang punya makna, jauh lebih bernilai. Tulisan Pak Tjip juga tidak terkesan muluk-muluk. Hampir semua tulisan beliau yang diposting di Kompasiana berangkat dari keseharian hidupnya.
Pak Tjip sering berkisah tentang keluarganya, tentang masa lalunya yang penuh pergulatan, tentang kegagalan dan kesuksesan, tentang pengalaman hidup di negeri orang, atau juga tentang nilai-nilai yang dianutnya. Di tangan Pak Tjip hal-hal sederhana ini kemudian diolah sehingga menjadi tulisan yang enak serta layak dibaca orang lain. Tulisan yang tak jarang diganjar hadiah oleh admin Kompasiana dengan predikat headline atau juga artikel pilihan.
Jika saya baca tulisan-tulisan beliau, tak tampak kesan penonjolan diri. Padahal ada banyak hal yang sangat menonjol dalam diri Pak Tjip. Apa sih yang kurang dari Pak Tjip? Beliau dikenal sebagai Master Reiki, sekaligus pendiri Waskita Reiki. Beliau juga seorang pengusaha sukses  yang berkelimpahan materi. Kaya pengalaman, yang pahit maupun yang manis. Dalam kehidupan keluarga, Pak Tjip juga tak berkekurangan. Ibu Roselina adalah harta berharga yang dimilikinya. Wanita setia yang jadi pendamping hidupnya dalam untung dan malang. Putra putri yang sukses dalam kehidupan makin melengkapi Pak Tjip. Pak Tjip punya relasi baik dengan banyak orang. Ribuan sahabat mengelilinginya.
Dengan segala kelebihan yang dimilikinya Pak Tjip tetap hadir sebagai pribadi sederhana, rendah hati, ramah, dan suka menolong. Ini bukan hanya kesan saya pribadi. Kesan ini juga dirasakan oleh para kompasianer yang mengenal beliau.  Para kompasianer telah memberikan kesaksiannya pada buku Sehangat Matahari yang diterbitkan Peniti Media.Â
Apakah hanya semangat yang bisa ditimba dari Sumur Bening? Jelas tidak dong. Sebab kalau hanya soal semangat, kita juga bisa menimba dari para penulis lain. Terus apa nih? Nah, hal lain bisa ditimba ya keteladanan Pak Tjip. Kesederhaan, kejujuran, kerendahhatian, tekad tak kenal lelah, pantang menyerah, serta kesediaan memaafkan orang yang bersalah padanya. Inilah keutamaan yang telah ditunjukkan oleh Pak Tjip. Semua itu merupakan nilai-nilai yang terus dihayati dan diperjuangkan oleh Pak Tjip. Keutamaan tersebut dapat dibaca pada buku Beranda Rasa. Tentunya juga tercermin pada tulisan-tulisan yang diposting di Kompasiana.
Itulah gambaran tentang Pak Tjip "Sang Sumur Bening". Saya sungguh angkat topi untuk beliau. Saya patut belajar dari sosok yang satu ini. Saya sendiri tak tahu seandainya saya mencapai usia seperti Pak Tjip apakah saya juga masih memiliki semangat seperti beliau. Sebagai sesama kompasianer saya ikut menimba inspirasi darinya.
 Tjiptadinata Effendi nama lengkapnya. Pak Tjip panggilan akrabnya. Tujuh puluh tiga tahun usianya. Dialah Sumur Bening yang Tak pernah Kering. Semoga "Sumur"  ini tetap memancarkan kesejukan bagi siapapun yang membutuhkannya.****
Tasikmalaya, 16 Mei 2016
catatan : foto ilustrasi adalah dokumen pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H