Mohon tunggu...
Cay Cay
Cay Cay Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar tak dibatasi usia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hari Ini Memang Tidak Jadi Kiamat, Tapi... ?

21 Desember 2012   05:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:16 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi waktu aku buka e-mail ada sebuah surat yang dikirim oleh temanku. Sebut saja namanya Eli (nama samaran). Isi suratnya mempertanyakan apakah hari ini jadi kiamat? Walah, aku malah nggak mikir hari ini mau kiamat apa nggak. Bagiku jawaban atas pertanyaan kapan akan kiamat bukan menjadi kapasitasku. Rahasia kehidupan adalah milik Tuhan.

Selanjutnya temanku ini curhat bahwa sebetulnya dalam beberapa hari terakhir ini dia serasa mengalami kiamat. Lho apa pasal? Eli bercerita panjang lebar dalam e-mailnya bahwa dia tengah menghadapi persoalan  rumit yang datang bertubi-tubi. Dia ingin menumpahkan semua ceritanya padaku dengan harapan aku bisa memberinya advis. Waduh, ini tugas berat bagiku sebab aku bukan konselor. Tapi aku lanjutkan baca e-mailnya. Dan mengalirlah kisah ini.

Persoalan berat Eli berawal dari ibunya yang meninggal akibat stroke tiga bulan lalu.  Selang waktu satu bulan kemudian menyusul ayahnya yang mengidap diabetes. Belum pupus kesedihannya akibat ditinggal kedua orang tua, kini Eli mengalami keretakan hubungan dengan pacarnya. Eli tak terlalu rinci menyebut penyebabnya, tapi secara tersirat dia menyinggung adanya pihak ketiga. Sementara pada sisi lain Eli juga mengalami kesulitan keuangan. Dia terlilit utang hingga puluhan juta rupiah yang bagi dia cukup berat. Oh, ya Eli hanya dua bersaudara dengan adiknya. Dia mulai terlibat utang ketika orang tuanya sakit karena dia harus membantu keuangan orang tuanya.

Saat aku membaca surat Eli, aku hanya bisa tercenung. Betapa berat persoalan yang dialami oleh temanku ini. Apa yang bisa kukatakan padanya sebagai penghiburan atau nasihat? Rasanya aku tak punya kata-kata yang pas untuk bisa meringankan bebannya (itu pun seandainya bebannya bisa diringankan hanya dengan kata-kata). Duh, jadi aku mesti bicara apa?

Aku teringat beberapa tahun yang lalu ketika aku juga mengalami persoalan yang berat. Waktu itu aku berusaha menemukan kekuatan lewat buku-buku yang memberi pencerahan (selain lewat doa dan usaha tentunya). Suatu saat aku membaca sebuah buku renungan yang memuat sajak yang ditulis oleh Margareth Fishback, seorang guru sekolah dasar. Sajak ini hasil refleksi Margareth atas pengalaman hidupnya yang dipenuhi kesulitan dan tekanan. Ia menulis sajak "Footprints" atau "Jejak Kaki". Isi sajak itu demikian.

Suatu malam aku bermimpi. Aku sedang berjalan di sepanjang pantai bersama Tuhanku. Di langit gelap, berkelebat adegan dari kehidupanku. Untuk setiap adegan aku melihat dua pasang jejak kaki di pasir. Satu milikku dan satu lagi milik Tuhan. Saat adegan terakhir dalam kehidupanku diperlihatkan, aku melihat kembali  jejak kaki di pasir. Namun, hanya ada satu pasang jejak kaki di sana. Aku menyadari bahwa itu adalah adegan paling menyedihkan dalam kehidupanku. Hal ini sangat mengganggguku, dan aku bertanya pada Tuhan. "Tuhan, Engkau berkata kepadaku bahwa ketika aku memutuskan mengikuti Engkau, Engkau akan berjalan dan berbincang bersamaku di sepanjang perjalanan. Tapi aku sadar bahwa pada saat-saat paling sulit dalam hiidupku, hanya ada satu pasang jejak kaki. Aku tidak mengerti, mengapa engkau meninggalkanku di saat aku sangat membutuhkan-Mu? Tuhan berbisik," Anak-Ku, Aku mencintaimu dan tidak akan pernah meninggalkanmu di saat hidupmu sulit. Ketika kamu melihat hanya ada satu pasang jejak kaki, itu adalah jejak-Ku yang sedang menggendongmu ...."

Bagiku, tulisan itu sangat inspiratif karena menyadarkanku bahwa ketika dalam kesulitan hidup ternyata aku tidak sendirian. Ada Tuhan di sampingku. Namun, pertolongan Tuhan kadang tak kusadari. Aku pun berniat menghibur temanku Eli dengan tulisan tersebut. Maka kutulis balasan e-mail untuknya dengan menyertakan kutipan sajak tersebut. Aku berharap Eli bisa menerimanya. Tentu aku juga menyediakan diriku untuk membantunya sejauh aku mampu. Yah, hanya itu yang bisa kuberikan untuk temanku yang merasa sudah mengalami kiamat dalam hidupnya.

Hari ini memang tidak jadi kiamat seperti diributkan banyak orang. Namun, sesungguhnya kadang orang bisa mengalami kiamat ketika ia mendapat persoalan berat dalam hidupnya yang tak bisa ia selesaikan sendirian. Entah, apakah Anda setuju dengan pernyataan saya ini. Namun, setidaknya itulah yang dirasakan oleh temanku.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun