Mohon tunggu...
Cay Cay
Cay Cay Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar tak dibatasi usia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Memaknai Pancasila dari Kacamata Para Kompasianer

7 Oktober 2014   03:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:07 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi siang aku sempat dikejutkan oleh ulah anakku yang ingin memberi surprise padaku. Ketika aku tiba di rumah sepulang kerja, seperti biasa aku langsung menuju kamar untuk menyimpan tas. Persis ketika aku mendorong pintu kamar, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah benda yang jatuh dan nyaris mengenai pundakku. Rupanya sebuah tube krem sengaja diletakkan anakku di atas pintu, sehingga ketika pintu didorong benda itu jatuh. Ah, anakku memang jahil. Belum selesai dengan kekagetanku, lagi-lagi aku dibuat kaget karena ada bungkusan coklat tergeletak di lantai dekat lemari. Sekilas kuamati benda itu, tiba-tiba anakku muncul dan berseru, "Mamaaa.....ada paket kiriman buat mama!"

Itulah surprise yang diberikan anakku ketika ia menerima kiriman paket buku dari Peniti Media. Ia tidak langsung menyerahkan paket itu, tapi membiarkan aku menemukannya tergeletak di lantai. Dengan tersenyum lebar segera kupungut paket itu dan kubuka isinya. Tak sabar aku, ingin segera membaca isinya.

Pancasila Rumah Kita Bersama, itulah buku ketiga yang diterbitkan Peniti Media, yang menampung tulisan para kompasianer. Setelah 36 Kompasianer Merajut Indonesia, dan 25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia, kehadiran buku ketiga ini semakin terasa menguatkan tali silaturahmi para kompasianer. Para penulis buku ini, sebanyak 30 orang, tak hanya menjalin pertemanan lewat tulisan di Kompasiana, namun mereka juga dipersatukan dalam satu wadah, dalam satu pemikiran bersama, dalam sebuah buku yang merekam jejak karya mereka.

Sekilas membaca buku ini terasa lebih berat dibandingkan dua buku yang pertama. Para penulis mencoba memaknai Pancasila dari perspektif yang berbeda, sesuai latar belakang profesi dan pengalaman masing-masing. Pancasila sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, disadari oleh para penulis buku ini harus terus dihidupi agar nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara yang terkandung di dalamnya tak menjadi luntur dan ditinggalkan oleh pemiliknya. Pancasila yang mampu mewadahi pluralitas Bangsa Indonesia hendaknya tak berhenti sebagai sebuah ideologi mati, namun terus dikembangkan dan menjadi sebuah identitas yang melekat pada Bangsa yang besar ini.

Berikut ini adalah daftar para kontributor yang telah menyemarakkan buku yang digagas oleh sang editornya Thamrin Sonata alias Pak TS.

14125985241187594078
14125985241187594078

Agung Soni "Makna Pancasila dalam Upacara Ngaben", Akhmad Fauzi "Falsafah Tanpa Makna", Ando Ajo "3 M (Musyawarah Mencapai Mufakat)", Astutiana Mudjono "Pancasila dan QS Al Mu'minun 1-11", Bain Saptaman "Tali Asih Pancasila di Negeri Jogja", Cay Cay "Sanggupkah Berbagi dan Mengurangi?", Cucum Suminar "Memaknai Pancasila di Tanah Rantau", Didik Sedyadi "Pancasila untuk Orang Dewasa", Edrida Pulungan "Pancasila dalam Kenangan dan Membumi di Hati", Enny Soepardjono "Peristiwa Penting dan Pancasila yang Kuhayati", Faisal Basri "Nasionalisme Kita", Fary SJ Oroh "Ketika Pancasila Terkoyak", Gaganawati Stegmann "Ketika Pancasila Diusung Sampai German", Giri Lukmanto " Geliat Pendidikan Kewarganegaraan", Ismail Suardi "Citra Sorong : Gambaran Model Pancasila", Isson Khairul "Dengan dan Atas Nama Pancasila", Majawati Oen "Masihkah Gagal Paham Pancasila?", Maria Margaretha "Membaca Kitab Suci dan Kecerdasan, Implemantasi Sila ke-Tuhan-an yang Maha Esa", Myke Reyssent "Pancasila di Pilpres 2014", Much. Khoiri " Mengais Pancasila di Kemacetan jakarta", Mutiaraku "Pancasila dalam Kenangan", Ngesti Setyo Moerni "jejak Pancasila Ada di Kelompok Pecinta Musik Keroncong", Puji Nurani "Lebaran Kristen : Tanpa Banyak Teori, Rifki Feriandi "Pancasila 4G : Kembalinya Kepribadian Bangsa", Roeselina Tjiptadinata "Pancasila Ada di Rumah Kami", Teguh Hariawan "Pertapaan Indrokilo : Tempat Favorit Bung Karno Mencari Inspirasi", Thamrin Dahlan "Buat Apa sih Pancasila Diajarkan Lagi?", Tjiptadinata Effendi "Pancasila  Bagian Kehidupan Keluarga Kami", Tytiek Widyantari "Pancasila Tanpa Koma", dan Weedy Koshino "Korupsi, Dasar Kuat Negara Menjadi Labil".

Itulah para kontributor yang namanya tidak asing lagi di Kompasiana. Mereka umumnya termasuk para aktivis, yang rajin menulis dan menjalin komunikasi, bersilaturahmi dengan sesama kompasianer. Semoga sumbangan pemikiran dan sharing pengalaman para kompasianer ini mampu memberi arti. Setidaknya mereka mencoba mengingatkan kita semua bahwa Pancasila tetap menjadi milik kita yang berharga. Harta kekayaan yang patut diuri-uri dan terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus banyak berteori.

Pancasila Rumah Kita bersama, sungguh indah rasanya. Salam hangat untuk seluruh rekan kompasianer yang telah berbagi pengalaman. Secara khusus kuucapkan terima kasih pada Pak TS yang senantiasa rajin menyapaku dan menyemangati untuk terus berbagi lewat tulisan.

Tasikmalaya, 6 Oktober 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun