Mohon tunggu...
Lintang
Lintang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Kompasianer yang masih belajar menulis. Gemar jalan-jalan, membaca, makan enak dan nonton film. Penghindar konflik tapi kalau harus berhadapan juga akan diselesaikan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 😜 Suka dengan kutipan berikut ini karena masih berjuang melawan diri sendiri yang kebanyakan impian. ☺ "The most excellent jihad (struggle) is that for the conquest of self.” ~ prophet Muhammad

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nulis Lagi karena Jokowi

17 Desember 2015   16:09 Diperbarui: 18 Desember 2015   10:24 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beliau juga menyinggung tentang TPP, Trans Pacific Partnership yang proposalnya belum diberikan sampai sekarang oleh presiden Obama. Menurut beliau, menyampaikan keinginan untuk bergabung dengan meminta proposal untuk dipelajari dulu itu berbeda dengan pernyataan akan bergabung. Namun respon di berbagai media sudah sangat ramai. Seperti biasa pak Jokowi mengatakan semuanya harus dihitung dulu, jika tidak menguntungka ya tidak usah bergabung dengan TPP.

Pak Jokowi berbicara sangat santai bahkan sempat berkelakar beberapa kali. Dengan mimiknya yang keheranan tapi seperti menahan tertawa beliau juga bertanya mengapa masih ada pedebatan tiada habisnya antara haters dan lovers? Seharusnya rakyat sudah menjadi satu lagi setelah pilpres lalu. Saling mendukung untuk kemajuan bangsa dan negara. Beliau mengaku sudah berkali-kali bertemu pak Prabowo setelah pilpres usai dan mereka biasa-biasa saja bahkan sering saling melempar canda jika bertemu.

Ada juga yang disampaikan beliau, off the record namun intinya adalah perang terhadap korupsi tetap akan dilanjutkan namun semua hal memang tidak bisa berubah dalam waktu singkat karena sudah biasa dilakukan atau dijalankan selama puluhan tahun. Contohnya sewaktu masih menjadi gubernur DKI beliau menargetkan sistem ebudgeting harus sudah diterapkan dalam waktu setahun dua tahun setelah beliau terpilih, namun kenyataanya hingga setahun setelah pak Ahok menjadi gubernur sistem tersebut belum bisa berjalan karena tidak didukung DPRD.

Kami juga diminta untuk mengingat sudah berapa lama KPK berdiri dan berapa banyak pejabat yang sudah ditangkap tapi apakah itu menyurutkan pejabat untuk korupsi? Jadi selain konsistensi memerangi korupsi, beliau ingin mengubah sistem. Sistem baru akan membuat orang mengubah kebiasaan karena harus mengikutinya. Dari kebiasaan akhirnya akan menjadi budaya.

Namun dari semua yang disampaikan beliau hanya satu poin yang saya anggap paling penting diantara yang lainnya yaitu ajakan beliau untuk selalu optimis dan membuat tulisan-tulisan positif sehingga dapat menularkan optimisme kepada pembaca.

Setelah acara ramah-tamah tersebut kami foto bersama dengan pak Jokowi per meja. Di sinilah saya bersikap norak gak ketulungan. Begitu meja saya mendapat giliran maju, saya langsung meraih tangan pak Jokowi untuk bersalaman sebelum difoto karena berapa kali kehilangan kesempatan bersalaman dengan beliau. Semua kata-kata yang ingin saya ucapkan untuk beliau jika bertemu langsung, hilang begitu saja dan saya spontan meletakan tangannya di kening saya untuk menunjukan rasa hormat. Setelah berfoto bersama, satu per satu kompasianer di meja saya bersalaman dengan pak Jokowi sekalian salaman pamit dan saya? Salaman lagi! Hahahaaaa....... Syukurnya, doa saya sempat terucap tulus di salaman kedua ini memohon agar beliau selalu sehat. Beliau tersenyum mengangguk. Nantinya, dalam perjalanan kembali ke Gandaria city di dalam bis saya diledekin oleh mas Bechi, salah satu senior di Kompas dengan pertanyaan “Tadi pas cium tangan pak Jokowi, ada yang foto Lintang, gak ya?” Hahahaaaaa..... Malyunya akyuuu.

Sebelum beliau meninggalkan ruangan kami spontan memintanya untuk foto bersama lagi sehingga posisi kami semua berantakan bahkan di tengah-tengah terdapat meja yang cukup mengganggu karena tidak rapi namun kami tidak peduli. Kebahagiaan dapat bertemu langsung, makan siang bersama bahkan curhat kepada presiden membuat kami merasa cukup dekat dengan beliau sehingga masih saja “merengek” untuk berfoto bersama lagi sebelum kami berpisah. Sungguh kenangan yang tak mudah dilupakan.

Terimakasih banyak saya sampaikan untuk kang Pepih, mas Isjet, Nurul dan para admin lainnya yang telah memberi kesempatan tak terduga untuk makan siang bersama dan berbicara langsung dengan presiden RI, pak Joko Widodo. Semoga kegiatan ini dapat terwujud menjadi kegiatan rutin per tiga bulan, sehingga kompasianer lain yang belum diundang memiliki kesempatan juga.

Salam Kompasiana. Indonesia juara!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun