Mohon tunggu...
Elkana Catur Hardiansah
Elkana Catur Hardiansah Mohon Tunggu... Konsultan - Urban Planner, Data Management Learner

Urban Planner, Urban Life enthusiast, Blogger, Traveller, Punya mimpi untuk menjadi lebih besar dari rumahnya Ketua IAP Bidang Kerjasama dan Livable City

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Planolog (Lebih dari Sekadar) Merencanakan Kota

30 September 2019   20:48 Diperbarui: 30 September 2019   20:54 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Refleksi 60 Tahun Pendidikan Planologi di Indonesia

"Cities have the capability of providing something for everybody... only when they are created by everybody". - Jane Jacobs

Kutipan yang diberikan oleh Jane Jacobs, salah satu jurnalis terkemuka dari Amerika Serikat, mengingatkan kepada kita bahwa selayaknya kota dibangun untuk memberi sebesar-besarnya manfaat untuk semua orang dan memberi ruang partisipasi untuk semua pihak dalam proses pembangunannya.

Profesi Planolog sejatinya mewujudkan hal tersebut melalui proses teknokratik dengan serangkaian metode analisis ruang dalam menyusun skenario alokasi ruang tiap kegiatan untuk mewujudkan kota yang inklusif, layak huni, adaptif dan berkelanjutan. (Btw saya lebih suka menggunakan terminologi Planolog dibanding Perencana Kota, jadi nanti kalau ketelingsut diperjalanan tulisan, murni khilaf...)

Pertanyaan yang diajukan pada tulisan ini adalah "Sudah sejauh mana para Planolog melangkah serta apa yang harus dimilikinya?'. Pertanyaan ini menjadi relevan manakala banyak yang menyatakan bahwasanya lebih baik perencanaan kota tidak diserahkan kepada para planolog dengan asumsi permasalahan bertahun-tahun dikerjakan tidak tuntas. Planolog dianggap berpikira terlalu makro, mengawang sehingga tidak mampu menyelesaikan persoalan mikro.

Perencana kota tidak semata-mata profesi yang lahir dari kemapuan melakukan presentasi dengan baik ataupun membuat laporan tertulis dengan menarik. Perencanaan kota adalah profesi / bidang ilmu yang memberikan pemahaman tentang ruang untuk pembangunan, melakukan perancangan atau perencanaan diatas bidang ruang tersebut dan mampu mengkomunikasikan hasil perencanaan/ perancangannya kepada public sebagai bagian dari akuntabilitas.

Untuk menjawab asumsi tersebut maka tulisan ini akan memberikan gambaran mengenai profesi planolog yang bukan hanya merencanakan kota saja. Tidak dalam rangka membangun pembenaran, cuma membangun kesamaan pemahaman antar para stakeholder pengguna maupun yang terlibat didalamnya.

Profesi Planolog; Konsep dan Kompetensi 

American Planning Association (APA), organisasi profesi perencana di Amerika Seikat memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud sebagai perencanaan kota yang baik acuan untuk diikuti oleh para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya.

Good planning helps create communities that offer better choices for where and how people live. Planning helps communities to envision their future. It helps them find the right balance of new development and essential services, environmental protection, and innovative change (American Planning Association's, 2011)

Pemahaman diatas memberikan penjelasan bahwasanya perencanaan kota atau pelaksanaan Profesi perencanaan kota yang baik tidak hanya dilakukan atas nama pendekatan enginnering (rekayasa) yang terkini dan termutakhir. Secara etika, Perencanaan yang baik berorientasi kepada memberi pilihan kepada masyarakat atas tempat bermukim, menyusun tujuan masa depan dan memberikan keseimbangan atas pembangunan baru, layanan dasar, perlindungan lingkungan serta perubahan yang diakibatkan oleh inovasi.

Profesi/ bidang Pendidikan ini memiliki mandat sosial berkerja untuk dan bersama masyarakat dalam mewujudkan ruang yang produktif, layak huni, berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam UU Penataan Ruang. Dalam membangun Kawasan permukiman, para perencana kota juga dibebani sebuah tugas untuk mewujudkan Kawasan permukiman yang mampu membangun kehidupan dan perikehidupan seperti yang diharapakan dalam PP 14/2016.

Untuk melaksanakan tugas dan kondisi yang diharapkan, saya memiliki pendapat atas kompetensi yang harusnya dimiliki oleh Para Planolog dalam menjalankan tugasnya untuk merencanakan kota, Kawasan besar maupun Kawasan permukiman, Kompetensi ini saya simpulkan atas referensi yang dirumuskan baik oleh asosiasi profesi maupun asosiasi sekolah perencanaan.

  • Kemampuan memahami Ruang (space)
  • Definisi serta pemahaman mengenai ruang berkembang seiring dengan perkembangan ideologi, teknologi maupun pertumbuhan penduduk. Doxiadis mengintrpetasikan ruang melalui pendekatan ekistic nya, Kevin Lynch mengintrepetasikan ruang kota melalui elemendasar yang disebut image kota, dan beberapa intrepetasi ruang lainnya. Pemahaman mengenai ruang tidak bisa kaku dan selalu adaptif terhadap arus pembangunan dan perkembangan teknologi.
  • Di era disrupsi teknologi saat ini, dimana arus pergerakan barang dan orang dikelola melalui pendekatan teknologi maka intrepetasi ruang menjadi jauh berubah. Interaksi antara orang dan kegiatan yang membentuk ruang didefinisikan ulang manakala jarak dan transaksi dagang dilakukan melalui genggaman handphone.
  • Sebelum melangkah lebih jauh, perlu saya sampaikan ruang lingkup dan skala perencanaan yang biasanya dilakukan oleh para perencana kota, hal ini agar kita memiliki cara pandang yang sama tentunya. Planolog kerap kali dikenal  bekerja pada ruang makro seperti skala kota dalam bentuk implementasi dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah. Planolog juga bekerja dalam skala meso yang secara sederhana dilakukan pada skala peta 1: 5000 sampai 1 : 1000 dimana alokasi ruang bukan saja mengenai hubungan antar fungsi ruang, melainkan alokasi ruang untuk kepentingan yang lebih detil seperti perizinan.
  • Untuk kebutuhan perencanaan ruang skala mikro, seperti rencana bangunan dan lingkungan, urban design, dan rencana dengan skala dibawah 1: 1000, maka para planolog perlu juga memahami interaksi antara ruang dan orang yang berpengaruh pada alokasi dan desain ruang.
  • Pendidikan Teknik Planologi memberikan dasar-dasar teknokratik dalam melakukan Analisa dan intrepetasi terhadap ruang. Intrepetasi ruang tidak bisa hanya dilakukan dalam tataran makro semata. Kebutuhan untuk merencanakan dalam berbagai skala, menyebabkan pemahaman antar ruang menjadi sangat dinamis terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di ruang yang akan di rencanakan.
  • Perpaduan atas kemampuan memahami ruang dari perspektif keilmuan ditambah respons terhadap perkembangan zaman akan menghasilkan perencanaan ruang yang berorientasi pada permasalahan dan kebutuhan masyarakat dibandingkan pendekatan teoritis dan regulasi yang kaku. Sejatinya setiap sarjana Planologi mempunyai kemampuan ini. Para planolog harus adaptif terhadap proses memahami ruang dari hanya memberikan warna pada peta yang merepresentasikan guna lahan.  Pendekatan-pendekatan baru yang dikembangkan mengacu kepada perkembangan ilmu pengetahuan serta perspektif lapangan harus di internalisasi dalam pengalokasian ruang untuk seluruh kegiatan.
  • Kemampuan menganalisa dan mengintrepetasi data multi sector (Transdisiplin Approach)
  • Ada sebuah kutipan dari Aaron Wildavsky yang cukup dikenal oleh para planolog "If Planning is Everything, Maybe it's Nothing". Kutipan itu dikeluarkan dalam rangka pengingat bahwasanya para planolog yang dilatih dan dididik untuk mengintrepetasikan data multi sektor menjadi satu keterpaduan ruang seringkali tersesat pada beban moral untuk mengakomodir seluruh kepentingan malah kemudian gagal melihat persoalan yang detil.
  • Disiplin Teknik planologi memang sejak awal diminta untuk melakukan alokasi ruang berdasarkan seluruh data dan informasi yang relevan mulai dari ilmu statistik, ilmu geologi, ilmu ekonomi wilayah, hingga remote sensing. Informasi buat yang tidak mengetahui apa yang dipelajari oleh para sarjana planolog terminologi ini mungkin cocok "we learn everything to be able to harmonize it".
  • Kemampuan menganalisa dan mengintreptasi berbagai data dan sumber informasi yang berasal dari berbagai disiplin ini lah yang sedikit membedakan disiplin ini dibanding ilmu yang lain. Mengintrepetasikan berbagai data menjadi satu narasi Analisa yang diikuti oleh alokasinya dalam ruang dan guna lahan adalah signature yang tidak bisa dihilangkan dari seluruh lulusan sekolah Teknik Planologi. Kemampuan melakukan perencanaan dengan pendekatan transdisplin yang membedakan sarjana sekolah perencanaan kota dengan yang lain,.
  • Tentunya melakukan kemampuan menganalisa bukan hanya sebatas bisa membaca seluruh data teknis yang dihasilkan oleh berbagai sektor saja. Kemampuan menganalisa, mengkategorisasi, melakukan klasterisasi, memprioritaskan permasalahan (tanpa harus condong pada salah satu sektor) dan menterpadukan isu adalah sesuatu yang mampu dilakukan oleh para perencana.
  • Kemampuan ini diikuti oleh kemampuan menggunakan metode Analisa terkini berbasis teknologi yang berkembang sesuai dengan kebutuhan. Perkembangan teknologi yang memancing inovasi dan kreasi dalam merumuskan perencanaan kota yang adaptif terhadap perkembangan ruang.
  • Kemampuan advokasi dan Kolaborasi 

"Mengapa lulusan planologi lihai dalam menuyusun presentasi dan menulis laporan dengan sistematis?". Pertanyaan atau pernyataan yang seringkali dilontarkan ketika bekerja dengan para perencana kota.

Planolog berurusan dengan manusia dan merencanakaan ruang yang akan dipakai oleh manusia dalam berkarya. Oleh sebab itu, meyakinkan manusia untuk dapat menerima hasil kerjanya dalam bentuk diseminasi, konsultasi maupun diskusi adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh para planolog. Ketika para planolog bekerja untuk kepentingan publik, maka publik adalah pihak yang paling besar untuk diyakinkan produknya. Bukan bowheer, bukan pula klien, apalagi pihak berkuasa. Karena perencanaan yang baik adalah  "helps create communities that offer better choices for where and how people live". 

Dengan beban demikian, maka kemampuan komunikasi dan advokasi kepada publik atas konsep rancangan alokasi ruang yang dirumuskan atas wilayah g kota menjadi salah satu kompetensi vital yang dimiliki oleh para planolog. Kemampuan meyakinkan, menginisiasi partisipasi maupun membangun kesadaran kolektif publik atas visi ruang yang disusun berdasarkan pendekatan teknokratis serta melihat dan merasakan permasalahan yang dialami oleh Warga.

Planolog sebagai ahli multidisiplin harus dapat menterpadukan kepentingan sektoral maupun antar stakeholder dalam rangka mewujudkan optimasi ruang berdasar kepada keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Proses menterpadukan ini dilakukan melalui pendekatan  kolaboratif yang menjamin perencanaan ruang menjadi proses yang inklusif. Perencanaan yang berkolaborasi dengan banyak pihak diharapkan mengakomodir seluruh kepentingan terutama kepentingan kelompok marginal.

Kembali kepada pertanyaan diawal, melakukan presentasi dan merangkai laporan yang runtut dan nyaman untuk dipelajari adalah KEMAMPUAN SAMPINGAN atas tuntutan untuk melakukan advokasi serta kolaborasi antar pihak. Adanya mata kuliah Teknik Presentasi, tidak serta merta menasbihkan para planolog sebagai ahli presentasi. Karena tukang jual obat pun ahli presentasi.

Hal itu merupakan tuntutan logis atas harapan tiap sekolah Teknik planologi di Indonesia agar sarjananya mampu mengadvokasi kepentingan publik atas seluruh produk rencana yang disusunnya serta berkolaborasi dengan banyak pihak dalam proses penyusunannya.

Ketiga kompetensi dasar yang saya simpulkan tidak dimaksudkan untuk mengeneralisir bahwasanya semua perencana harus memiliki. Karena saya tidak memiliki kompetensi ataupun otoritas untuk melakukan itu,. Ketiga kompetensi itu lahir dari sebuah perenungan atas masa depan Pendidikan Teknik Planologi di usia ke 60 dan para lulusannya,

Apakah lulusan sekolah perencanaan kota hanya membatasi profesinya dalam perencanaan kota saja. Saya rasa semua sudah sepaham, bahwasanya Pendidikan tinggi di seluruh bidang studi memberikan berkal kepada individu atas metode dan dasar keilmuan atas bidang yang dipelajarinya. Bekal yang kemudian dapat dimanfaatkan pada segala bidang pekerjaan. Begitu pula dengan para lulusan sekolah perencanaan di Indonesia yang memiliki spektrum berkipras yang cukup luas tergantung pada nasib, minat, kesempatan maupun pilihan.Ketiga kompetensi diatas saya sebut sebagai signature yang tidak mungkin bisa hilang dari para lulusan sekolah perencanaan dimanapun dia bekerja.

Mandat Para Perencana Kota

"Planning, also called urban planning or city and regional planning, is a dynamic profession that works to improve the welfare of people and their communities by creating more convenient, equitable, healthful, efficient, and attractive places for present and future generations." (American Planning Association's, 2011)

Pekerjaan perencanaan kota adalah pekerjaan yang berorientasi kepada kepentingan warga kota dan publik secara umum. Walau pernyataan tersebut bisa diputar-putar layaknya pernyataan para politisi, tetapi semua yang pernah mengenyam Pendidikan Teknik Planologi akan paham apa maksud dari kepentingan warga tersebut.

Pemaknaan kepentingan warga dan publik, baik diperhalus maupun diperkuat, tetap akan kembali pada nilai-nilai mengembalikan kesejahteraan warga kota dan memberikan alokasi ruang dengan prinsip berkeadilan, inklusif dan berkelanjutan. Para planolog tidak semata-mata bekerja atas nama kesahihan Analisa dan kecanggihan metode analitik, apabila kesemuanya tidak bisa menjamin alokasi ruang yang berkeadilan.

Mengutip sedikit pernyatan Carmon (2013) " .... society needs a body of knowledge and a group of carriers of this knowledge, who have a holistic view of the many components involved in the planning of the built environment and who can assimilate and integrate them into complex development processes". Pembangunan Perkotaan di Abad 21 yang demikian cepat ditandai dengan arus urbanisasi yang tinggi dan diikuti oleh penurunan kualitas lingkungan hunian semakin menegaskan kebutuhan perencana kota dalam dimensi pembangunan, khususnya di Indonesia

Beberapa tahun ini, bidang ilmu perencanaan kota mengalami berbagai tantangan dimana bidang ini dianggap (i) terlalu generalis dan tidak menyentuh persoalan mendasar; (ii) tidak inovatif dan berorientasi pada metodologi yang membosankan; (iii) hanya bisa merencana tanpa ada aksi; (iv) menghambat perizinan; (v) pekerjaan yang bisa dilaksanakan oleh profesi lain yang sudah baca-baca buku perencaan kota; dan (v) bukan bidang yang relevan dengan keinginan untuk percepatan pembangunan infrastruktur.

Sejatinya hal itu bukan membuat para lulusan sekolah perencanaan kota maupun inidividu yang berprofesi sebagai perencana kota kemudian berkecil hati maupun bersikap inferior terhadapnya. Sebagai bagian dari evaluasi kiprah para perencana setelah 60 tahun, hal-hal tersebut harus direspon baik dari pendidik di Kampus, organisasi profesi, maupun para individual yang memiliki passion di dunia perencanaan kota.

Menjadi seorang perencana kota tidak hanya mengimplementasikan Analisa-analisa termutakhir, metodologi tercanggih dalam prosesnya atau mempresentasikan secara ciamik. Menjadi Perencana Kota adalah melakukan alokasi sumber daya ruang yang menjamin keadilan seluruh kelompok, mensejahterakan warga kotanya, menghubungkan warga dengan ruang (people and place) dan menjamin keberlanjutan lingkungan.

Selamat Ulang Tahun Pendidikan Teknik Planologi yang ke 60.

The Proud and The Planners

Elkana Catur Hardiansah

Alumni Teknik Planologi

Tulisan juga dimuat di https://tuturcatur.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun