Mohon tunggu...
Catur Warna
Catur Warna Mohon Tunggu... Wirausaha -

Milanisti | Kajian filsafat islam dan tasawuf | Membaca dan menulis | Penikmat kopi hitam | Editor di www.bincangkopi.com | \r\ncontact: akrom@bincangkopi.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Para Kyai Penjaga Indonesia: Gus Sholah dalam Twitter

11 Februari 2012   17:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46 5959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_170286" align="alignleft" width="300" caption="Gus Sholah di Atas Kursi"][/caption] Sejak sore tadi, hujan tak kunjung reda. Karena tidak ada kerjaan, saya mengisi waktu dengan mebuka akun twitter. Awalnya, saya mengikuti Trending Topic World Wide (TTWW). Selain ketidakjelasan kategori kenapa menjadi TTWW, ternyata cukup membosankan mengikuti arus informasi yang cepat berubah-ubah. Akhirnya saya putuskan mengikuti tweet orang-orang yang saya follow. Dari ratusan orang yang saya ikuti, saya memilih Kyai Sholahuddin Wahid yang akrab disapa Gus Sholah (@Gus_Sholah).

Dalam benak saya, Gus Sholah sedang melakukan ceramah dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Beliau memanfaatkan media twitter sebagai sarana untuk berbagi ilmu. Kali ini beliau memaparkan tentang pandangan hidup para Kyai sepuh yang kalem dalam menjalani hidup. Mereka adalah sosok penerus nabi yang menjalankan sunnah dan mendirikan agama. Masalah hidup, mereka percayakan kepada yang membuat hidup.

Singkat cerita, kira-kira demikian beliau berkisah melalui akun twitternya:

“Syahdan. Di Tebuireng, dulu ada sosok Kyai Idris Kamaliyang sangat dihormati masyarakat. Tak hanya masyarakat sekitar Tebuireng, bahkan mantan presiden RI ke dua pun sempat menyambangi kediaman beliau.Menurut cerita, Kyai Idris hanya menerima santri yang ia tes sendiri, kurang lebih sekitar 15 orang. Santri-santrilolos seleksi dibiayainya.Kyai Tolchah Hasan (Menteri Agama era Gus Dur), merupakan salah satu santrinya. Dari bawah kasurnya, Kyai Idris mengambil uang, membantu siapa saja yang membutuhkan.

Menurut cerita Kyai Tolchah Hasan; suatu hari ia diberi tugas membersihkan kamar Kyai Idris. Penasaran ingin mengetahui seberapa banyak uang sang Guru, ia memasukkan tangan ke bawah kasur. Ia tak menemukan adanya uang.Karena rasa ingin tahu Talchah Hasan yang tinggi, ia mengangkat kasur gurunya dan, ternyata tak sepeserpun ia temukan.

Kyai Tolchah merasa bingung. Sebab, Kyai Idris tinggal di kamar samping masjid. Tak pernah keluar kamar, kecuali ke masjid. Yang membuat Tolchah bingung, tiap ada orang yang membutuhkan uang, Kyai Idris selalu punya. Dugaan Tolchah, uang itu ada secara tiba-tiba.

Pada tahun 1970-an, Pak Harto datang ke Tebuireng. Kyai Idris tak menemuinya karena sedang mengajar. Beliau tetap mengajar santri-santrinya hingga selesai.Satu waktu, para santri ingin belajar Ihya Ulumuddin. Sang Kyai tak berani langsung mengajar, Meski sudah berkali-kali membaca dan mengajarkan kitab tersebut. Sebelum mengajar, beliau melaksanakan shalat hajat, meminta izin kepada empunya kitab (Imam Ghazali). Setelah shalat beberapa minggu, suatu malam Kyai Idris bermimpi,beliau bertemu Imam Ghazali. Singkat cerita, beliau memperoleh izin dan, besoknya baru mengajarkan kitab tersebut kepada para santri.

Sebagai Kyai kampung, beliau memiliki kambing. Kemana pun kambing itu pergi, tak ada yang mengganggu. Bahkan naik kereta api pun diizinkan kondektur.Suatu hari kambing itu dicuri orang. Si pencuri menjualnya ke pasar. Masyarakat curiga itu kambing milik Kyai Idris.Tak satu pun orang yang mau membelinya. Akhirnya si pencuri mengembalikan kambing kepada pemiliknya.

Tahu bahwa pencuri itu sedang kesulitan uang, sang Kyai memberikan kepadanya. Berita tersebut, secepat cahaya menyebar ke seluruh penjuru Tebuireng. Mengetahui hal tersebut, masyarakat berduyun-duyun, berebutan untuk membeli kambing yang diberikan sang Kyai.

***

Di Cihadu, Pandegelang, dulu ada sosok Mbah Dimyati. Suatu saat, Pak Habibie menyempatkan diri sowan ke rumah beliau. Saat itu beliau sedang wiridan (baca: membaca dzikir). Terpaksa mantan presiden RI ke tiga iniharus menunggu lama. Setelah berbincang-bincang, presiden pamit dan menyampaikan sumbangan cukup besar untuk pesantren.Ternyata, sumbangan tersebut ditolak secara halus oleh Mbah Dimyati. Kyai seperti inilah yang mungkin diberi ilmu [laduni]. Walau tidak banyak, masih ada kyai semacam itu.

Umumnya, mereka tidak banyak dikenal. Karena memang tidak ingin terkenal.Kyai Idris dan Mbah Dimyati adalah dua sosok ulama pewaris nabi yang sebenarnya. Mereka sudah tak peduli masalah dunia. Yang ada hanya shalat, membaca ayat Tuhan dan, mengajar. Tak ada yang mereka takuti kecuali yang Maha Hidup. Doa-doa kyai yang bersih jiwanya itulah yang masih menolong Indonesia, tulis Gus Sholah menutup kisahnya.

Ciputat, 11 Februari 2012

Catur Warna

NB: Tweet Gus Sholah di atas telah sedikit dimodifikasi penulis dengan maksud agar lebih terstruktur. Sedikit pun tak ada tujuan untuk mengurangi isi yang disampaikan Gus Sholah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun