Mohon tunggu...
Catur Nurrochman Oktavian
Catur Nurrochman Oktavian Mohon Tunggu... Guru - guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membaca adalah "Jantungnya" Pendidikan

31 Agustus 2018   17:30 Diperbarui: 31 Agustus 2018   17:55 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak Indonesia merdeka, dunia pendidikan nasional telah berjalan selama puluhan tahun. Bahkan pendidikan di tanah air sebenarnya telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda (meski dilakukan secara terbatas). 

Selama puluhan tahun tersebut, dunia pendidikan kita sudah mengalami pergantian kurikulum berganti ganti. Namun secara umum, tetap tidak merubah wajah dunia pendidikan kita. Mengapa begitu? Apa sebenarnya yang terjadi, sehingga wajah dunia pendidikan kita, umumnya tertinggal jauh dibandingkan negara negara maju.

Menurut saya, kegiatan pendidikan tidak dimulai dari "Jantungnya" yaitu menumbuhkan kebiasaan membaca. Robert Farr mengatakan bahwa, "membaca adalah jantungnya pendidikan" (Seminar KAGUM, 26 Maret 2016). 

Begitu pentingnya membaca dalam dunia pendidikan, maka lulusan AMS (sekolah Belanda dulu), mewajibkan muridnya membaca 25 judul buku hingga lulus. Dampaknya dapat kita lihat pada tokoh tokoh pendiri bangsa yang "mencicipi" sistem pendidikan sekolah Belanda dulu, yang memiliki kekuatan intelektual yang baik seperti tertuang dalam berbagai karya tulis mereka.

Mengapa dalam dunia pendidikan kita saat ini, peserta didik tidak dibangun terlebih dahulu dari pondasi dasarnya yaitu kesukaan dan minat untuk belajar melalui membaca buku?

Padahal buku adalah jendela ilmu pengetahuan (tagline yang sudah terlalu sering saya baca!). Dari buku kita dapat menemukan berbagai informasi dan pengetahuan, melalui buku kita dapat menumbuhkan serta membentuk karakter dan kepribadian seseorang, dan melalui buku pula peradaban suatu bangsa dapat terbangun. Kemajuan peradaban suatu bangsa tidak terlepas dari bagaimana generasi bangsa tersebut mencintai buku.

Konon, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang malas membaca, apalagi menulis. Anak-anak Indonesia sedari kecil lebih senang berjam-jam menonton televisi dan memainkan gawai dibandingkan membaca buku. Kenyataan ini memperlihatkan sebenarnya telah terjadi persoalan serius yang mendera bangsa ini. Rendahnya pengetahuan masyarakat yang diakibatkan karena rendahnya kemampuan membaca. 

Pengetahuan masyarakat yang rendah akan berakibat pula pada rendahnya produktifitas dan standar kehidupan suatu masyarakat. Dalam membangun peradaban suatu bangsa, maka rendahnya budaya dan kemampuan membaca menjadi sebuah permasalahan serius. Demikian pula dengan kemampuan menulis. Kemampuan membaca yang rendah akan berhubungan pula dengan rendahnya produktifitas menulis. 

Dalam sebuah surat kabar harian lokal Bogor (edisi 8/3/2016) dimuat tentang rendahnya produktifitas para akademisi Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia. Indikatornya dilihat dari jumlah publikasi ilmiah pada jurnal jurnal Internasional. 

Sungguh miris dan memilukan, mengingat Malaysia konon di tahun 1970-1980, banyak belajar dari Indonesia dengan mendatangkan guru/dosen Indonesia untuk mengajar di sana. Namun kenyataan yang kita temui saat ini justru kebalikannya. Dalam beberapa hal di bidang pendidikan, Malaysia seringkali unggul dari Indonesia.

Adakah yang salah dalam sistem pendidikan kita? Menurut hemat penulis, pendidikan Indonesia telah menghilangkan "jantungnya dari suatu pendidikan" yaitu membaca.

Budaya membaca yang rendah ini mungkin bukan kali ini saja,  mungkin sudah sejak jaman saya sekolah SD sekitar tahun 1980-an. Namun ketika itu, yang masih saya ingat, sangat mudah ditemui bacaan-bacaan untuk anak-anak yang menarik seperti Tintin, Lima Sekawan, Sapta Siaga, dan lain-lain. 

Meskipun produk kreatifitas dari impor dengan setting dan tokohnya tidak menggambarkan Indonesia, namun kental unsur unsur pendidikan di dalamnya seperti toleransi, kerjasama, berani membela kebenaran dan keadilan, dan sikap positif lainnya. 

Dan bahan bacaan produk lokal yang cukup menarik untuk menumbuhkan minat baca anak anak di masa itu, adalah karya RA. Kosasih, Mahabrata, Bharatayudha, Ramayana, dan sebagainya, yang mudah dijumpai pada toko-toko buku dan taman bacaan ketika itu.

Namun bagaimana dengan keadaan saat ini?. Gempuran teknologi smartphone berbasis android yang begitu deras membuat ketergantungan anak-anak pada gawai begitu besar dan menjadi suatu hal yang tidak terelakkan terjadi saat ini. Anak-anak lebih suka bermain games, dibandingkan membaca apalagi menulis. 

Banyak upaya dari masyarakat saat ini dan juga pemerintah untuk "kembali" menumbuhkan budaya membaca dan menulis (literasi), karena kemajuan peradaban suatu bangsa diyakini berhubungan erat dengan budaya literasi yang dikembangkan oleh masyarakatnya. Tidak ada kata terlambat bagi negara dan bangsa kita untuk memulainya. Lalu bagaimana cara membudayakan membaca dan menulis? Menurut penulis, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan:

Pertama, mulailah dari diri sendiri. Sadarkan diri dengan membaca secara rutin. Tidak usah terlalu banyak dahulu. Mulailah seperti pepatah mengatakan; sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. 

Jadikan membaca sebagai suatu kebutuhan, dan harus ada buku yang dapat dibaca ketika waktu luang kita, misalnya; ketika sedang menunggu seseorang, saat dalam perjalanan, atau pada berbagai kesempatan yang memungkinkan kita untuk membaca. 

Budaya serupa sering dilakukan oleh masyarakat di negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Australia, sehingga tidak heran jumlah buku yang diterbitkan di negara-negara tersebut, jauh melampaui jumlah penerbitan buku di tanah air. Berapa jumlah buku yang telah Anda baca selama setahun belakangan ini?.

Kedua, mulailah ajak lingkungan sekitar kita untuk turut serta membudayakan membaca. Mulailah dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Biasakan memberi hadiah buku-buku bacaan kepada anak-anak kita. Ajaklah "wisata" ke toko-toko buku (di mall pun ada). Buatlah anak-anak "having fun" dengan berburu buku-buku bacaan di perpustakaan atau toko buku. Jika memungkinkan, buatlah perpustakaan pribadi di rumah Anda. 

Kebiasaan membaca di keluarga dimulai dari ayah dan ibu sebagai role model utama. Anak akan lebih mudah meniru perilaku positif dari lingkungan terdekatnya yaitu orang tua. Membaca koran di pagi hari, membaca buku-buku di tengah waktu santai keluarga, merupakan contoh yang sangat baik dari orang tua dalam menularkan budaya membaca kepada anak-anaknya di rumah.

Ketiga, gerakkan masyarakat di sekitar baik di sekolah maupun lingkungan rumah untuk membudayakan membeli dan membaca buku. Dan masyarakat harus disadarkan bahwa buku adalah karya intelektual yang harus dihargai dengan membeli yang asli dan bukan bajakan atau hasil duplikasi/fotokopi, kecuali telah mendapatkan ijin dari penulisnya. 

Karena memfotokopi tanpa ijin penulisnya adalah suatu pelanggaran hak cipta. Hargai hak cipta orang lain dengan membelinya, agar si penulis semakin bergairah menghasilkan karya-karya selanjutnya.

Keempat, beri hadiah buku-buku bacaan pada anak didik kita di kelas setiap kali mereka berprestasi. Dan doronglah anak didik kita untuk berkarya. Bukukan karya mereka seperti puisi, cerpen, laporan pengamatan, dan beragam hasil tulisan ringan mereka, agar anak didik kita termotivasi. 

Jangan mengharapkan hasil karya tulis anak didik kita sesempurna layaknya karya-karya para pakar menulis. Hargai proses mereka dalam berkarya, sehingga mereka akan termotivasi terus untuk berkarya yang jauh lebih baik di masa mendatang. Guru pun harus memberikan contoh dengan menjadi role model bagi anak didiknya dengan menghasilkan karya tulis yang dibukukan, sehingga anak didik akan bangga dan termotivasi untuk kreatif seperti gurunya.

Kelima, sisihkan dana setiap bulannya (semampunya) untuk membeli buku-buku bacaan. Jangan ragu untuk membeli buku. Dengan membeli buku-buku secara rutin, sebenarnya tanpa disadari kita telah menginvestasikan hal yang penting dalam pengembangan diri kita. Jangan berpikir untung rugi dalam mengembangkan diri. Apalagi bagi guru yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi. 

Dana tersebut memang menjadi hak sepenuhnya untuk digunakan oleh si penerima tunjangan, namun harus ada kesadaran dari seorang guru untuk menyisihkan anggaran tunjangan sertifikasi tersebut, untuk pengembangan diri yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas keprofesionalan guru di sekolah.

Kelima upaya tersebut di atas, semoga dapat membantu menumbuhkan geliat membaca bangsa kita. Dalam upaya menumbuhkan minat membaca tersebut dibutuhkan kesungguhan dan konsistensi. Semoga tidak hanya euforia sesaat dan akhirnya mati suri. Rutin sedikit demi sedikit jauh lebih baik daripada banyak, namun hanya dilakukan di awal, kemudian berhenti bahkan hilang sama sekali. 

Harus ada upaya memelihara komitmen dalam diri dengan menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan sehingga membaca sebagai "jantungnya pendidikan" yang mengalirkan "darah segar" pengetahuan ke semua lini.

Apa yang terjadi jika jantung dalam tubuh kita berhenti? Maka itulah saatnya kematian datang menghampiri. Begitu pula dengan membaca. Dan jika membaca tidak lagi menjadi suatu prioritas penting dalam dunia pendidikan, maka tunggu saatnya dunia pendidikan itu "layu dan akhirnya mati". Saya dan juga Anda tentunya tidak berharap hal tersebut terjadi bukan?

Bogor 26 Maret 2016.

Sepulang dari Seminar KAGUM Bogor di Sekolah Citranusa, Cibinong. Jam 17.30 Wib.

Catur Nurrochman Oktavian (CNO)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun