Mohon tunggu...
Catur Nurrochman Oktavian
Catur Nurrochman Oktavian Mohon Tunggu... Guru - guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Kehidupan di Commuter Line

31 Agustus 2018   04:38 Diperbarui: 31 Agustus 2018   04:45 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi itu, denyut nadi kehidupan begitu cepat terasa di stasiun Bojonggede. Meski mentari pagi masih belum beranjak namun suasana kehidupan sudah begitu terasa. Lalu lalang paramuda di jalan lengkap dengan segala atributnya siap menjemput rizki yang sudah ditetapkan.

Berdesak desakan di kereta commuter sudah menjadi pemandangan umum terutama di jam-jam sibuk. Pernahkah Anda mengalami hal yang sama? Berangkat pagi subuh sebelum mentari bersinar, dan pulang ketika mentari telah beranjak ke peraduannya. Inilah kehidupan para penglaju yang dalam bahasa kerennya commuter.

Pola mobilitas ulang alik menjadi karakteristik khas kehidupan di daerah sub urban sebagai penyangga kota besar. Fenomena ini mudah dijumpai di daerah penyangga Jakarta yaitu Botadebek (Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi) atau kota kota besar lainnya di Indonesia.

Apa yang menarik sehingga perlu diamati dan dituangkan ke dalam tulisan? 

Coba Anda amati orang-orang di kereta: berdiri berdesak desakan, ada yang duduk tertidur lelap menjemput impian, ada yang ngobrol, ada yang asyik main gawai, dan hanya sedikit yang sambil baca koran atau buku.

Pagi buta berangkat dan menjelang malam gelap kembali ke peraduan dan beristirahat menyiapkan energi untuk besok kembali naik kereta dan seterusnya. Begitu sepanjang hari, sepanjang minggu hingga berbilang tahun. Itulah semangat kehidupan.

Dulu menurut cerita tetangga saya yang salah satu Angker (Anak Kereta), tidak jarang para penumpang karena seringnya bertemu maka terjalin keakraban satu sama lain. Bahkan ada arisan dan terbentuk komunitasnya. Dari interaksi yang terus menerus apalagi lawan jenis, maka selain menumbuhkan kebersamaan, kedekatan, tidak jarang berakhir ke hubungan 'spesial'.

Saat ini kereta api sudah menjadi moda transportasi favorit masyarakat sejak perubahan sistem manajemen di masa direktur utama Kereta Api Indonesia (KAI) dijabat oleh Ignatius Jonan~Saat ini menjabat menteri perhubungan era pemerintahan Jokowi-JK. Kereta ekonomi yang kumuh, bau, penumpang naik di atap KA, pedagang asongan yang hilir mudik dalam kereta yang penuh sesak, WC yang bau dan berbayar hanyalah cerita masa lalu tentang kondisi perkereta apian kita.

Saat ini keadaan itu sudah jauh berubah. Kereta ekonomi yang nyaman ber-AC, tidak ada hilir mudik pedagang, tidak ada penumpang di atap KA, WC yang bersih juga gratis, pembelian tiket online dan menggunakan mesin, serta jumlah perjalanan yang lebih banyak adalah wajah kereta masa kini yang modern.

Hal tersebut membuktikan bahwa perubahan sistem manajemen transportasi kereta api telah berhasil dilakukan. Meskipun demikian masih dijumpai fenomena penumpang yang berdesak desakan akibat animo masyarakat semakin besar dalam menggunakan moda transportasi ini.

Sepanjang perjalanan hingga Tanah Abang di pagi itu, saya melihat pemandangan yang jauh lebih baik. Dulu gubuk-gubuk liar menjelang stasiun Karet dan Tanah Abang menjadi pemandangan yang begitu mencolok terlihat dari dalam kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun