Bagi sebagian besar orang, kemampuan menulis dianggap hanya milik para pujangga, penyair, sastrawan, dosen, dan kaum cerdik cendekia lain sekelas profesor. Bagaimana dengan guru? Oh, tentu guru juga, karena sesuai ketentuan pemerintah tentang kenaikan pangkat guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) salah satunya poinnya dipenuhi dari bidang tulis menulis. Meski faktanya guru menulis kebanyakan hanya berkutat pada urusan administrasi pengajaran.Â
Guru menulis di media massa masih sangat jarang atau bahkan dibilang tidak ada. Tulisan artikel opini di media massa umumnya didominasi para dosen atau para profesional di bidangnya.
Namun setahun terakhir ini, mulai muncul fenomena guru menulis di media massa lingkup lokal. Hal yang patut diapresiasi karna guru sudah berani menulis dan karyanya dipublikasi.Â
Dengan adanya gerakan literasi sekolah, setidaknya berdampak mulai tumbuhnya minat membaca dan menulis di kalangan guru dan siswa meski prosentasenya masih sedikit. Antusiasme lain terlihat dari mulai maraknya guru yang belanja buku dan mengikuti workshop atau pelatihan menulis yang diadakan berbagai lembaga.Â
Salah satunya kelas menulis yang diadakan oleh komunitas gemar menulis dan membaca (KAGUM) yang hingga awal Maret 2017 sudah memasuki angkatan ketiga. Â Yang menariknya adalah para guru peserta kelas menulis KAGUM itu datang dari berbagai penjuru Kabupaten Bogor yang berjarak cukup jauh dari lokasi pelaksanaan kelas menulis di Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor di wilayah Cibinong. Selain itu yang patut diapresiasi adalah para guru ini rela merogoh kocek pribadinya berbagi dengan anggaran kebutuhan keluarga lainnya dengan satu tujuan agar dahaga bisa menulis terpuaskan.
Hal yang mengharukan para mentor adalah kemauan keras para peserta yang bertekad mengalahkan rasa takut yang muncul dalam menulis. Ketakutan para peserta ini wajar muncul karena tidak terlatih saja hingga merasa bahwa menulis itu bagaikan membawa beban jutaan ton di punggungnya dan akhirnya kata-kata benar-benar sulit keluar dari pikiran. Kegigihan peserta dan kemauan yang kuat mendorong semangat para mentor untuk memberikan pelayanan terbaik pada saat tatap muka maupun secara daring melalui diskusi di grup Whatsapp kelas menulis.
Yang perlu ditanamkan kepada para guru yang mulai tertarik belajar menulis adalah menulislah untuk senang. Kesenangan dan kebahagiaan yang besar akan dirasakan oleh para guru yang menyadari manfaat besar yang diperoleh dari menulis diantaranya menyehatkan jiwa dan pikiran.Â
Mengutip dari pernyataan salah satu peserta kelas menulis angkatan kedua--Titik suryani-- yaitu menulis bukan untuk mencari menang tetapi menulis untuk senang. Sumbatan pikiran, keluh kesah yang terpendam di hati akan luruh seiring jari jemari mengalirkannya dalam untaian kata dan kalimat yang tersusun nyata. Hal yang menarik adalah para peserta ada yang telah menulis di masa lampau. Tetapi karena kesibukan rutinitas mereka maka "passion" menulis ini seakan lenyap tertelan gelombang waktu yang terus berjalan.Â
Dengan adanya kelas menulis yang diselenggarakan komunitas ini, maka seolah mereka menemukan habitatnya kembali. Seakan menemukan surga yang hilang.Â
Bagai ikan menemukan air sehingga membangkitkan kembali gelora menulis yang hampir padam. Benar adanya yang dilontarkan para penulis terdahulu bahwa menulis adalah keterampilan yang perlu terus menerus diasah. Jika lama kita tidak mengasahnya maka lambat laun jemari dan otak yang sudah mendekat akan kembali terpaut jarak yang jauh. Untuk mendekatkannya kembali tentu akan membutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit.
Wallahu alam bishowab