Mohon tunggu...
Politik

Bisakah Kita Mengatasinya?

12 Mei 2019   13:50 Diperbarui: 12 Mei 2019   13:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, makalah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul "Bisakah Kita Mengatasinya?" dengan tema Kemanusiaan di Bumi Pertiwi ini dapat selesai tepat waktu. Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat kesehatan baik jasmani maupun rohani, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini untuk tugas akhir Pendidikan Kewarganegaraan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu.

Makalah ini membahas mengenai tindak dan perilaku kemanusiaan yang terjadi di bumi Indonesia ini. Penulis menyertakan makna ibu pertiwi, bagaimana tindak kemanusiaan di Indonesia, dan juga pendapat penulis mengenai kemanusiaan yang terjadi di bumi Indonesia.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada Frater Antonius Bagas, SJ. yang telah memberikan tugas ini kepada penulis dan KKL lain.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat berguna dan menambah pengetahuan bagi yang membacanya.

Semarang, 9 Mei 2019

Penulis

PEMBAHASAN

Indonesia sebagai Ibu Pertiwi sudah sering digunakan sebagai personifikasi untuk mendeskripsikan Indonesia. Makna Ibu Pertiwi bagi Indonesia tak lain adalah tanah airku, tanah tumpah darahku, tempat berlindung, tanah yang suci, tanah yang sakti, hutan gunung sawah dan lautan, simpanan kekayaan. Sang Ibu Pertiwi menjadi sosok seorang ibu yang dicintai, ibu yang membuai dan membesarkan anak anaknya, yang dapat bersedih hati, bersusah hati, berlinangan air mata, merintih dan berdoa, bergembira, dan tempat untuk berbakti dan mengabdi.

Semua warga bangsa Indonesia adalah anaknya, anak bangsa atau putra kesayangannya. Karena ini adalah konsep nasional, maka makna konteksnya berbicara mengenai konsep kenegaraan. Indonesia adalah Indonesia dan konsep ini terserap dan diartikan bermakna khusus dalam alam perjuangan nasional Indonesia. Personifikasi dari sosok yang dibela, yang mendasari sikap kepahlawanan dan menjadi alasan jiwa patriotik, baik dalam masa perjuangan sebelum dan setelah kemerdekaan. Atas nama Ibu Pertiwi, pengorbanan jiwa dan raga, hidup atau mati, adalah bukti jiwa pengabdian dan kecintaan pada negeri yang merdeka.

Praktik kemanusiaan di Indonesia masih banyak yang memprihatinkan, dan bahkan Komnas HAM belum bisa untuk mengatasi penyimpangan hak asasi manusia yang keterlaluan dan merajalela di seluruh pelosok Indonesia. Contohnya seperti tragedi yang terjadi pada tahun 1998. Dikatakan bahwa pada periode tahun 1997-1998 terjadi kasus penghilangan orang secara paksa, dan terlihat dengan jelas bahwa tindakan ini sudah tidak humanis.

Kemudian dilanjutkan pada Mei 1998, aparat keamanan bersifat represif dan bertindak terlalu keras dalam menangani demonstrasi mahasiswa di depan Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998. Banyak mahasiswa yang terluka parah dan empat mahasiswa meninggal dunia akibat tragedi tersebut. Sehari setelahnya, muncul tragedi lain, yaitu Kerusuhan 13--15 Mei 1998. Dalam peristiwa ini terjadi pembunuhan, penganiayaan, perusakan, pembakaran, penjarahan, penghilangan paksa, perkosaan, serta penyerangan terhadap etnis Tionghoa.

Pada tahun 1998 terjadi juga Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 13 November 1998. Saat itu mahasiswa berdemonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR yang dinilai inkonstitusional, menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI, dan meminta Presiden segera mengatasi krisis ekonomi. Mahasiswa yang melakukan demonstrasi di sekitar kampus Universitas Atma Jaya, Semanggi, Jakarta, dihalangi aparat bersenjata lengkap dan kendaraan lapis baja. Ketika mahasiswa mencoba bertahan, tiba-tiba terjadi penembakan oleh aparat.

Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo. Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang lainnya. Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya BR Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo. Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai sebanyak 253 orang lainnya.

Serangkaian kejadian yang terjadi pada periode tahun 1998 ini sangat biadab dan tidak manusiawi. Bagaimana aparat keamanan dengan tanpa perasaan membabi buta mahasiswa yang melakukan demonstrasi hingga menimbulkan empat orang mahasiswa meninggal, itu merupakan tindakan yang sudah di luar nalar manusia. Kasus seperti ini pun tidak dapat dipermasalahkan, karena tidak ada yang tahu siapa yang menembak empat mahasiswa yang terluka ini. Tentu saja hal ini amat sangat tidak adil untuk keluarga dari mahasiswa yang meninggal.

Di zaman sekarang ini, pelanggaran HAM masih sangat banyak terjadi. Seperti pelecehan seksual, bullying, body shaming, dan lain-lain. Mungkin tindakan kekerasan seperti tragedi tahun 1998 sudah tidak lagi umum, tapi masih ada beberapa orang yang memiliki pemikiran untuk melakukan itu (seperti contoh : kasus pengeboman di gereja Surabaya menimbulkan beberapa anak meninggal). Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi Indonesia adalah kasus-kasus seperti bullying yang semakin lama semakin parah.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita harus menjadi warga yang bisa mengangkat wajah bangsa kita dan tidak terperangkap dalam masalah yang dibuat oleh kita sendiri. Masalah mengenai tindakan kemanusiaan ini harus segera diatasi dengan berpikiran lebih terbuka dan memiliki wawasan yang lebih luas. Kemanusiaan di bumi pertiwi kita ini sedang mengalami krisis, dan kita sebagai anak-anak ibu pertiwi harus bisa membuat bangsa kita bangga akan pencapaian yang menakjubkan.

REFLEKSI

Dari pembahasan, dapat diketahui bahkan bangsa Indonesia pernah menghadapi krisis kemanusiaan yang sangat serius dan bahkan mengorbankan nyawa orang-orang karena masalah internal yang terjadi di dalam bangsa kita sendiri. Seperti tragedi tahun 1998, dapat dilihat bahwa aparat keamanan bertindak sangat biadab dalam mengatasi demonstrasi mahasiswa yang terjadi.

Kita sebagai generasi milenial penerus bangsa harus bisa mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi pada zaman sekarang ini. Banyak sekali krisis yang terjadi pada zaman ini, contohnya bullying di sosial media ataupun secara langsung, body shaming, pelecehan seksual, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang tidak viral dan bahkan tidak sampai ke meja pengadilan.

Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya kita memperdalam ilmu kita tentang pendidikan kewarganegaraan, bagaimana untuk menjadi warga negara yang baik dan membanggakan bangsa kita Indonesia. Selain itu, kita juga harus memperluas wawasan kita agar dapat berpikiran lebih terbuka dan tidak terperangkap dalam pemikiran yang terlalu sempit dan belum tentu akurat kebenarannya. Dengan begitu, kita akan lebih bisa menghargai pendapat orang lain dan tidak langsung melakukan tindakan yang tidak semestinya saat mendengar keyakinan atau pendapat yang berbeda.

PENUTUP

Kemanusiaan yang terjadi di bumi pertiwi kita, Indonesia, masih mengalami krisis dan perlu untuk diperbaiki lagi. Kesimpulannya, kita harus memperkaya dan memperdalam ilmu kita sehingga dapat berpikiran lebih terbuka sehingga dapat menyelesaikan konflik-konflik internal dan memajukan bangsa.

Demikian makalah ini penulis susun, semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menambah wawasan para pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada salah kata atau pendapat yang kurang sesuai di hati.

Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.kompas.com/jeo/konflik-dan-pelanggaran-ham-catatan-kelam-20-tahun-reformasi

https://www.kompasiana.com/bangkemal0622/54ffcfeea333111e50510dce/makna-ibu-pertiwi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun