Mohon tunggu...
Rijal Fahmi Mohamadi
Rijal Fahmi Mohamadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Traveler | Travel Blogger at catperku.com | Penulis Buku The Traveler Notes : BALI, THE ISLAND OF BEAUTY

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjaga Surga Indonesia

24 November 2013   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:44 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta alam kok corat - coret?

Goa Pindul kelebihan muatan (kiri), Pulau Sempu dan sampah (tengah, sumber), Tanjakan "putus" Cinta, TNBTS (kanan).

"Di Indonesia sekarang ini sedang booming dengan yang namanya jalan - jalan, semua orang berlomba - lomba untuk mencari surga di Indonesia. Sayangnya, yang berusaha menjaganya belum sebanyak jumlah para pencari surga itu"

Siapa yang enggak kenal sama Indonesia? Tau Gunung Semeru yang ada di taman nasional Bromo Tengger Semeru kan? Tau Pulau Sempu yang seharusnya cagar alam tetapi sekarang ini mahal menjadi salah satu destinasi yang populer? Ada lagi Goa Pindul di Yogyakarta yang sempat menjadi topik pembicaraan di social media karena over kapasitas beberapa waktu lalu. Oke,! Saya hanya mengambil sampel dari sekian banyak surga di Indonesia untuk saya bahas di tulisan "Menjaga Surga Indonesia" ini. Dari semua destinasi yang saya ambil secara acak tadi, ketiganya memiliki kesamaan. Pertama, ketiganya mempunyai magnet yang bisa memukau setiap orang yang datang ke tempat itu. Kedua, ketiganya mempunyai masalah gara - gara terlalu banyak orang yang mengunjunginya. Kata orang sih, itu bahaya laten turisme masal!

Tanjakan Cinta sekarang kok Jadi tanjakan Putus Cinta #hiks #SaveSemeru dengan eco traveling

(sumber http://pics.lockerz.com/s/262819596)

Goa Pindul kelebihan muatan ( Foto oleh : Arif Sulistyo / @kenalidirimu )

Turisme masal memang kadang menjadi momok tiap destinasi wisata, apalagi jika penanganannya kurang benar. Seperti saya pernah mendengar kabar Gunung Semeru yang ekosistemnya mulai terganggu karena pendakian masal yang kurang bertanggung jawab, juga berita Goa Pindul yang over kapasitas karena ada ratusan orang memenuhinya. Wah, bahaya banget ya efek turisme masal? Enggak selalu begitu sih, sebenarnya menurut saya traveling rame - rame itu enggak salah juga, asal bertanggung jawab (red : turisme masal). Turisme masal yang cenderung merusak, yaitu turisme masal tanpa di imbangi dengan manajemen yang baik tiap destinasi. Hal itu tentunya secara perlahan tapi pasti akan merusak sebuah destinasi, jika dibiarkan terus menerus. Selain turisme masal, berdasarkan pengalaman saya traveling di dalam negeri dan membandingkannya dengan ketika saya traveling di luar negeri, masalah utama tiap destinasi yang pernah saya kunjungi adalah "sampah". Ya, hampir tiap destinasi yang saya kunjungi di Indonesia pasti ada saja sampah yang dibuang secara ngawur! Padahal di banyak tempat sudah disediakan tempat untuk membuang sampah. Yah, meski kadang mencari tempat sampah di Indonesia itu memang lebih susah dari pada nyari tempat parkir sih. Yang terakhir, berdasarkan pengalaman saya traveling saya selama ini vandalisme juga bisa merusak. Meskipun secara tidak langsung, namun saya sendiri sebagai pejalan selalu sebal ketika melihat alam yang alami dan cantik dihiasi oleh vandalisme yang merupakan coretan - coretan alay dan tidak perlu.

Cinta alam kok corat - coret?

Lantas? Bagaimanakah seharusnya menyelesaikan masalah - masalah itu? Apakah harus menyalahkan setiap jurnalis, travel writer, travel blogger atau apapun dan siapapun yang telah menyebarluaskan surga di indonesia itu? Menurut saya sih, mencari kambing hitam atau menyalahkan seseorang tidak akan pernah menyelesaikan masalah - masalah ini. Terlalu bergantung kepada pemerintah agar membuat peraturan untuk mengontrol dan menetapkan peraturan untuk menjaga kelestarian tiap surga yang ada di Indonesia juga merupakan tindakan yang terlalu egois. Karena pemerintah hanya membuat peraturan saja, sedangkan rakyatnya yang menjalankan. Termasuk para pejalan dan para pencari surga. Solusinya sebenarnya sederhana. Memulai dari diri sendiri dan memberikan contoh pada yang lain dengan perbuatan adalah yang paling logis untuk dilakukan. Tidak muluk - mulu dan tidak perlu mengluarkan biaya yang besar juga kan? Contoh mudahnya, masalah "buang sampah sembarangan" yang sudah menjadi masalah umum di tiap destinasi wisata sebenarnya bisa dengan mudah diatasi jika tiap pejalan dengan rela membawa tas khusus untuk menyimpan sampahnya, dan kemudian dibuang pada tempat yang benar.

Bawa tas sampah sendiri, solusi sederhana tapi bermanfaat. Paling enggak ini yang bisa saya lakukan dan ingin saya tularkan ke yang lain.

Atau bisa memakai cara apapun, asal jangan ngawur saja membuangnya. Andaikan tiap pejalan bisa seperti itu, pastinya tidak akan ada Pulau Sempu yang penuh dengan sampah, atau Ranu Kumbolo yang kotor setelah pendakian masal. Anak cucu kita pun masih bisa tersenyum lebar menikmati surga indonesia yang masih terjaga :) Selanjutnya, tentang turisme masal yang merusak seperti kasus Goa Pindul yang ada di Yogyakarta. Seharusnya bisa diatasi dengan manajemen yang baik, peraturan menjaga lingkungan yang ketat, dan kesadaran diri tiap pejalan. Kalau sudah begitu, turisme masal bisa menjadi alternatif yang murah dan tidak merusak. Tentang turisme masal ini, saya ada pengalaman menarik yang bisa untuk pelajaran. Yaitu ketika saya traveling ke Jepang beberapa waktu lalu. Waktu itu saya mengunjungi sebuah gunung bersalju namanya Gunung Tateyama. Ketika saya disana, ada lebih dari seribu orang mengunjungi tempat itu dalam satu waktu, tetapi saya tidak melihat sedikitpun gunung itu menjadi rusak atau sampah yang bertebaran dimana - mana. Kenapa bisa begitu? Karena waktu kunjungan diatur dengan baik, dan ada kuota pemberangkatan tiap jam, sehingga tidak ada yang namanya over kapasitas. Tentunya semua operator tur diwajibkan untuk mematuhinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun