Mohon tunggu...
Cato Prospero Yuda
Cato Prospero Yuda Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Skandal Guru Besar, Ancaman bagi Integritas Akademik?

17 Agustus 2024   10:00 Diperbarui: 17 Agustus 2024   10:02 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemalsuan Identitas dapat dilakukan oleh semua orang, baik saya, Anda, maupun orang dengan gelar bergengsi seperti Profesor.

Profesor bisa dibilang adalah seorang mentor bagi siswa-siswi yang ingin mendalami bidang kuliah yang mereka minati masing-masing. Namun, ternyata tidak semua profesor mengalami proses eligibilitas yang murni. Profesor yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi guru besar pun menimbulkan kejanggalan bagi kalangan masyarakat. Salah satunya adalah Kasus Bambang Soesatyo yang mengklaim gelar guru besarnya.

Kasus Bambang Soesatyo ini menimbulkan banyak sekali pertanyaan dan kejanggalan. Bambang Soesatyo sendiri mengklaim bahwa pengajuan gelar guru besarnya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, data juga menunjukkan bahwa riwayat mengajar Bambang Soesatyo kurang dari lima tahun. Padahal, syarat untuk menjadi calon guru besar adalah mengajar sekurang-kurangnya selama sepuluh tahun. Tanggapan Bambang mengenai kasus ini dikutip oleh pers TEMPO. Bambang menjelaskan bahwa permohonan guru besar masih dalam proses pengajuan dan menunggu penetapan nominasi peserta serdos (sertifikasi dosen) dari Dirjen Dikti. Selama penetapan nominasi belum kelua, seharusnya statusnya masih Eligible.

Kasus ini tentu menjadi perhatian bagi publik, terutama dalam konteks integritas akademik dan transparansi proses pengajuan gelar guru besar di Indonesia. Kasus ini memiliki hubungan dengan Undang-Undang apabila Bambang terbukti memalsukan gelar guru besarnya. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 menjelaskan bahwa pihak yang memberikan atau menggunakan sebutan guru besar tanpa mematuhi ketentuan yang berlaku akan dikenakan sanksi berat berupa denda dan penjara.

Kasus Bambang Soesatyo dapat dianalogikan dengan seorang pilot yang mengklaim memiliki lisensi terbang, padahal ia belum memenuhi syarat jam terbang yang ditentukan. Masyarakat akan merasa khawatir jika pesawat yang mereka naiki dikendalikan oleh seseorang yang tidak memiliki kualifikasi yang memadai. Begitu pula dengan gelar guru besar. Jika seorang profesor tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan, kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan akan menurun. Ketidakpastian mengenai kelayakan dan integritas akademik seperti ini dapat menimbulkan keraguan di benak mahasiswa dan masyarakat tentang kemampuan pengajar dalam mendidik generasi mendatang.

Dalam dunia akademik, gelar dan kredibilitas seorang profesor bukan sekadar formalitas, tetapi juga mencerminkan integritas dan komitmen terhadap pendidikan. Kasus Bambang Soesatyo memunculkan kekhawatiran akan kualitas dan kejujuran di lingkungan akademik Indonesia. Ketidakpastian mengenai kelayakan seseorang untuk mengemban gelar tersebut menyoroti pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi dalam proses pengajuan gelar guru besar. Ketika integritas akademik terancam, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu yang bersangkutan, tetapi juga oleh institusi pendidikan dan masyarakat luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun