Pada masa sekarang ini, di tengah silaunya lampu dan gedung-gedung tinggi kota Jakarta, potret yang berbeda muncul di area Lapangan Banteng, salah satu ruang terbuka hijau yang menjadi paru-paru ibu kota dan oasis bari warganya. Namun, di balik keindahannya dan sejarahnya, lapangan banteng kini menyimpan potret yang memprihatinkan, yaitu meningkatnya jumlah tunawisma yang menjadikan Lapangan Banteng sebagai tempat tinggal. Para tunawisma tersebut tersebar di berbagai area lapangan banteng dan berada di fasilitas-fasilitas yang ada di sana sambil duduk atau tiduran.Â
Lapangan Banteng yang seharusnya menjadi ruang publik di Jakarta yang dikenal akan keindahan dan sejarahnya menjadi memiliki tantangan yang cukup signifikan, yaitu keberadaan dan meningkatnya angka tunawisma yang berkeliaran di Lapangan Banteng.Â
Tunawisma di area ini, baik pria maupun wanita, tua maupun muda, berasal dari berbagai latar belakang. Hal ini tentu menjadi suatu hal yang memprihatinkan dan mengganggu fungsi utama dari adanya fasilitas-fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah. Mereka hidup dalam ketidakpastian, menghadapi panas dan hujan, serta ancaman penggusuran. Meningkatnya jumlah tunawisma yang berada di sekitar lapangan banteng membawa keresahan bagi masyarakat.
 Fenomena ini mencerminkan permasalahan sosial yang lebih dalam, di mana ruang publik yang seharusnya menjadi tempat berkumpul dan berinteraksi, kini menjadi saksi dari kesenjangan sosial yang semakin meluas di Jakarta.Â
Bila dikaitkan dengan fungsi sosial dalam masyarakat, isu ini merupakan bentuk permasalahan sosial manifes. Fungsi manifes adalah fungsi yang dilakukan secara sadar dan langsung oleh masyarakat. Keberadaan tunawisma yang semakin meningkat di area ini menggambarkan masalah sosial yang memerlukan perhatian segera dan intervensi yang efektif. Isu ini mempengaruhi banyak orang dan memerlukan perhatian segera dari pemerintah dan masyarakat sekitar untuk ditangani.
Kemiskinan sebagai akar permasalahan utama
Isu meningkatnya angka tunawisma disebabkan oleh mereka yang memiliki masalah krisis ekonomi, yakni kemiskinan. Para tunawisma yang mengalami kemiskinan tidak memiliki tempat tinggal sehingga mereka menetap pada tempat-tempat yang mudah dijangkau atau mudah untuk dikunjungi sekitar. Harga kebutuhan pokok di Indonesia semakin naik setiap tahunnya, tetapi banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Para masyarakat tersebut berakhir mengorbankan kebutuhan pokoknya yang lain, yaitu tempat tinggal.
Dampak psikologis dan stigma sosialÂ
Faktor lain yang merupakan penyebab utama dari isu tunawisma ini adalah psikologis. Orang Indonesia juga cenderung menolak untuk berusaha memahami masalah psikologis seperti stres, depresi, bipolar, dan masih banyak lagi. Terdapat stigma atau labelling yang dibuat oleh masyarakat mengenai orang-orang yang mengalami masalah mental. Akibatnya, banyak penderita masalah psikologis yang diusir dari rumah atau dijauhi oleh keluarga dan komunitas mereka karena adanya rasa malu dan takut dijauhi oleh masyarakat di sekitarnya. Para tunawisma kemudian berakhir terpaksa hidup di jalanan.