Film ini memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya layak ditonton, terutama akting para tokoh yang patut diapresiasi. Contohnya yakni ketika Kokom memeluk anak-anaknya seusai melihat penghasilannya yang cukup banyak membuat hati penonton tersentuh karena berhasil menggambarkan perjuangan keluarga kecilnya pada menit 18:30-18:59. Akting Kokom yang mampu meneteskan air mata dan memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang patut diacungi jempol karena cukup menghadirkan emosi yang kuat.
Selain itu, adegan ketika Hafis menanyakan kabar ibunya kepada Pak De dengan ekspresi penuh misteri juga menjadi daya tarik tersendiri di menit ke 30:28-31:02. Adegan ini cukup membuat penonton penasaran dan berspekulasi sendiri tentang kondisi dari ibunda Hafis. Tangisan sang ibu yang pecah karena rindu anaknya pun turut mengundang haru dan cukup menunjukkan kasih sayang seorang ibu yang mendalam pada menit ke 38:30-41:54. Di sisi lain, emosi Farhan saat marah kepada Lidya pada durasi 59:52-01:01:31 dan saat menghadapi mimpi tentang kematian ibunya 01:01:44-1:02:37 juga disampaikan dengan penuh berapi-api, sehingga cukup membuat penonton merinding ngeri.
Bagaikan permata yang berkilau, karya ini tak luput dari noda. Pertama, beberapa candaan yang dilontarkan terasa garing dan hanya beberapa penonton yang dapat langsung mengerti maksudnya. Misalnya, pada menit 00:26-00:36, dialog antara Muryanto dan Mursali terasa kurang mengena dan kurang lucu yaitu seperti berikut.
Muryanto : "Eh Mur, kerja. Main pasir aja..."
Mursali : "Yeh...main pasir. Kucing kebelet emangnye? Galiat nih?"
Selain itu, pada menit 07:33-07:38 dimana Muryanto melontarkan candaan "jangan lupa beliin gue, es teh panas, yang pedes", terasa dipaksakan dan kurang memberikan efek komedi yang diharapkan penonton. Kedua, terdapat detail-detail yang kurang diperhatikan, seperti pada menit 04:35 ketika adegan Mursali membuka situs berlogo "Gugel", namun tab pencarian masih tertulis "google.com", hal ini dapat membingungkan penonton yang peka terhadap detail-detail kecil dalam film.
Selain itu, kejadian yang menimpa Mursali secara bertubi-tubi terkesan kurang natural, seperti istri ketiganya kontraksi lalu langsung dilanjutkan dengan Imam (anaknya yang pertama) yang meninggal. Begitu juga saat Mursali tertimpa tangga, adegan tersebut terkesan agak dramatis yang ditampilkan pada menit 08:00-08:10. Ketiga, terdapat penggunaan ungkapan kasar yang kurang pantas, seperti pada menit 22:48-22:50, ketika salah satu karakter menggunakan ungkapan "sial lu", serta pada menit 59:53-59:55 dengan kata kasar "lu tuh bego banget sih". Penggunaan kata-kata kasar tersebut kurang mendukung atmosfer film, dapat mengganggu kenyamanan penonton, juga berarti bahwa film ini hanya bisa ditonton oleh kalangan remaja hingga dewasa yang telah bisa mencerna candaan maupun informasi secara bijak.
5. REKOMENDASI
"Kalo Gak Ada Ramadhan" hadir sebagai pilihan tepat untuk menemani momen Ramadhan yang penuh berkah. Film ini sangat direkomendasikan untuk disaksikan oleh masyarakat Indonesia, terutama mereka yang beragama Muslim saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tidak hanya menghibur, namun film ini juga mengajak kita untuk merefleksikan diri tentang makna Ramadhan yang sesungguhnya. Setiap segmen dalam film ini memberikan pengingat dan sentuhan yang mendalam terkait dengan nilai-nilai spiritual dalam agama Islam. Dengan menyelami kisah yang dialami para tokoh di setiap segmennya, "Kalo Gak Ada Ramadhan" mengajak kita untuk memahami bahwa makna Ramadhan bagi setiap orang berbeda-beda. Bulan suci ini bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang meningkatkan keimanan, memperkuat hubungan dengan sesama, dan menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi, menurutmu, apakah Ramadhan hanya akan menjadi siklus tahunan semata?
DAFTAR PUSTAKA
Ady, U. (Director). (2021). Kalo Gak Ada Ramadhan [Film]. Bedasinema Pictures. https://bioskoponline.com/film/Kalo-Ga-Ada-Ramadan/watch?thank=true