Tahun demi tahun, Ramadhan tiba tanpa pernah absen. Namun, pertanyaannya, apakah kita telah sepenuhnya hadir selama bulan suci tersebut? Film “Kalo Gak Ada Ramadhan” merupakan film bergenre drama dan komedi yang menggambarkan cerita beragam individu yang mengarungi hari-hari mereka selama Ramadhan. Sebuah lukisan nyata dari masyarakat Indonesia yang menanti kedatangan bulan penuh berkah ini, masing-masing dengan alasan dan motivasi yang berbeda-beda.
Cerita dimulai dengan menampilkan tokoh Mursali (Arief Didu), seorang pekerja proyek yang merasakan beban lebih saat Ramadhan karena tuntutan istrinya untuk menyediakan segala keperluan Lebaran. Dalam cerita ini, Mursali bekerja tanpa kenal lelah, bahkan mengambil risiko pekerjaan berbahaya demi memastikan keluarganya merayakan hari raya dengan layak. Namun ironisnya, ia menggunakan alasan ini untuk tidak menjalankan ibadah puasa. Disisi lain, Ramadhan kali ini menjadi momen penuh tantangan bagi Mpok Kokom (Nuyang Jaimee) yang baru saja kehilangan suaminya. Dengan semangat yang tak pernah padam, ia memulai usaha takjil dan baju, berharap bulan suci ini dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup dua buah hatinya yang masih bersekolah. Film ini juga mengisahkan Hafis (Dallas Pratama), seorang pekerja swasta yang dapat merayakan Ramadhan di kampung bersama ibu dan adiknya setelah tidak pulang kampung selama 5 tahun. Emosinya tergugah ketika ia teringat harapan sang ibu untuk belajar membaca Al-Qur'an.
Berbeda dengan tokoh lainnya, seorang selebgram non-muslim bernama Geby (Annette Edoarda) memilih untuk berbuat kebaikan di bulan Ramadhan tanpa diabadikan dan dijadikan sebagai konten. Tentu keputusan Geby membuat manajernya, Hilal (Wisnu Aryan), terkejut dan kecewa mengingat permintaan endorsement untuk Geby sedang meningkat. Sementara itu, Farhan (Gusfari), yang bekerja sebagai seorang pegawai kantor bersemangat untuk mendapat tunjangan hari raya dan mencari kesempatan untuk lembur demi penghasilan tambahan, dengan harapan agar ia dan adiknya, Lidya (Aliza Kamila), dapat memberikan kejutan istimewa kepada ibu mereka di kampung halaman. Berbagai kisah ini menunjukkan bagaimana kelima individu dikelilingi berbagai tantangan selama Ramadhan. Film ini memiliki pesan mendalam tentang makna Ramadhan yang beragam bagi setiap individu dan bagaimana bulan ini menjadi lebih dari sekadar siklus tahunan. Mampukah mereka melewati rintangan dan menemukan makna Ramadhan yang sesungguhnya?
3. ANALISIS
Film "Kalo Gak Ada Ramadhan" menyajikan kisah inspiratif tentang kehangatan dan kebersamaan yang dirasakan selama Bulan Ramadhan, dengan menceritakan perspektif yang berbeda dari tiap tokoh. Menyentuh hati dan memberikan refleksi, film ini mampu membuka mata penonton tentang makna Ramadhan bagi umat Muslim dan non-Muslim, meski memiliki latar belakang yang berbeda. Ramadhan bukan hanya tentang berpuasa, tetapi juga tentang berbagi kasih sayang dan membantu sesama, serta kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lima segmen film ini mengupas karakter unik para tokohnya. Mursali, si tukang kuli yang setia kawan, gemar membantu namun juga pandai mencari alasan, Kokom yang keibuan, penuh kasih sayang, dan mudah bersyukur, Hafis si kepala batu namun berbakti pada orang tua, Geby yang murah hati dan tegas namun mudah curiga, Farhan serta Lidya yang pekerja keras.
Meskipun film ini menggunakan alur maju, namun terdapat beberapa perpindahan adegan yang terasa cepat dan melintasi waktu tanpa keterangan yang jelas, sehingga terkesan tiba-tiba. Hal ini ditampakan pada segmen "Ramadhan Pertama", dimana Kokom yang semula menjual baju, tiba-tiba telah pulang dan menghampiri sang anak yang sedang menggoreng gorengan untuk jualan takjil pada menit ke 15:00-15:20. Berbeda dari lainnya, khusus pada segmen "Bacaan Qur'an Untuk Ibu", menggunakan alur campuran, dimana kisah saat Hafis pulang kampung dan saat bekerja di kota terkesan maju-mundur (tercampur).
Tanpa disadari, film ini menyajikan pesan secara tersirat sekaligus mengingatkan penonton beragama Muslim tentang pentingnya menjalankan kewajiban agama seperti sholat, belajar Al-Qur'an, dan menjalankan puasa dari keseluruhan cerita yang ditayangkan. Tidak hanya itu, film juga menunjukkan sikap toleransi dan membuka wawasan tentang makna Ramadhan melalui karakter non-Muslim, Geby, dalam segmen "Hilal". Dalam segmen tersebut, Geby mengekspresikan kata-kata penyemangat dan kekaguman kepada Muslimin yang menjalankan puasa, sekaligus mempertanyakan bagaimana keadaan jika tidak ada Ramadhan pada menit ke 51:27-51:49. Melalui adegan-adegan seperti ini, film menggambarkan sikap toleransi dan mengajak penonton untuk lebih memahami pentingnya Ramadhan terlepas apapun itu latar belakang agamanya.
4. EVALUASI
Secara keseluruhan, film "Kalo Gak Ada Ramadhan" cukup realistis dalam menggambarkan watak dan realitas masyarakat Indonesia. Seperti dalam segmen "Tertimpa Uzur" yang menceritakan tokoh Mursali, tukang kuli beragama Muslim dan memiliki tiga orang istri sejalan dengan konsep poligami beserta aturan hukum yang mengatur poligami di Indonesia. Menurut KBBI, poligami merupakan sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Berdasarkan situs https://www.hukumonline.com/, diketahui bahwa pada Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan telah diarut secara jelas bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Secara khusus bagi umat Muslim, dasar hukum poligami juga diatur dalam Pasal 56 ayat (1) KHI yang menerangkan bahwa suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
Contoh kedua berada dalam segmen "Hilal". Geby yang merupakan seorang influencer dengan tulus ingin berbagi kebaikan tanpa diketahui publik. Ia meminta agar tidak merekam niat baiknya itu. Namun, seorang individu secara diam-diam merekam aksi Geby dan mengunggahnya di media sosial. Hal ini kemudian memicu reaksi berantai. Video Geby menjadi viral di media sosial setelah diunggah di akun gosip. Tentunya peristiwa ini meningkatkan permintaan endorsement Geby. Kasus dalam segmen ini juga sejalan dengan Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle) oleh Jason dan Anne Hill (1997) yang menyatakan bahwa media massa memiliki kekuatan yang luar biasa dalam memengaruhi pemikiran setiap individu. Teori ini mengasumsikan bahwa media massa mampu "menyuntikkan" pesan dan informasi secara langsung kepada khalayak, baik positif maupun negatif.
Dalam film ini, keindahan persawahan dan kesederhanaan hidup masyarakat pedesaan pun tersaji dengan apik. Suasana Ramadhan di Indonesia juga tergambar dengan baik, seperti melejitnya penjual takjil yang tergambar dalam segmen "Ramadhan Pertama", kebiasaan merayakan Ramadhan bersama keluarga dan tradisi pulang kampung seperti dalam segmen "Tertipu Waktu", serta berbagi kebaikan kepada sesama di Bulan Ramadhan pada segmen "Hilal" dikemas dengan cukup menarik.
Beberapa adegan juga ditampilkan secara mulus dan unik. Contohnya, pertama, transisi dari suara klakson mobil menjadi alarm di segmen "Ramadhan Pertama" pada menit ke 12:37-12:55. Diawal segmen ini, terdengar suara klakson mobil, lalu ketika menunjukkan adegan Kokom tertidur, ternyata suara tersebut merupakan ringtone alarm nya. Kedua, plot twist dalam film ini dapat dikatakan cukup menggugah dan tak terduga, dimana Farhan ternyata hanya bermimpi pada durasi ke 57:49-01:02:39. Latar musik yang digunakan dalam film ini juga cukup mendukung adegan yang sedang ditampilkan, seperti dalam segmen "Hilal". Ketika Geby sedang membagikan barang, tiba-tiba musik pun berubah menjadi menegangkan saat ada yang mendokumentasikan Geby secara diam-diam pada menit ke 47:05-47:40. Melalui adegan dan latar musik yang mendukung ini tentunya membuat film terasa lebih dinamis dan mendebarkan. Pemilihan latar musik yang sesuai dengan judul segmen "Tertipu Waktu" dan pernyataan Farhan tentang Lebaran yang terasa hampa karena kesibukan juga menambah makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh film ini.