Kalau kata lagu itu, "masa lalu biarlah masa lalu, jangan diungkit dan jangan diingat kembali", justru kali ini, saya dengan sengaja akan mengulas kembali ingatan "seram" kita semua.Â
Siapa di sini yang sering nonton film horor? Kalau saya sendiri adalah orang yang penakut tapi suka banget nonton film horor karena rasa penasaran yang lebih tinggi, apakah kalian juga begitu?
Berbicara soal film Pocong, siapa sih yang tidak tau dengan sosok hantu yang paling "legendaris" di Indonesia, atau bahkan yang paling seram? Tentu semuanya sudah tau dong.Â
Nah, kali ini, saya akan mengajak Anda untuk mengingat kembali, kok bisa ya film "Pocong 2" (2006) tayang lebih dulu daripada film pertamanya, yang bahkan tidak pernah tayang.
Sinopsis
Sekuel film Pocong yang disutradarai oleh Rudi Soedjarwo dan ditulis oleh Monty Tiwa berjudul "Pocong 2" (2006) ini menceritakan tentang kakak-beradik yatim piatu, Maya bekerja sebagai asisten dosen dan Andin seorang siswa SMU yang mendapat gangguan Pocong setelah pindah ke apartemen baru.
Meski prekuel Pocong 1 tidak ditayangkan, para penonton tidak merasa kecewa dan menikmati film yang ditayangkan dalam Pocong 2, bahkan menjadi salah satu film horor terbaik pada masanya.
IsuÂ
Film "Pocong 2" (2006) merupakan sekuel dari film Pocong, penayangan film Pocong 2 ini hadir tanpa adanya film Pocong 1.
Pada tahun 2006, film "Pocong 1" (2006) mengalami beberapa masalah dalam isi filmnya sehingga tidak dapat ditayangkan.Â
Setiap film yang diproduksi dan akan ditayangkan kepada masyarakat luas, haruslah melalui tahap penyensoran film, yaitu uji kelayakan film atau iklan film sebelum dipertunjukkan kepada khalayak umum.
Dilansir dari malangtimes.com, Imarotul (2019) mengatakan bahwa film "Pocong 1" (2006) tidak mendapat Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF).
STLS yang dikeluarkan oleh LSF adalah sebuah surat untuk film dan iklan film yang telah dinyatakan lulus sensor sehingga dapat dipertunjukkan (LSF RI, n.d.).
Iklan film diantaranya termasuk poster, stilllphoto, slide, banner, pamflet, baliho, brosur, spanduk, plakat, dan lain sebagainya (Astuti, 2022, h. 50).
Menurut Astuti (2022, h. 51), sesuai yang telah ditetapkan dalam PP No. 7 Tahun 1994, terdapat empat elemen yang dinilai oleh LSF, yaitu sisi keagamaan, ideologi dan politik, sosial budaya masyarakat, serta ketertiban umum.
Film "Pocong 1" (2006) yang tidak dapat tayang dianggap telah melanggar UU No. 33 Pasal 6 Tahun 2009 tentang Perfilman yang berbunyi, "Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi yang: (a) mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; (b) menonjolkan pornografi; (c) memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan; (d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama; (e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau (f) merendahkan harkat dan martabat manusia (BPI, n.d.).
Monty Tiwa mengatakan bahwa terdapat lima hal yang menyebabkan film tersebut dilarang tayang, dua diantaranya dinilai sadis dan dapat memicu kembalinya luka lama karena menayangkan kerusuhan tahun 1998 yang menyinggung unsur suku, agama, ras, dan budaya, selain itu terdapat adegan visual pemerkosaan yang "brutal" (Imarotul, 2006).
Menurut Umbas dkk (2021, h. 146), film yang tidak sesuai dengan pedoman atau kriteria sensor, meliputi tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan, akan dikembalikan untuk diperbaiki kepada pemilik film.
Apabila film tidak lulus sensor dengan sengaja tetap menjual, mengedarkan, menyewakan, atau mempertunjukkan kepada khalayak, akan dipidana dengan ketentuan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00.
Berdasarkan hal tersebut, film Pocong 1 ditarik kembali dan Monty Tiwa mengambil langkah untuk mempercepat pembuatan film "Pocong 2" (2006). Hal ini yang menjadikan "Pocong 2" (2006), justru tayang terlebih dahulu daripada film "Pocong 1" yang baru tayang pada tahun 2019.
"Pocong The Origin" (2019) dapat dikatakan sebagai film reinkarnasi dari "Pocong 1" (2006) yang dilarang tayang dengan menghilangkan dua unsur yang dilarang pada saat itu dan tetap mempertahankan tiga lainnya.
Sekuel film ini menjadi keunikan tersendiri dalam sejarah film karena film "Pocong 2" yang tayang pada 2006, "Pocong 3" yang tayang pada 2007, sedangkan "Pocong 1" baru tayang pada 2019 yang berubah judul menjadi "Pocong The Origin".Â
Daftar Pustaka
Astuti, V. (2022). Buku ajar: Filmologi kajian film. Yogyakarta: UNY Press.
BPI. (n.d.). Undang-undang Republik Indonesia. Diakses 16 September 2022, dari https://www.bpi.or.id/doc/73283UU_33_Tahun_2009.pdf
Imarotul, I. (2019). Masih ingat kontroversi film pocong (2006) yang dilarang beredar? Inilah penjelasan langsung dari penulis skenarionya Monty Tiwa. Diakses 16 September 2022, dari https://www.malangtimes.com/baca/38157/20190413/202600/masih-ingat-kontroversi-film-pocong-2006-yang-dilarang-beredar-inilah-penjelasan-langsung-dari-penulis-skenarionya-monty-tiwa
Kapanlagi. (2022). Sinopsis film 'pocong 2006' ketahui pula kontroversi di baliknya! Diakses 16 September 2022, dari https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/sinopsis-film-pocong-2006-ketahui-pula-kontroversi-di-baliknya-155706.html
LSF RI. (n.d.). Sejarah: 105 tahun sensor di Indonesia. Diakses 16 September 2022, dari https://lsf.go.id/sejarah/
Umbas, A. A., dkk. (2021). Tindak pidana peredaran film tanpa lulus sensor menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Lex Administratum, 9(2). 146. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/viewFile/33186/31382
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H