Anak-anak berjiwa suci, penuh keterbukaan. Segala hal disekitarnya menarik untuk dipelajarinya. Oleh karena itu, mereka yang sejatinya berjiwa damai ini memberi kami ruang untuk mengarahkan mereka sebagai pembawa kedamaian.
Anak-anak ini adalah siswa-siswi di sekolah kami, PAUD Mata Air yang terletak di Plosokuning V Minomartani Yogyakarta. Siswa-siswi ini sebagian besar juga anak asuh di Taman Pengasuhan Anak - Mata Air. Mereka yang diasuh, berproses bersama pendamping sejak pukul 08.00 hingga 16.00, menunggu saat orangtua mereka menjemput sepulang dari pekerjaannya. Setiap hari, baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun pengasuhan, anak-anak ini diajak untuk membiasakan diri menghargai sesama dengan cara-cara sederhana, tentu saja cara yang sesuai pemahaman pada usianya.
Cara-cara membiasakan diri bukan saja berlaku bagi si anak, namun juga harus menjadi budaya keseharian dari pendamping, misal: berlatih mengucapkan kata-kata seperti terima kasih, minta tolong, permisi dan maaf. Berlatih untuk antri ketika cuci tangan dan mencuci piring yang telah digunakan. Selain itu, membiasakan berbagi dan menolong teman. Kami akan belajar menikmati perasaan yang menyenangkan ketika mampu berbagi dan menolong teman. Berbagi tempat duduk, berbagi alat bermain, berbagi bekal, berbagi waktu bercerita (satu bercerita yang lain mendengarkan) adalah contoh kecil dari berbagi yang bisa dilakukan. Menolong teman contohnya tidak menertawakan teman yang sedang menangis sedih, menolong teman yang terjatuh, memberitahu letak keranjang sampah, juga memberi semangat ke teman yang malu bercerita. Hal-hal ini menjadi warna yang menggembirakan dari keseharian.
Belajar di Vihara KarangDjati, Monjali, Yogyakarta
Menghargai sesama artinya pun menghargai latar belakangnya. Baik pendamping maupun siswa-siswi berasal dari aneka suku dan agama. Tapi, perbedaan ini tidak menjadikan kami membangun sekat-sekat untuk saling menjauh, justru menjadi warna-warni yang padu padan. Belajar dari jiwa seorang anak, yang dalam kelahirannya terbuka untuk menerima berbagai macam kehadiran kasih sayang. Maka, perbedaan yang ada di sekolah kami pun hanya dalam rangka untuk mewujudkan kasih dan kegembiraan pada anak-anak ini juga lingkungan kami. Maka, salah satu ruang yang kami ciptakan untuk menanamkan pesan perdamaian adalah dengan belajar mengenal keragaman agama, contohnya; berkunjung ke berbagai rumah peribadatan. Pengalaman kami di tahun 2014, kami berkunjung ke Pura Widyadharma dan Vihara Karangdjati.Anak-anak berjalan berkeliling memenuhi rasa penasaran mereka akan kedua tempat peribadatan itu, baik di pura maupun vihara mereka melihat simbol-simbol doa yang berbeda dengan apa yang biasanya mereka temui di rumah masing-masing.
Tentu saja, anak-anak seusia mereka tidak begitu paham tentang ajaran-ajaran agama, tetapi paling tidak mereka dapat merasakan diterima dengan sentuhan kasih. Dengan demikian, pengalaman ini akan membuat mereka teringat betapa berdekatan dengan sesama manusia bukan memandang dari latar belakang perbedaan, melainkan dari semangat berbagi kasih. Kelak, ketika mereka dewasa apapun karya mereka dan dimanapun mereka berada, menjadi pribadi-pribadi yang menebarkan rasa damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H