Burn out. Itulah yang kurasakan. Jiwa dan batin yang terlalu penuh dengan ekspektasi dan seakan tak pernah cukup akhirnya mencapai titik didihnya. Kesakitan itu tidak lagi hanya ada di dada, tapi telah berubah menjadi kesakitan fisik. Seluruh tubuhku sakit. Aku merasa flu, sesak, mual, semua tulang dan sendi terasa sakit, sakit kepala menusuk-nusuk. Berbagai obat diminum, dari obat ringan sampai antibiotik, tapi tak satupun berfungsi. Mata tidak bisa terlelap, bangun tidur tidak terasa menyegarkan, tetapi semakin lelah. Tak sanggup untuk bangun dan beraktivitas. Sedikit hal kecil yang tidak berjalan sebagaimana mestinya membuatku marah tak terkendali dan menangis seperti orang gila. Pikiran terus mengintimidasi, "Kenapa smua yang aku lakukan tidak pernah cukup?" "Aku telah salah mengambil jalan hidup", "Aku tak akan pernah bahagia", "Semuanya sia-sia". Tak seorangpun mengerti atau sekedar ada disana bersamaku.
Di tengah kegelapan yang makin pekat, aku berbisik, "Tuhan, kirimkan lah aku seseorang. Seorang saja". Tak lama seorang teman mengirim pesan, "Aku ke rumah ya, 30 menit lagi aku sampai". Aku khawatir, aku malu. Bagaimana kalau nanti dia kaget melihat tampilanku yang acak-acakan. Rambut berantakan, mata bengkak karena menangis, lingkaran hitam di bawah mata karena tidak bisa tidur. Tapi aku putuskan untuk menerima kunjungannya, karena mungkin itu jawaban Tuhan atas permohonanku.
Saat dia tiba, dan baru saja duduk. Tangisku tumpah sejadi-jadinya. Semua kalimat yang tersimpan rapat di dalam dadaku serentak keluar tanpa mampu kubendung. Dia hanya duduk diam disana sambil memandangiku menghabiskan hampir sekotak tisu dan sesenggukan. Setelah aku tenang, hanya satu kalimat yang dia sampaikan tapi itu lebih efektif dari semua obat yang aku telan. "Kamu tidak seharusnya disalahkan atas semua hal hebat yang telah kamu lakukan. Kamu hebat sekali, cintailah dirimu".
Ajaib sekali. Perasaanku menjadi ringan. Aku mulai bisa melihat dengan jernih. Aku bukan sampah. Aku hebat sekali bisa bertahan sejauh ini. Semua rasa sakit yang kurasakan seketika menghilang. Aku mulai merasa mensyukuri hidupku. Â Makanan yang tadinya terasa hambar, terasa nikmat sekali. Aku bisa tidur nyenyak. Flu ku hilang. Rasa mual tidak terasa lagi.
Sesederhana itu ternyata sebuah obat yang tepat. Terima kasih Tuhan. Terima kasih telah mengirim seseorang untuk menyampaikan pesanMu padaku. "Anakku, kamu hebat sekali". Â It was a true healing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H