Karena merupakan bentuk pertahanan diri, orang yang nyinyir pastilah sadar bahwa sebenarnya dia "kurang" dibandingkan orang yang menjadi target kenyinyirannya. Kalau dia "lebih", ngapain juga merasa terancam. Harusnya merasa kasihan, dan membagi kelebihannya. Iya kan?
2. Penyaluran rasa frustasi
Frustasi dengan diri sendiri dan segala permasalahan yang dihadapi, orang nyinyir menemukan penyaluran dengan mencari-cari kesalahan orang lain.Â
Rasanya mungkin menyenangkan untuk membuktikan bahwa bukan dirinya sendiri saja yang bernasib malang, orang lain pun begitu. Apalagi jika orang yang dinyinyirin kemudian menjadi frustasi, sang penyinyir pun seperti mendapat teman sependeritaan.
3. Kurang kerjaan
Coba kamu perhatikan, orang yang sedang sibuk beraktivitas cenderung jarang nyinyir. Kenapa? Ya boro-boro punya waktu mencari-cari kesalahan orang lain untuk bahan nyinyiran, dia sendiri bingung mencari waktu untuk tidur saking sibuknya.
Nah sebaliknya, orang yang kurang kerjaan punya banyak sekali waktu untuk memperhatikan orang-orang di sekitarnya, atau stalking di media sosial. Perhatian yang terlalu detail ini pastinya akan dapat menemukan "cacat cela" di diri orang lain. Ya, mana ada sih orang yang sempurna kan?
Aktivitas nyinyir, apa pun triggernya tidak baik untuk dikembangkan. Bakat berkata-kata yang sudah Tuhan letakkan dalam diri kaum perempuan jangan sampai digunakan untuk mencela ciptaan Tuhan lainnya.
Kalau kurang kerjaan, carilah aktivitas lain yang bisa mengisi waktu yang kosong. Menulis salah satunya. Tuliskan apa saja yang menarik minat. Asal isinya jangan nyinyiran juga tentu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H