Saya seorang emak-emak, tapi entah kenapa saya tidak nyaman bekerja bareng emak-emak. Bekerja kantoran lebih dari sepuluh tahun dan berpindah kerja sampai empat kali, sepertinya cukup banyak pengalaman yang saya cicipi di tempat kerja.
Pengalaman menyenangkan sampai pengalaman pahit yang ingin dienyahkan dari ingatan. Satu dari sekian banyak pengalaman itu, yang sampai saat ini masih saya rasakan adalah betapa sulitnya bekerja bareng emak-emak.
Kalau para pria sering mengeluhkan kelakuan 'ajaib' para emak di jalanan, kira-kira seperti itu pula lah sebagian besar dari mereka saat bekerja (termasuk saya juga kayaknya). Emak-emak adalah 'bos besar' yang harus dimaklumi dan dimengerti oleh siapapun termasuk oleh rekan kerjanya.
Sedikit beruntung apabila Anda adalah atasannya, jadi manuver-manuvernya akan sedikit tertahan. Namun akan menjadi mimpi buruk jika kemudian Anda adalah anak buahnya, dan Anda adalah emak-emak juga. Drama pun dimulai.
Memang sih, sebagai emak-emak bekerja, menjalani peran ganda di rumah dan di tempat kerja tidaklah mudah. Akan ada banyak masalah yang harus dihadapi setiap harinya, dua kali lipat bila dibanding dengan para pria yang memang fokus utamanya adalah bekerja. Nature wanita yang mengedepankan emosi dan perasaan dibanding logika juga merupakan faktor utama atas ke-halu-an yang terjadi di tempat kerja.
Saya pernah beberapa kali harus berada pada situasi dimana rekan kerja saya adalah emak-emak. Baik sebagai atasan, bawahan, maupun rekan se-tim. Wah, rasanya tenaga saya terkuras lebih banyak dari biasanya, bukan untuk mengerjakan pekerjaan, tapi karna mesti menghadapi konflik yang kadang tidak penting sama sekali.
Cara berpakaian, preferensi makanan, sampai persoalan penataan meja kerja bisa jadi masalah besar di kalangan emak-emak. Sedangkan bagi para pria, hal itu sama sekali tidak pernah terpikirkan dan ga penting untuk diperdebatkan.
Berangkat dari pengalaman itu, saat ini saya sangat bersyukur apabila harus berada dalam tim yang isinya bapak-bapak. Saya menemukan segala hal jadi jauh lebih mudah bila bekerja sama dengan mereka. Saya menemukan model komunikasi ala bapak-bapak  memungkinkan kita lebih banyak menertawakan kesulitan daripada menguras emosi untuk memperdebatkannya.
Tentu hal di atas bukan bermaksud mengeneralisir semua emak-emak susah dihadapi. Karna tidak sedikit juga emak-emak yang sangat mampu bekerja profesional, taktis dan logis, melampaui para pria. Emak-emak seperti ini biasanya sudah punya jam terbang tinggi dan piawai menyetel otaknya ke mode non-baper, tanpa kehilangan sentuhannya sebagai wanita yang unggul dalam hal detail.
Sebaliknya, tidak sedikit pula bapak-bapak yang ternyata lebih ribet daripada emak-emak dalam bekerja. Kalau ketemu bapak-bapak yang seperti ini sih, agaknya lebih baik saya kembali bekerja bersama emak-emak deh. Setidaknya dengan mereka saya masih bisa bertukar informasi tentang fashion terbaru yang sedang sale di mall, atau tren warna lipstik tahun ini. Yaelah, dasar emak-emak..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H