Mohon tunggu...
Catherin YMT
Catherin YMT Mohon Tunggu... Bankir - Female

An INFP Woman*Chocoholic*Pink Lover*Potterhead*Book Worm* Central Banker - Economic Analyst Email: catherinymt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Gerbang Tol Anti Macet

29 Juli 2016   07:50 Diperbarui: 30 Juli 2016   18:00 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan tol Palimanan. Liputan6

Antrian panjang di gerbang tol Cikarang Selatan adalah pemandangan yang biasa saya hadapi sehari-hari beberapa tahun yang lalu. Ribuan kendaraan pribadi harus bertarung dengan truk-truk kontainer pengangkut barang untuk bisa sampai ke tempat kerja. 

Kondisi gerbang tol yang menyempit dan banyaknya volume kendaraan saat jam pergi dan pulang kerja menyebabkan kemacetan panjang yang tak terelakkan. Saat itu belum ada yang namanya Gerbang Tol Otomatis (GTO) yang menerima pembayaran melalui kartu. 

Setiap kendaraan harus membayar secara tunai lewat petugas penerima yang kemudian akan membuka palang agar kendaraan bisa lewat. Satu kendaraan rata-rata harus melalui proses sekitar 5 menit di pintu tol, mulai dari menyerahkan uang tunai ke petugas, menunggu petugas memberikan uang kembalian, sampai palang terbuka dan bisa dilewati. 

Jika pada saat itu ada sekitar seribu kendaraan yang hendak melewati gerbang tol tersebut, berarti ada 5000 menit (setara dengan 83 jam!!) waktu yang terbuang percuma di pintu tol Cikarang Selatan. Belum lagi berliter-liter bahan bakar yang habis karena kemacetan panjang dan terutama tingkat stres yang tinggi bagi para pekerja karena energinya terkuras di jalanan.

Setelah beberapa tahun tidak mengalami hal tersebut lagi (karena pindah tempat kerja), saya mengalami suatu pengalaman menyesakkan sehubungan dengan kemacetan karena gerbang tol. Liburan Natal tahun 2015 adalah momen di mana ada 4 (empat) tanggal merah berturut-turut di akhir minggu yang diartikan sebagai very long weekend bagi para pekerja. Seperti halnya hampir semua orang di Jakarta, setiap ada long weekend pasti dimanfaatkan untuk berlibur, dengan tujuan utama kawasan Puncak dan Bandung. 

Saat itu entah inspirasi dari mana, saya yang biasanya malas untuk pergi-pergi kalau ada libur panjang malah berangkat ke Bandung bersama keluarga dengan ikut membawa bayi saya yang masih berumur empat bulan. Kali ini yang menjadi aktor utama dalam kemacetan yang terjadi adalah gerbang tol Cikarang Utama. 

Jakarta-Bandung yang biasanya dapat ditempuh dalam waktu tiga jam saja, kali ini harus memakan waktu sekitar tujuh belas jam. Macet, lapar dan panas membuat kondisi stres pun tidak terelakkan lagi. Ditambah dengan bayi yang menangis keras karena merasa tidak nyaman selama perjalanan. Liburan yang sungguh merupakan mimpi buruk. 

Tidak heran kemacetan tersebut pun menjadi berita utama di hampir semua media cetak dan elektronik dan berujung pada pengunduran diri pejabat Dirjen Perhubungan yang merasa bertanggungjawab atas kejadian tersebut.

Membaca berita tentang tragedi Brexit (Brebes Timur Exit) beberapa waktu lalu mengingatkan saya kembali akan pengalaman tersebut. Betapa tersiksanya mengalami kemacetan panjang di jalan tol akibat padatnya antrian di gerbang tol. 

Atas kejadian tersebut, petugas sempat mengambil kebijakan untuk menggratiskan pembayaran di beberapa ruas jalan tol. Tentu saja ini adalah kerugian moril dan materil luar biasa yang harus ditanggung hanya karena ketidakefisienan waktu dalam transaksi pembayaran. 

Saya pernah berangan-angan seandainya sistem pembayaran jalan tol bisa memanfaatkan teknologi tinggi yang akan menghemat ribuan jam yang terbuang percuma. Bagaimana jika setiap kendaraan ditandai dengan barcode yang otomatis akan terpindai oleh alat yang terpasang di gerbang tol. Tagihan tol akan terdata dan terakumulasi sesuai dengan nomor kendaraan dan dibayarkan saat pembayaran pajak kendaraan. 

Cepat, akurat, praktis. Kendaraan tidak perlu berhenti sedetikpun untuk melakukan pembayaran tarif tol. Kemacetan pun akan berkurang jauh. Ditambah lagi, data kendaraan yang melewati jalan tol setiap saat dapat ter-capturesampai kepada nomor kendaraannya, dan tentu saja pemasukan dari jalan tol tetap bisa dipertahankan.

Angan-angan saya sepertinya belum dapat diwujudkan segera, karena itu saya cukup senang ketika makin banyak gerbang tol yang menyediakan GTO. Pembayaran dengan menggunakan kartu e-money cukup banyak memangkas waktu pembayaran. Pengendara tinggal men-tapkartu tersebut di mesin pemindai, maka saldo dana yang tersimpan di dalam kartu akan berkurang secara otomatis sejumlah tarif tol yang dibayarkan. Hanya butuh waktu sekitar kurang dari satu menit, maka transaksipun selesai. 

Saat ini perusahaan pengelola jalan tol sudah bekerjasama dengan beberapa penyedia layanan e-money baik perbankan maupun non perbankan untuk memfasilitasi pembayaran melalui kartu. Sayangnya belum seluruh gerbang tol memberlakukan kebijakan penggunaan e-money tersebut. Bahkan beberapa gerbang tol masih menerima dua jenis pembayaran, ada yang tunai, ada yang lewat GTO. 

Ini sungguh berbeda denga bus Transjakarta yang telah mengharuskan seluruh penumpang untuk menggunakan e-money dalam pembayarannya. Demikian juga dengan commuter lineJabodetabek yang juga menerapkan sistem tapkartu bagi penumpangnya saat masuk dan keluar stasiun untuk pembayaran.

Bank Indonesia sebagai lembaga yang berwenang dalam kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014 lalu. Segala ketentuan yang mendasarinya pun telah dikeluarkan guna memfasilitasi masyarakat dan penyedia jasa untuk bertransaksi secara non tunai baik dengan menggunakan e-moneymaupun metode pembayaran lainnya. Bank Indonesia menyadari bahwa kelancaran bertransaksi merupakan salah satu kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang pesat. 

Jalan tol sebagai salah satu jalur distribusi barang berperan penting dalam meningkatkan aktivitas ekonomi. Kelancaran arus bahan baku ke pabrik pengolahan akan menekan ongkos produksi. Demikian juga dengan arus barang jadi dari produsen ke konsumen akan menekan ongkos distribusi. 

Para pekerja yang melewati jalan tol untuk berangkat ke tempat kerjanya akan lebih produktif karena waktu dan tenaganya tidak tersita oleh kemacetan. Dampaknya harga barang pun akan lebih terjangkau karena produsen tidak harus menutupi ongkos produksi dan distribusi yang membengkak. Manfaatkan teknologi dan bertransaksilah dengan menggunakan e-money, maka kita pun akan merasakan manfaatnya. Smart Money, Smart Economy!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun