Mohon tunggu...
Ibnul Fadani
Ibnul Fadani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis | Pembaca | Atlet

Menulis adalah cara terbaik untuk berbicara tanpa diganggu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kasih yang Puitis

7 Juni 2023   21:05 Diperbarui: 7 Juni 2023   21:07 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sini, kususun puisi penuh getir
Sebuah kisah tentang miskin yang tertindas oleh si kaya
Kuajak kau menyusuri derita yang tak terhingga
Dalam puisi yang bertajuk "Kasih yang Puitis"

Di balik tirai senja, terhampar lautan duka
Miskin bersimpuh, hati yang resah terhimpit
Sesap belaka hidupnya, beban yang tak terbilang
Namun harap tetap berkobar, meski semu berlalu tak berarti

Si kaya, dalam keangkuhannya terhanyut
Berjalan dengan hati yang mati
Menginjak-injak mereka yang kekurangan
Mengabaikan tangisan yang tak terdengar

Namun di tengah kepedihan, tetap berkilau
Sebatas detik terasa, harapan tak sirna
Di sana tersembunyi, benih keadilan yang meradang
Kasih yang puitis mengalun dalam duka yang terus bersemi

Miskin itu bukanlah takdir tercela
Melainkan cermin keangkuhan yang tak terhenti
Bahkan dalam ketiadaan, keberanian masih bersemayam
Dalam kegelapan, cahaya kasih yang membara

Dalam dinginnya malam, tergelincir tetes harap
Menggugah jiwa yang terpendam dalam keterpurukan
Tangan-tangan mereka tak henti berjuang
Menelusuri jalan yang penuh pahit, namun penuh cinta

Biarlah puisi ini menjadi panggilan
Untuk miskin yang tegar, yang berjuang dalam ketidakadilan
Semoga mereka mendapatkan hak yang seharusnya
Kasih yang puitis mengalir, menjadi penghubung yang tak pernah pudar

Terhina tak akan mereka, tetap terangkai rasa percaya
Meski hari berganti, tak ada yang berubah
Kasih yang puitis melangkah jauh, menembus batas
Menggugah hati manusia, hingga akhirnya tersentuh

Miskin dan kaya, berhimpun dalam irama puisi ini
Bersama-sama menulis kisah kehidupan yang tak terhenti
Membangun dunia di mana kasih bersemayam
Di sana, terukir keadilan yang tak pernah pudar menjadi nyata

Maka berharaplah, wahai jiwa yang terluka
Kasih yang puitis akan menuntun kita menuju cahaya
Dalam gelap yang menyiksa, masih ada harapan yang bersemi
Di ujung puisi ini, kuukir nama "Kasih yang Puitis" dengan tulus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun