Di Ujung Cahaya, Harapanku Berlabuh
Hening senja merajut benang-benang kesedihan,
Di pelupuk mata, kisah pilu memburam memori.
Namun dalam gelap, semilir angin berbisik lirih,
Menawarkan rindu kisah-kisah yang akan datang.
Gelapnya malam tak bisa memadamkan bara harap,
Sinar rembulan menari di langit, penuh semangat.
Dalam kesedihan, aku mencari makna tersembunyi,
Di balik keruhnya air mata, harapanku tetap hidup.
Bukanlah cinta yang sirna yang kucari dalam kata-kata,
Melainkan arti perjuangan di setiap jatuh dan bangkit.
Dalam langkah ragu, kuatkan tekad membara di dada,
Mendewasakan hati dalam petir yang menderu.
Karena sedih bukan akhir, melainkan permulaan,
Melalui kehampaan, ku temukan benih kekuatan.
Seperti bunga yang tak lelah menggapai sinar pagi,
Aku juga tak henti-hentinya berharap dalam gelap.
Mungkin pilu tak bisa terhapus dalam sekejap,
Namun tetap ada cahaya yang memeluk erat ragu.
Dalam puisi sedih, kuukir purnama harapan,
Agar tersisa secercah asa di mata yang terbelalak.
Di ujung cahaya, harapanku berlabuh,
Mengarungi samudra luka dengan keberanian.
Dalam sunyi malam, ku berteriak tanpa suara,
Menari dengan kata-kata, mempersembahkan harapan.
Jadilah sang penulis, pemilik kisah penuh getir,
Yang tak lelah menari di atas puing-puing kecewa.
Di balik derita, ku peluk puisi yang mendalam,
Mengusir angan-angan sedih, membelai cita-cita.
Ibnul Fadani
Bekasi, 07 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H