Judul diatas mengambil dr editorial majalah mobile guide edisi juni lalu. Isinya sgt inspiratif. Menceritakan bagaimana di era 80 n awal 90, manusia seakan dipaksa patuh dg teknologi. Jari menyesuaikan keybord, mata membelalak monitor, tangan trbelenggu mouse, n otak susah payah mghafal command string.
Namun kini, posisi tawar manusia mulai diphitungkan. Touch screen, setting otomatisasi, resolusi layar yg ramah d mata.
Rasanya bangga sbg manusia yg diperlakukan begitu 'manusiawi' oleh teknologi.
Bila kita bandingkan dengan peraturan/regulasi seperti UU. Ternyata tdk blaku, meski regulasi tersebut mgatur kselamatan manusia. Sebagaimana UU lalu lintas yg baru, meski tujuannyanya luhur ats nama kslamatan manusia. Tp memperlakukan manusia tak ubahnya spt 'budak', mgatur begitu byk punishment, miskin reward.
Kl tdk pake helm, bayar!. Kl surat tdk lengkap, byr! Kl lamp tdk nyala siang hr, byr! Hp-an saat nyetir, byr! Smua demi jargon kslamatan kan bt anda sndiri.
Bg sy smua itu apologi dr karakter manusia pmbuat UU yg tdk peka thd aspek human interest.
Ambil contoh saja, di big company yg sukses. Bila merunut cerita suksesnya, semuanya bermula dari sisi human interest. Regulasi perusahaan menganut paham reward n punishment. Siapa yang produktif/berjasa layak mendapatkan reward. Namun siapa yang tidak produktif, akan mendapatkan punsishment. Mudahkan ?
Kenapa aturan ttg manusia tdk memasukkan aspek itu?
Kembali pada contoh UU Lalu Lintas. Bila anda tdk pernah melanggar lantas, ada diskon saat byr pajak motor. Bl saat operasi kendaraan, anda lengkap, ada voucher buat anda...
Bskah 'regulasi' yg ada bsikap yg sama dg teknologi? Because we're human!!
Bus patas eka, 8/11/09
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H