Maka hadirnya musibah Allah ingin mengajak suatu negeri supaya kembali dengan pertaubatan yang kaafah, yang dilakukan oleh segenap penghuni negeri.Â
Bukan hanya individu rakyat, melainkan dilakoni pula oleh para pemimpin dan seluruh pengisi panggung pemerintahan. Bersama menempuh jalan pertaubatan kaafah menuju negeri penuh berkah. Oleh sebab itu, kesabaran menghadapi musibah bukan hanya pasrah. Namun diikuti sikap kembali pada syariah.
Musibah ini menyadarkan kita semua betapa lemahnya manusia. Dihadapan air saja manusia bisa kalah. Andai bukan karena pertolongan Allah luluh lantaklah kehidupan manusia akibat beragam bencana. Alam bisa saja bersikap harmonis, bisa pula sadis, tergantung bagaimana perintah Allah padanya. Karena alam begitu tunduk pada Allah. Kita?
Jadi, bencana tidak selalu murni tentang peristiwa alam. Ini tentang ketundukkan hamba yang mulai berubah menjadi kesombongan. Merasa besar dengan membuat aturan kehidupan sendiri.Â
Padahal Allah lah satu-satunya yang berhak membuat hukum. Ketika Allah memerintahkan dalam surah al-Baqarah ayat 11-12, "janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi", justru diabaikan.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan sekadar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, mengatakan bahwa banjir tahun ini merupakan yang terparah dalam sejarah.
Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah. Dari total luas wilayah 3,7 juta hektar hampir 50 persen sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit (suara.com, 15/1/2021).
Sampai di sini terlihat jelas, bukan hujan yang menyebabkan bencana. Adalah perilaku manusia yang mengadopsi pandangan hidup atau ideologi kapitalisme sekuler pengundang bencana. Kapitalisme sekuler itulah yang menghalalkan para kapital untuk eksploitasi dan privatisasi harta kepemilikan umum dengan sebebas-bebasnya.Â
Padahal sudah jelas, dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR Ibnu Majah).Â
Artinya tidak boleh ada privatisasi kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Privatisasi akan berakibat kezaliman terhadap harta umum dan ekspliotasi besar-besaran berujung pada kerusakan alam. Ujung-ujungnya umat yang terkena imbasnya.
Maka dari itu, sudah sepatutnya kita menjadikan musibah ini sebagai ajang muhasabah. Jalan pertaubatan untuk berbenah diri dan seluruh bidang kehidupan dengan mengadopsi aturan Allah secara kaafah. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki kondisi diri dan negeri yang terlanjur ngeri. Karena Allah Maha Baik. Allah Maha Pengampun dan Pemaaf.