Mohon tunggu...
Coretan Dewi Murni
Coretan Dewi Murni Mohon Tunggu... Guru - Dakwah bil hikmah

Negeri berkah dengan syariah dan khilafah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendudukan Makna Kufur Nikmat dengan Benar

21 Februari 2020   20:07 Diperbarui: 21 Februari 2020   20:13 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu patut disyukuri, di tengah dinamika perlambatan perekonomian global.

Hal tersebut dikemukakan Jokowi usai pelantikan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/2/2020).

"Alhamdulillah, ini patut kita syukuri bahwa pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%, 5,02%. Patut kita syukuri. Yang lain bukan turun, anjlok. Kita ini kalau engga kita syukuri artinya kufur nikmat," tegas Jokowi (5/2/2020) .

Kufur nikmat merupakan lawan dari syukur yang dalam bahasa Indonesia artinya terima kasih. Secara tidak langsung Presiden Jokowi meminta rakyat mensyukuri atau berterima kasih atas pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5 %.

Pertanyaannya, tepatkah Presiden Jokowi mengeluarkan opini tersebut? secara personal sah-sah saja, tapi mengingat kapasitasnya sebagai kepala negara, istilah kufur nikmat salah tempat untuk didudukkan pada perkara tersebut.

Di sisi lain, ungkapan itu terkesan menjadi dalih dan meredam sikap kritis rakyat terhadap kegagalan ekonomi Indonesia dengan membawa-bawa istilah islam.

Padahal sebagai kepala negara semestinya ia menanggapinya secara politis. Untuk berbicara syukur, tanpa diminta masyarakat Indonesia sudah cukup bersyukur bahkan sangat sabar menghadapi kondisi ekonomi yang kian mencekik.

Pertumbuhan ekonomi yang stagnan sebenarnya lebih patut untuk dimuhasabahi. Intropeksi terhadap perjalanan ekonomi Indonesia selama ini. Sebab tidak seharusnya Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah sementara sumber daya alamnya melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke.

Misalnya, hutan dengan luas yang tersisa 94.432.000 ha menurut Bank Dunia tahun 2010. Sekitar 31,065,846 ha di antaranya adalah hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km.

Sekitar 7% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berasal dari Indonesia. Total cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 7,512 milyar barel. Cadangan minyak terbesar di Natuna yaitu 117,6 juta barel, dan potensinya bisa mencapai 141,6 juta barel.

Di Sumatera Tengah mencapai 1.152 milyar barel, yang terbukti 662,1 juta barel. Itu belum termasuk hasil pertanian dan perkebunan, nikel, tembaga, emas, dan komoditi lainnya yang memiliki nilai jual tinggi dikancah internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun