Mohon tunggu...
Coretan Dewi Murni
Coretan Dewi Murni Mohon Tunggu... Guru - Dakwah bil hikmah

Negeri berkah dengan syariah dan khilafah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggapai Kesempurnaan Iman dengan Mencontoh Rasulullah Secara Kaafah

7 Februari 2020   21:13 Diperbarui: 7 Februari 2020   21:38 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad Saw haram hukumnya. Ia menegaskan hal itu pada Diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (25/1) lalu.

Menurut Mahfud, pemerintahan Nabi Muhammad menggunakan sistem legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Semua peran itu berada dalam diri Nabi Muhammad Saw sendiri.

Nabi berhak dan boleh memerankan ketiga-tiganya karena dibimbing langsung oleh Allah Swt (25/1). Nastaghfirullahal adzim. Betapa disayangkan sosok intelektual sekelas menteri mengutarakan logika tidak mendasar untuk hal yang paling dasar dalam islam, yakni akidah.

Logika tersebut sangat berbahaya jika diadopsi. Selain tidak berdalil syar'i, juga bertentangan dengan syariat islam. Itulah dampak diterapkannya sistem sekuler. Sistem tersebut mendidik seseorang untuk berfikir memisahkan urusan dunia dan agama. Seolah-olah islam hanya tentang ibadah ritual, sikap jujur, disiplin dan bersuci.

Selebihnya seperti sistem pemerintahan islam dianggap teori-terori islam atau sejarah semata. Mirisnya, sebagian ajaran islam seperti dakwah, jihad dan khilafah ditentang. Sebagai seorang muslim wajib taat kepada Sang Pencipta, Allah swt, secara menyeluruh tanpa pilih-pilih.

Hanya kepada Allahlah menyembah dan beribadah. Sementara seorang hamba adalah manusia, mahkluk yang lemah dan terbatas serta terbatas pula kemampuan akalnya. Maka dia tidak akan mampu menjangkau hakikat Allah.

Sederhananya, seorang manusia tidak mampu berkomunikasi secara langsung untuk meminta petunjuk tatacara beribadah. Di sanalah dibutuhkan seorang rasul yang memiliki kemampuan istimewa untuk menyampaikan risalah dari Allah kepada seluruh manusia.

Apapun yang beliau bawa, semuanya bersumber wahyu dari Allah, bukan keinginan diri atau hawa nafsunya. Baik itu ibadah, thaharah (bersuci), muamalah, uqubat (sanksi), sistem ekonomi hingga sistem pemerintahan.

Sehingga keberadaan rasul adalah sebagai penyampai sekaligus mencontohkan tata cara pelaksanaan risalah yang beliau bawa. Sebab islam bukan teori semata, melainkan sebuah aturan praktis. Dengan demikian, adalah hal yang wajar bila pada masa daulah (negara) islam di Madinah, Rasulullah merangkap berbagai macam posisi kenegaraan. Misalnya beliau sebagai kepada negara (khalifah), qadhi (hakim) dan amirul jihad (pemimpin perang).

Sekali lagi, sikap tersebut semata-mata bagian dari amanah beliau sebagai seorang rasul. Yaitu dalam rangka memberi contoh tatacara pelaksaan hukum-hukum Allah.

Logikannya, tanpa contoh umat akan bingung dan akhirnya berdampak pada kekeliruan melaksanakan syariat. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat bergegas meneruskan sistem warisan beliau dengan melakukan pemilihan khalifah atau pengganti beliau, sampai-sampai mereka menunda pemakaman jenazah beliau.

Sikap para sahabat itu semakin menunjukkan betapa pentingnya menjaga keutuhan sistem pemerintahan rasulullah sekalipun Rasulullah telah wafat. Artinya meniru sistem pemerintahan ala Rasul adalah kewajiban bukan keharaman. Sungguh sangat kontras dengan pernyataan di atas.

Selain itu, adalah hal yang salah jika dikatakan bahwa Rasulullah menjalankan fungsi legislatif. Legislatif memiliki makna lembaga atau badan yang memiliki kekuasaan membuat hukum. Hal itu bertentangan dengan firman Allah dalam surah Yusuf ayat 40. "Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus."

Mengingat manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasannya, ia tidak berhak membuat hukum. Hanya Allahlah satu-satunya Dzat yang berhak membuat aturan dan menentukan halal dan haram.

Sehingga tidak mungkin rasulullah melakukan perbuatan yang menyelisihi ketentuan Sang Pencipta. Faktanya, yang dilakukan Rasulullah di Madinah bukanlah membuat hukum atau legislatif, akan tetapi menerapkan aturan-aturan yang sudah ada di al-Quran dan as-Sunnah.

Dengan demikian, adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin menjalankan syariat islam secara kaafah. Dalilnya surah al-Baqarah ayat 208, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."

Pelaksanaan syariat islam secara kaafah tidak dapat diwujudkan tanpa mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Artinya, mencontohi rasulullah wajib pula secara kaafah. Bahkan sikap tersebut merupakan bagian dari sebab sempurnanya iman seseorang.

Jika iman sempurna, maka sempurnalah kebahagiannya di dunia maupun di akhirat. Tentu saja kebahagian ini adalah cita-cita mukmin sejati. Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan cukup indah dalam ungkapan beliau: "Tidak ada jalan menggapai kebahagian dan kesuksesan di dunia dan akherat kecuali ada ditangan para Rasul.

Tidak ada juga cara mengenal yang baik dan buruk secara terperinci kecuali dari sisi mereka. Demikian juga tidak dapat diraih keridhaan Allah Ta'ala sama sekali kecuali di tangan mereka. Yang baik dari perilaku, perkataan dan akhlak hanyalah ada pada petunjuk dan ajaran mereka.

Merekalah timbangan yang pas untuk menimbang seluruh perkataan dan perbuatan serta akhlak manusia dengan perkataan dan perbuatan serta akhlak mereka. Dengan mengikuti mereka terpisahlah orang yang mendapat petunjuk dengan yang sesat.

Kebutuhan mendesak kepada para rasul lebih besar dari pada kebutuhan badan kepada ruhnya dan mata kepada cahayanya serta ruh kepada kehidupannya. Semua kebutuhan yang harus ditunaikan segera maka kebutuhan mendesak kepada para Rasul diatas itu semua" (Zaad al-Ma'ad, 1/79).

Semoga di akhir zaman ini, Allah senantiasa memberikan hidayahnya kepada setiap nyawa baik itu masyarakat, pemuda hingga para penguasa agar kembali para ketaatan yang kaafah. Mencintai rasulullah sepenuh hati.

Mencintai beliau, dan mencintai pula syariat Allah. Karena negeri yang sejahterah dan berkah hanya mampu diwujudkan dengan penerapan total terhadap hukum-hukum Allah.

Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammadin wa'ala ali Sayyidina Muhammad.

Penulis: Dewi Murni (Praktisi Pendidikan, Aktivis Dakwah Pena, Balikpapan)

Tulisan ini telah tayang di Harian Jurnal, Jumat 7 Februari 2020.

https://harianjurnal.com/opini/654-menggapai-kesempurnaan-iman-dengan-mencontoh-rasulullah-secara-kaffah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun