Mohon tunggu...
Andika Chandra Prasetyo
Andika Chandra Prasetyo Mohon Tunggu... -

Adaptive, nerd, dreamer, imaginative, kind, adventurous

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Stupid Backpacking: Goin' Where The Wind Blows #1

22 September 2010   05:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:04 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ratusan kilometer dari rumah. Sendiri. Tanpa tahu arah. Tanpa tahu tujuan. Duit yang terbatas. Tanpa kartu ATM. Berjalan puluhan kilometer. Joinan(minum satu gelas berdua) kopi dengan orang yang baru dikenal. Tidur dipinggir jalan. Di tolong orang yang baru dikenal. Ketemu orang yang tujuh bulan keliling masjid-masjid Walisongo. Tidur dengan perasaan was-was takut di gerayangi homo. Ngobrol sama orang yang kemungkinan berprofesi sebagai pencopet. Ngobrol dengan orang Kalimantan. Dikasih wejangan orang yang gak dikenal


Kalo ada yang belum tahu, apa sich Stupid Backpacking itu ?!! Lihat postingan saya disini

Mungkin bagi sebagian orang, yang saya lakukan ini adalah tindakan goblog, gila, stress, buang waktu, sia-sia atau apalah sebutannya. Kalau ada yang bertanya, "Kenapa kamu melakukannya ?!". Saya hanya bisa menjawab, "Karena saya ingin melakukannya!! Dan saya suka!! Itu saja."

Dan, saya benar-benar melakukannya.

Jum'at, 2 April 2010, 07.10 WIB

Saya pergi ke stasiun Poncol Semarang. Sampai disana, ternyata ada antrian di salah satu loket. Malas mengantri, akhirnya saya putuskan membeli tiket di loket satunya lagi.

Mbak-mbak loket : Mau kemana mas ?!
Saya : Pokoknya kereta yang berangkatnya paling cepet ya Mbak!!
Mbak-mbak loket : Lha, Mas-nya mau kemana ?!.
Saya : Ya mau ke kota yang keretanya berangkat paling cepet dari sini !!?
Sambil geleng-geleng kepala, mbak-nya bilang, "CEPU !! Dua puluh delapan ribu, mas!!".
"Ini mbak", balas saya sambil menyerahkan uang tiga puluh ribu.

Mungkin saya terlihat seperti orang yang baru putus cinta, stress, dan kemudian berjalan tanpa tahu arah. Atau jangan-jangan dari kalian yang baca postingan ini juga berpikiran demikian ?!!.
GAK!!! Sama sekali nggak!!!. hehe....

Saya baca tulisan di tiket kereta, BLORA JAYA EKSPRESS. Bojonegoro. Jam 8:45 kereta datang. Karena hari libur, otomatis penumpang membludak. Para penumpang yang dibawah berebutan naik. Sementara itu, para penumpang yang masih di dalam kereta tidak bisa keluar karena terhambat penumpang yang masuk. Hasilnya, suasana bertambah ricuh. Teriakan-teriakan jengkel dari para penumpang yang ingin turun dari kereta tidak dihiraukan penumpang yang ingin naik. Ibu-ibu, anak kecil, orang tua bahkan tidak dihiraukan. Mungkin hanya ada satu hal di pikiran mereka, "bagaimana caranya supaya bisa memperoleh tempat duduk atau minimal tempat yang nyaman?!!".
Jadi inget film The Italian Job waktu si Stella bilang, "I trust everyone. The devil inside them I don't trust". Ada benarnya juga bahwa setiap manusia pasti punya iblis di dalam diri mereka masing-masing. Tinggal tunggu waktu dan kondisi yang tepat saja agar iblis itu keluar. Di kondisi ini, orang-orang keluar iblisnya demi kursi kosong. Setelah suasana sedikit tenang, saya akhirnya naik kereta juga, dan kebagian tempat paling gede alias ngesot. Ada Ibu-ibu yang berdiri, disampingnya ada pria yang duduk dikursi sambil terengah-engah. Ibu-ibu itu terus berdiri sampai akhirnya memutuskan pindah gerbong kereta.

Akhirnya kereta berangkat pukul 09:25 (Kenapa transportasi di Indonesia selalu TELAT!!!??).
Saya duduk di lantai kereta, pasang headset mp3 dan menikmati perjalanan.

Kulayangkan pandangku..Melalui kaca jendela
Dari tempatku bersandar seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan warna


-Perjalanan Ini.Padi-

Btw, kereta Blora Jaya (tolong baca yang lengkap!! jangan di singkat!! :P) bener-bener nyaman banget. Mungkin kereta ekonomi ternyaman yang pernah saya tumpangi. Bersih, kipas angin berfungsi dengan baik, kursi-kursi masih terawat baik, lampu-lampunya juga masih berfungsi, dan wc-nya juga termasuk bersih dan terawat untuk ukuran kereta ekonomi. Selain itu, berbeda dengan arah tujuan Tegal, arah tujuan Cepu ini terdiri dari banyak sekali stasiun-stasiun kecil (bahkan stasiun Ngrombo dan Jambon hanya berselisih 10 menitan), sehingga kereta sering sekali berhenti.
Iseng-iseng saya tanya orang disamping saya,
"Mas, Cepu masih jauh??", tanyaku.
"Habis stasiun ini mas", jawabnya dengan gaya cool (benar-benar sangat menyebalkan).
"Owh, kalo Bojonegoro mas",tanyaku lagi.
"Ya mentok. Gak lama.", balasnya.
"Ini kan tiketku cuman sampai Cepu bayarnya, kalo ke Bojonegoro bisa gak mas ?", tanyaku lagi sambil menunjukan tiket.
"Gak papa",jawabnya pelan sambil gelengin kepala.
"Owh.Makasih mas",balasku.

Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Bojonegoro. Sampai di Cepu, banyak pedagang makanan yang naik kereta. Karena lapar, saya membeli pecel khas Jawa Timur. Nasi dengan sayuran berupa kemangi, tauge rebus, disiram kuah kacang yang tipis, dua gorengan, dan satu sate jeroan. Murah!!!Cuma 4 ribu. Tapi menurut saya, masih jauh lebih enak pecel daerah Jawa Tengah, lebih kental saus kacangnya.

Pukul 12.30, akhirnya sampai juga kereta di Stasiun Bojonegoro. Muka yang penuh keringat dan debu ini terasa lengket (susah buat senyum :P). Setelah cuci muka di wc, saya menuju pintu keluar stasiun.

Sebelum keluar stasiun Bojonegoro, saya melihat dulu papan jadwal kereta api. Dan, WOWWW!! Kereta api jurusan Surabaya cuman 3 ribu!!! Dan kebetulan kereta tiba pukul setengah 1. Akhirnya saya putuskan ke Surabaya. Nggak lama nunggu, kereta datang juga (TERLAMBAT LAGI!!!!), dan sama seperti kejadian di kereta Blora Jaya, penumpang berebutan naik kereta. Pintu yang penuh membuat orang jadi kreatif, MASUK LEWAT JENDELA!!!. Ckckckck...
Saya cuma bisa bengong  melihat itu semua, sementara itu seorang fotografer mengabadikan momen itu lewat kameranya. Setelah suasana sedikit agak tenang, saya pun naik dan mencari tempat duduk. Ternyata masih banyak kursi yang kosong. Hahaha...beruntungnya saya.
Mau tahu apa yang terjadi di kereta dengan tiket seharga 3000 perak ?!!. Ternyata saya kebagian apesnya disini. Duduk di pinggir, hasilnya kaki saya terkena tendangan pengamen, atau pedagang. Belum cukup itu, kepala saya juga sering sekali terkena bakul pedagang yang mondar-mandir, atau menjadi pegangan orang gara-gara kereta yang berhenti berguncang. Sabar...sabar...(seperti peraturan semula, dilarang "ngerusula").

Sekitar pukul 15.40, kereta sampai di Stasiun Pasar Turi, Surabaya.
Tempat yang saya tuju pertama kali adalah Mushalla stasiun. Setelah menunaikan shalat Jamak Takhir, saya pergi ke wc untuk mandi. Dan ternyata, saya belum memasukan sabun mandi dan pasta gigi ke dalam tas saya. Cari sana-sini di stasiun, ternyata nggak ada satupun yang jual sabun mandi, terpaksa balik lagi ke wc. Daripada badan lengket gak mandi, terpaksa saya menggunakan sabun cuci muka saya sebagai sabun mandi. Yups, saya menggunakan FACIAL FOAM sebagai sabun mandi saudara-saudara!!!! Ternyata bukan ide yang buruk. Untung saja akal sehat saya menghentikan saya untuk menaruh facial foam diatas sikat gigi saya. :P

Setelah mandi-mandi, berhubung baterai handphone yang dalam kondisi kritis, saya mencari tempat pengecesan hp (biar bisa pesbukan lagi :P). Tempat-tempat seperti ini biasanya ada di counter-counter hp. Setelah menemukan, saya menitipkan handphone saya dan saya tinggal saja (berhubung lowbat parah, jadi pasti lama). Saya keluar stasiun mencari makan. Akhirnya saya putuskan makan nasi pecel (lagi ??!!). Masih sama seperti nasi pecel di atas kereta tadi, nasi dengan tauge rebus dan kemangi diatasnya, kemudian disiram saus kacang (masih enak saus kacang di Jawa Tengah. LAGI!!!), yang berbeda hanya ditambahi lauk ikan tongkol. Dan segelas es teh tentunya. Es teh di sini gak enak!! Rasanya kayak campuran kopi atau kayak teh-teh serbuk 500an yang biasanya di iklankan di hari minggu.

Selesai makan, berhubung masih menunggu handphone di charge, saya memesan satu gelas kopi (yang ini lumayan rasanya). Sambil menikmati segelas kopi, saya menonton orang yang sedang maen catur. Yang maen catur diem-diem aja, yang nonton (pak polisi yang lagi istirahat) malah sibuk berkomentar sambil menunjukan jari-jari tangannya membayangkan langkah-langkah buah catur. Hihihi...saya tertawa geli dalam hati melihat tampang pria tua yang sedang maen catur menahan emosi gara-gara komentar-komentar pak polisi.

Setelah kopi habis dan membayar (lumayan murah. habis 11 ribu), saya kembali ke stasiun untuk mengambil hp. Tapi ternyata, masih belum full juga baterainya. Sayapun pergi keluar lagi, dan duduk-duduk santai di tugu kereta api (saya namakan saja begitu) yang ada di depan stasiun. Sambil menulis catatan perjalanan saya di buku catatan saya, sambil iseng-iseng mencoba menggambar sketsa stasiun tampak depan (dan kemampuan menggambar saya benar-benar sudah menghilang :tidak: ). Datang sekeluarga yang sibuk berfoto-foto ria di depan tugu kereta api. Ada salah satu anak kecil yang lucu banget. Asli. Masih kecil sudah bisa bergaya di depan kamera. Sampai saya sendiri tersenyum geli. Hihihi...
Sekitar pukul 05.00 sore, saya terpaksa mengambil handphone saya karena cuaca yang mendung (bayar charge hp 2000 perak). Tanpa tahu arah saya berjalan keluar stasiun. Dan saya putuskan untuk menumpang angkot yang pertama kali datang.

Dan saya benar-benar tidak pernah membayangkan kejadian yang akan saya alami ini.....

bersambung.....

Stupid Backpacking : Goin' Where The Wind Blows #2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun