Mohon tunggu...
Baihaqi
Baihaqi Mohon Tunggu... Petani - Blogger

Seorang blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Demi Anak, Ijazah Sarjana Dilemarikan

11 Mei 2015   10:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu adalah sosok perempuan tangguh yang sangat berjasa terhadap kita. Sejak umur 0 – 9 bulan, ibu selalu membawa kita dalam kandungannya kemana pun ia pergi. Tak berhenti sampai disitu, ketika melahirkan ibu rela mempertaruhkan nyawanya untuk memberikan kesempatan kita agar dapat menghirup udara dunia. Meskipun seorang perempuan yang dikenal lemah, namun beliau adalah sosok pahlawan tangguh yang sangat berjasa.

Bukan hanya itu saja, sejak setelah kita dilahirkan, ibu rela “menggadaikan” istirahat malamnya demi memastikan kita tidur lelap sampai pagi membangunkan kita. Hari-hari kita mulai dikenalkan dengan beragam hal yang ada di alam sekitar. Satu per satu, mulai dari dalam keluarga, ayah, kakak, adik, kakek, nenek sampai dunia luar lainnya. Lambat tapi pasti seorang ibu telah menjadikan kita sebagai insan yang seperti sekarang ini.

Ibu adalah insan yang layak mendapatkan penghargaan, paling minimal penghormatan dari kita selaku anaknya. Karena, berkat sentuhan lembut tangannya telah menjadikan kita sebagai manusia yang berkarakter. Bukan itu saja, dari sosok ini telah tercipta ratusan perempuan tangguh lainnya di dunia. Salah satunya adalah sosok Mulia Sari, wanita kelahiran Dumai, Riau, 28 tahun silam. Dia adalah seorang ibu yang telah menyandang gelar sarjana pada tahun 2011 silam.

Wanita yang berdarah Aceh ini, demi melanjutkan perjuangannya sebagai seorang ibu setelah melahirkan seorang putri cantik, ia rela “melemarikan” ijazah S-1 yang telah didapatkannya dengan penuh pengorbanan. “Ketika saya kuliah dulu kerap sekali menuai kendala terutama terkait masalah uang sehingga saya harus mencari ide-ide cemerlang untuk mendapatkan tambahan pemasukan agar bisa terus melajutkan studi di Kota Lhokseumawe,” tutur perempuan yang kerap disapa Imul.

Dirinya sadar bahwa di balik kelembutan seorang wanita, tersimpan kekuatan yang luar biasa bak batu karang yang tak pernah patah dihantam ombak. Hal inilah yang membuat perempuan yang berparas cantik ini terus maju untuk menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Lhokseumawe, walau terkadang banyak aral yang menghadang termasuk jauh dari orang tua. “Saat itu, saya keseringan makan mie instan untuk mengganjal perut agar dapat terus beraktivitas sebagai mahasiswa,” ujarnya mengenang masa silam.

Setelah mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi Islam (S,Kom.I), anak kedua dari tiga bersaudara ini mulai meniti karirnya sebagai tenaga Hubungan Masyarakat (Humas) di salah satu perusahaan swasta di Dumai, kota kelahirannya. Namun, itu tidak bertahan lama karena dia memutuskan untuk berhenti demi menjadi tenaga di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) walau honor yang didapat terkadang tidak cukup untuk kehidupan sehari-harinya.

“Dulu saya pernah bekerja di perusahaan swasta di Dumai, tapi akhirnya memutuskan untuk berhenti karena saya ingin mengabdi sebagai tenaga di PAUD untuk bermain dan memberikan sedikit ketrampilan semampu saya kepada anak-anak meskipun saya bukan lulusan dari fakultas keguruan,” ungkap alumni jurusan Dakwah prodi Komunikasi Penyiaran Islam STAIN Malikussaleh Lhokseumawe.

Bagi perempuan yang mempunyai cita-cita mendirikan panti asuhan yatim piatu, keberhasilan seorang anak bukan dimulai sejak memilih jurusan untuk kuliah melain sejak kecil dan bahkan sejak dalam kandungan. “Bisa dibayangkan, apa yang terjadi bila anak-anak yang masih kecil yang merupakan generasi penerus bangsa diabaikan oleh ibunya, tentunya kemunduran suatu Negara akan dirasakan dikemudian hari,” sebut perempuan yang pernah menjuarai cerdas cermat Bahasa Inggris tingkat kampus pada tahun 2006.

Keputusan ini dilatar belakangi karena keprihatinannya melihat banyak anak-anak usia dini yang nyatanya memiliki ibu akan tetapi sang ibu sibuk dengan rutinitas sendiri. Paling tidak, dengan menjadi guru di PAUD dilingkungan tempat perempuan ini dilahirkan, dia dapat memberikan pendidikan dini dan membentuk kepribadian seorang anak menjadi insan yang punya karakter dan tidak lebay. Menurut wanita yang suka dengan kuliner sate padang dan empek-empek, sekarang tidak sedikit orang tua khususnya kaum ibu yang demi mengejar karir dan finansial tega “menggadaikan” masa-masa golden age anak yang masih membutuhkan didikan dasar.

“Apakah yang seperti ini dinamakan emansipasi wanita? Atau keseteraan gender yang dengan sengaja mengabaikan kewajibannya sebagai seorang ibu demi mengejar karir dan materi?” ujarnya dengan nada bertanya.

14313160901737628833
14313160901737628833
Baginya, menemani dan menjadi guru pertama untuk anak jauh lebih mulia dari pada harus meniti karir di luar yang belum tentu hasilnya membuat anak kita bahagia. “Saya bukannya tidak setuju dan menentang ibu-ibu yang bekerja di luar rumah (wanita karir) namun bagi saya yang utama dan penting adalah perhatian untuk anak jauh lebih berharga,” ujar perempuan yang punya hobi masak.

“Namun bagi mereka yang bekerja, Pemerintah kita hendaknya bisa berfikir ulang tentang pola-pola kerja yang dibebankan kepada kaum hawa yang memiliki anak yang masih belia sehingga mereka bisa memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka untuk masa depan bangsa,” harapnya.

Perempuan yang pernah menjabat sebagai sekretaris Lembaga Pers Mahasiswa di STAIN Lhokseumawe mempunyai anggapan, bahwa wanita yang berpendidikan tinggi bukanlah untuk menyaingi kaum laki-laki, tapi untuk membangun sebuah generasi yang beradab dan berwibawa.

Tepat pada 2013 silam, perempuan yang pernah menjadi jurnalis ketika kuliah dulu memutuskan untuk menikah. Dua bulan pasca ijab kabul, orang tuanya kembali mempertanyakan status ijazahnya yang belum juga digunakan untuk melamar pekerjaan yang bergengsi. “Mul, apa ijazah sarjananya tidak dipakai? Kalau hanya untuk menjadi istri yang tugasnya hanya di rumah, untuk apa dulu kuliah?” ungkapnya mengulang apa yang ditanyakan oleh sang Ibu.

Pertanyaan tersebut memang sempat dipertimbangkan karena dia tau ibunya tidak pernah menginginkan putrinya menjadi sarjana tanpa kerja. Namun, ketika dia mengetahui kalau dirinya positif hamil, niatnya untuk “menjual” ijazah ke perusahaan-perusahaan bergengsi urung dilakukannya. “Saya yakin, kalau Allah memberikan saya rezeki, pasti rezeki itu dititipkan melalui suami saya walau saya sendiri tidak bekerja,” ujar perempuan yang bersuamikan putra Aceh ini.

“Bukan hanya itu, untuk menghasilkan uang kan tidak mesti meninggalkan anak. Dari rumah juga bisa mendatangkan uang kalau mau berusaha, apalagi sekarang dunia ini sudah datar dengan adanya jaringan internet yang mudah didapat,” ungkap perempuan yang suka ngecraft.

Perempuan yang kerap menggunakan produk citra untuk perawatan tubuhnya lebih memilih menjadi seorang ibu yang mengasuh anaknya sendiri dari pada harus menitipkan demi mengejar karir dunia. Walau bukan tokoh layaknya pahlawan seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia atau R.A Kartini, perempuan yang kini menjadi ibu dan guru pertama untuk seorang putri yang telah dilahirkan pada September 2014 silam layak mendapat penghargaan sebagai perempuan citra cantik Indonesia, karena yang dipikir bukan semata-mata untuk dirinya tapi untuk lingkungan dan masa depan bangsa.

Dia yakin, seorang anak dapat mengharumkan nama keluarga, agama dan bangsa jika sejak kecil dididik secara lembut oleh ibunya. Dan dia berharap, anaknya kelak dapat melakukan itu agar pengorbanan yang telah dilakukannya akan memberi makna dan tidak sia-sia terukir dalam sejarah hidupnya. Selain itu, dia berharap agar perempuan-perempuan yang ada di Indonesia menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya demi membawa Indonesia yang lebih bermartabat dan dihargai dimata dunia. Semoga!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun