Happy Sunday Afternoon teman-teman Kompasiana.com,
Semoga masih terus diberkahi kesehatan dan rezeki hari ini, amin.
Kemarin, entah beberapa minggu yang lalu, saya tengah dilanda emosi yang meluap-luap mengalahkan Bromo dan Merapi yang kemarin sempat meletus. Ini terjadi karena seseorang terdekat saya,ehmm...dia kekasih saya,juga sedang tidak enak hati saat itu. Ketika itu saya sangat marah , sangat sangat marah tepatnya. Saya tau dia memang marah pada saya karena suatu hal. Lalu kami mulai saling diam hari itu. Sampai sekitar jam7 malam sepulang dia fitness, dia menelpon saya. Pada saat ini lah saya merasakan kejengkelan karena memang saya tahu
dia marah, tapi dia justru diam seribu bahasa ketika di telpon. Bagaimana saya tidak jengkel kala itu? Padahal harapan saya, dia akan marah dan berbicara dengan saya agar masalah kami selesai. Tapi ternyata dugaan  saya salah besar, dia justru diam, tak berbicara banyak hanya berbicara dengan jawaban yang saya pikir itu sangat ketus di telinga saya. Akhirnya ketika emosi saya meluap ketika mendengar jawaban yang ketus dari dia sekaligus diamnya dia pada saat itu, saya ngomong ngalor-ngidul, sampai ngomel nda karuan, alhasil telpon saya matikan.
Nah selang dua jam kemudian, saya mencoba menghubungi dia karena memang saya tau dia tidak akan menelpon saya lagi karena tadi saya mematikan telponnya. Lalu saya coba telpon, dia mengangkat dan tetap sama keadaanya, dia diam. Namun sekarang bedanya, saya ngomong dengan apa yang sedang saya rasakan. Saya coba ngomong, lalu dia dengarkan. Dia mulai menjawab. Dan dari masalah ini saya baru sadar akan kata-katanya. Dia bilang, "kamu merasa nda salah apa-apa kan? kamu merasa bener kan? itu kesalahan kamu. Ketika kamu
merasa paling benar, pada saat itu juga kamu salah besar".Ucapannya seakan menyadarkan saya dari kesalahan-kesalahan saya terdahulu. Jadi selama dua jam kami tidak berhubungan itu ternyata adalah proses untuk kami berdua untuk mengkoreksi diri kami masing-masing. Beri waktu untuk otak kita berpikir, jangan terburu-buru dalam memutuskan sesuatu ketika kita sedang diburu emosi.
Ternyata memang manusia perlu untuk intropeksi diri sebelum melakukan judgement yang membuat orang lain rugi. Begitu pula, orang lain perlu intropeksi diri atas perilakunya sendiri. Sehingga ketika bertemu satu sama  lain, keduanya sudah memiliki solusi yang bisa disatukan dan menjadikan semua masalah clear. Sekarang saya jadi berpikir bagaimana caranya agar saya tidak menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi, sebab melihat kesalahan diri itu lebih bijak daripada melihat kesalahan orang lain. Tak salah jika peribahasa pernah bilang, "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak", karena memang kita sering melihat kesalahan orang lain, namun kesalahan dalam kita sendiri tak pernah kita lihat. Dan satu lagi yang saya dapat dari sebuah masalah yang pernah saya hadapi, yaitu saya menjadi orang yang lebih berhati-hati dalam bertindak dan yang pasti saya belajar menyelesaikan masalah.
So now, stop blaming someone, correct yourself guys.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H