Mohon tunggu...
Catatan Yoan
Catatan Yoan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belalang Ternyata Bukan Serangga

24 Januari 2016   13:34 Diperbarui: 24 Januari 2016   13:59 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah nyata di salah satu kota di Negaraku Indonesia : Suatu hari di sebuah sekolah di kota S******g, seorang guru SD menerangkan di depan kelas dengan lancarnya, "Ayo anak-anak dicatat ya! Yang termasuk unggas adalah ayam, bebek, burung. Yang termasuk serangga adalah : nyamuk, semut, lebah." Para murid sibuk mendengarkan dan mencatat, memang sih ada sebagian kecil lainnya yang sibuk mengobrol, sebagian lainnya di pojokan juga sibuk bermain 'BINGO' dengan teman-temannya. "Diinget ya, yang serangga akan keluar waktu tes." Sang guru setengah berbisik, memberikan sedikit bocoran soal yang akan keluar saat tes nanti. 

Pulang sekolah, salah satu murid SD pergi ke Bimbingan Belajar (BimBel), mengerjakan PR dan menyiapkan diri untuk tes. Sang guru BimBel coba mengetes daya ingat si murid, "Ayo yang termasuk serangga apa saja?" Sang murid SD dengan ragu menjawab,"Nyaaaaammmuuukkk... hmmm... terus... hmm.." Si guru BimBel mencoba membantu,"Yang suka mengumpulkan makan bersama." "Semut!!" si anak menjawab mantap. "Terus apalagi coba,yang suka di pohon, bisa terbang." Si guru mencoba memancing daya ingat si murid. "Mmm... Belalang? Jangkrik? Kepik? Lebah?" Si murid menjawab dengan beruntun seolah-olah sedang mengikuti program kuis berhadiah di televisi. Sang guru dengan tersenyum menjawab,"Iya betul, belalang, jangkrik, kepik, lebah termasuk dalam serangga." Sampai disini semua terlihat lancar dan tidak ada masalah.

Keesokan harinya, ketika tes dilakukan, sang guru tidak mengingkari janjinya. Di salah satu soalnya tertulis 'Sebutkan 3 hewan yang termasuk serangga?' Si murid dengan PD menuliskan jawabannya di dalam lembar tes : Semut, Nyamuk, Belalang. Singkat cerita, ketika hasil tes dikeluarkan, ternyata jawaban si murid tentang serangga disalahkan oleh si guru. Menurut sang guru yang termasuk ke dalam serangga adalah : semut, nyamuk, lebah sesuai yang dia sebutkan di depan kelas. Si anak protes, namun sang guru (yang katanya harus digugu dan ditiru) tetap pada keputusannya yaitu : salah karena tidak sesuai dengan catatan yang diberikan. Miris!!

Ini salah satu contoh dari sekian banyak kekonyolan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Ketika kemampuan menghafal menunjukkan kepintaran seorang anak. Ketika pemahaman menjadi tidak penting, yang penting hafal dapat nilai bagus berarti pintar. Ketika guru bocorkan soal, murid ingat dan hasil tes bagus berarti anak pintar. Ketika Ujian Nasional dan kunci jawaban tersebar, murid menghafal jawaban, dapat nilai bagus berarti pintar. Miris!!

Maka tidak heran dampaknya dapat kita lihat dalam hal yang lebih luas. Bagaimana mereka yang hafal Pancasila, tapi tidak memahaminya, maka tidak dijalankan. Lebih baik tidak usah hafal kata demi kata dengan tepat, tetapi bisa memahaminya dan bisa menjalankannya dengan tepat. Pemahaman jauh lebih berarti dan penting daripada kaya hafalan tapi miskin pemahaman dan pengamalan. Kalau sekedar menghafal tanpa tahu, mengerti, dan memahaminya, dalam praktik di dunia nyata kita tidak akan tahu kapan yang kita hafal itu dapat digunakan.

Maka tidak heran bila baru-baru ini sedang heboh di dunia maya (youtube), dimana seorang bapak tua supir taksi yang ditilang polisi karena berhenti di bawah rambu lalu lintas 'P' dicoret. Si bapak supir taksi sedang berhenti karena ingin melihat sesuatu yang dijual di kiri jalan (terkait kendaraannya), si bapak tetap menyalakan mesin dan duduk di dalam kendaraannya. Polisi datang dan menilang bapak tua ini dengan alasan parkir di bawah rambu 'P' coret. Si bapak tua itu berusaha membela diri,"Saya tidak salah, jangan ditilang. Saya tahu tidak boleh parkir disini, saya hanya berhenti sebentar, saya ada di dalam mobil dan mesin menyala." Sang polisi menjawab,"Sama saja berhenti dan parkir." Si bapak tua menjawab "Beda pak, berhenti dan parkir beda pak, saya mengerti, saya paham UU nya." Si bapak tua tetap ditilang oleh si polisi muda itu.

Saya yakin seyakin-yakinnya, sang polisi lalu lintas yang masih muda itu pernah menghafal UU tentang lalu lintas, pernah menghafal istilah-istilah berlalu lintas dan artinya. Saya yakin seyakin-yakinnya juga, kalau si polisi muda itu hanya menghafal tetapi tidak memahaminya, sehingga dia tidak tahu kapan harus menggunakan yang ia hafalkan itu. Menurut UU nomor 22 tahun 2009, "ayat 15. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 16. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya". Kalau sudah begini siapa yang salah siapa yang benar? Siapa yang cuma sekedar menghafal tapi gagal paham, siapa yang lebih mengerti dan memahami undang-undang? Miris!!

Saya percaya, tidak semua guru 'terjebak' dalam sistem pendidikan kuno ini, mari para pendidik, mari para orang tua, mari pemerhati pendidikan, mari mereka yang peduli dengan pendidikan dan masa depan anak bangsa. Sejauh jangkauan tangan, jangan kita 'jebak' anak-anak Indonesia, generasi muda harapan bangsa dengan dunia hafal-menghafal tanpa mengerti dan memahami dengan benar apa yang dibaca / dihafalkan. Sedini mungkin terhadap mereka anak-anak yang senang bertanya apa dan mengapa, jangan kita jawab,"Sudah percaya saja.... Pokoknya....... Jangan banyak tanya, diingat saja....." Karena sejatinya mereka pernah berusaha untuk memahami, tapi jangan-jangan kita yang telah 'membunuh' rasa ingin tahu mereka itu.

Stop lecehkan mereka dengan menstempel bahwa anak pintar adalah anak yang pintar menghafal, yang dapat nilai tertinggi di sekolah. Karena anak yang telah Tuhan ciptakan dan hadirkan di tengah-tengah kita, adalah anak yang pintar dengan kepintarannya sendiri. Jangan hina Tuhan, jangan hina ciptaan kesayangan-Nya.

Selagi pemerintah terus berusaha memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, mari kita didik anak-anak kita untuk menjadi anak-anak pintar sesuai kepintarannya masing-masing.

 

Mari Berubah Jadi Terang Bagi Bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun