Setelah berjalan sekitar hampir setengah jam, tanda-tanda Homestay Dieng Cool kami pun mulai terlihat. Ya, kami pada akhirnya hanya memesan 2 kamar untuk 2 hari.Â
Tapi surprisingly, kami mendapat 2 bed dalam kamar dan dipersilahkan menggunakan 1 bed di ruang tengah rumah tersebut. Feels like home beneran ini karena mikirnya kita terpisah tembok-tembok kamar dan sulit untuk berkomunikasi sepanjang jeda acara. Disini kami tidak tinggal di Homestay Dieng Cool tapi di rumah warga yang bersebelahan dengan Homestay tersebut.
Setelah beristirahat dan makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke venue acara nanti malam. Udara dingin dan jalan berliku serta naik turun cukup membuat nafas kami menjadi pendek. Disana kami mencoba untuk mensurvey beberapa tempat di sekitar venue acara.Â
Tenda warna-warni milik para backpacker cukup mampu membuat kami ingin sekedar mengabadikannya. Band-band lokal pun mulai mempertunjukan kemampuan bermusiknya di panggung-panggung kecil. Kami pun ikut mencoba permainan UNO STACKO besar, ya walaupun kalah, ini tetap jadi hiburan kami dan sebagai penghangat tubuh kami kala itu.
Tepat pukul 7 malam, gate dibuka, kami pun dengan segera mencari tempat yang oke untuk menikmati musik jazz itu. Penampilan 3 host dan band lokal asal Jogjakarta menjadi pembuka hangat sebelum band kawakan Gugun and the Blues Shelter serta Is ex-vocalist Payung Teduh menambah kehangatan panggung Jazz DCF 2019 malam itu.Â
Namun, kabar tidak menyenangkan datang malam itu, beberapa daerah mengalami gempa yang tentunya sesaat membuat cemas perasaan beberapa orang disana tentang keluarganya.Â
Hari pertama Dieng Culture Festival 2019 pun ditutup dengan dinginnya udara Dieng yang mencapai 11c serta band yang membawakan Instrument Jazz. Bagaimana cara pulang ke Homestay nya? Yang kami ingat adalah Dingin hanyalah sugesti, begitu kata Host acara tadi. Tapi sugesti tak berlaku ketika perut lapar kan?.
Pagi harinya, disaat masih gelap kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan kami dengan motor sewaan menuju Bukit Sikunir. Jangan ditanya ya dinginnya seperti apa, yang pasti pagi itu suhu yang tampak di layar handphone kami antara 7-8c. Lumayan dingin, tapi yang kembali perlu diingat ialah Dingin hanyalah sugesti. Dengan berpakaian lengkap dan tebal kami pun bersiap menembus gelapnya malam.
Perjalanan dengan motor sekitar 20 menit menuntun kita menuju kerumunan orang yang biasa disebut Sunrise Hunter. Jajanan gorengan yang tampak telah membuka lapaknya sejak dini hari dan perjalanan menanjak titik awal untuk ke bukit Sikunir membuat peluh kami mulai jatuh dan cukup membuat tubuh menjadi hangat.Â