Mohon tunggu...
Catarina Tenny Setiastri
Catarina Tenny Setiastri Mohon Tunggu... Guru - Ibu, guru, dan pejalan.

ig: catarinatenny22 Saya Ibu dan guru, yang memiliki minat melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru, yang cenderung senyap. Mengalami dan meresapi dengan berinteraksi dengan orang lokal, dengan penggiat alam atau pejalan lainnya. Destinasi bukan satu-satunya tujuan dalam perjalanannya; ia puaskan dirinya dengan pengalaman baru bersama keluarga, mencari letupan-letupan keajaiban di tiap pengalaman yang singgah. Keajaiban yang ia percaya selalu ada dariNya, yang membuat ia bertumbuh menjadi lebih baik dan lebih berguna, pun tumbuh dalam imannya yang ga seberapa.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gunung Sumbing, 3.371 Mdpl (1): Kehangatan Warga Dusun Butuh, Kaliangkrik

29 Desember 2023   15:46 Diperbarui: 29 Desember 2023   16:21 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tu... bener kan, wajah Pak Raka kebingungan. wkwk, Pak Raka bener-bener perhatian. Makasih banget./Dokumentasi pribadi

          Malam itu, pk 20.00 WITA sepulang kerja, saya berangkat dengan bis menuju dermaga Gilimanuk. Saya bertemu David dan Enji disana. Kami nyebrang lalu naik kereta dari Ketapang menuju Yogyakarta. 

Tiap berada di moda transportasi, apapun itu, saya gunakan untuk beristirahat. Well, saya memang ga terlalu banyak mempelajari Gunung Sumbing jalur Kaliangkrik ini karena kesibukan di kantor, tapi saya percaya, saya akan mendapatkan banyak pengalaman dan letupan-letupan yang indah dan tak terduga disana, jadi saya persiapkan diri sebaik-baiknya. Saya harus fit untuk pengalaman yang spesial ini.         

Makan malam bareng Pak Supandi, sebelum terlelap ke arah Dusun Butuh./Dokumentasi pribadi
Makan malam bareng Pak Supandi, sebelum terlelap ke arah Dusun Butuh./Dokumentasi pribadi
Baca juga: Pendakian Gn. Pohen
Kami dijemput Pak Supandi pk 20.45 WIB, untuk makan malam, mampir menjenguk Om di Sucen, dan menuju basecamp di Desa Butuh. Sebenarnya, kami dijemput oleh Pak Afandi, namun karena ada acara, Pak Supandi-lah yang menggantikan. Kami senang karena dijemput dengan jenis mobil sesuai permintaan kami. Itu membuat kami nyaman dan bisa rehat sepanjang perjalanan. 

Carrier-carrier kami taruh di jok belakang, saya duduk di depan, sementara Enji dan David duduk di bagian tengah. Perjalanan sekitar 2,5 jam dan kami tertidur pulas setelah lepas dari Sucen. Kami sampai di Dusun Butuh pk. 12 malam dan hahaha... apa kira-kira kami langsung ketemu basecamp dan rehat? Ooooo, tentu tidak! 

Sabtu, pk. 20.45 WIB; berada di tempat berbeda tanpa laptop dan bau-bau kerjaan, wkwk/Dokumentasi pribadi
Sabtu, pk. 20.45 WIB; berada di tempat berbeda tanpa laptop dan bau-bau kerjaan, wkwk/Dokumentasi pribadi

Letupan pertama dimulai! Mobil tidak bisa sampai dipakai ke basecamp. Jalannya sempit, lebar sekitar 1,5 meter, dengan kemiringan hampir 75 derajat. Untuk pk 12 malam, harus jalan kaki mencari basecamp yang ada di antara timpukan pemukiman lain, oo... tentu ogah, wkwk.Jadilah kami naik ojek. Motor yang digunakan adalah motor laki berkopling 110-150 cc, bertangki depan, tempat kami taruh carrier. 

Ya Tuhannnn... Motornya melaju di gang sempit, di antara jurang dan tumpukan rumah-rumah. Tetap melaju tanpa berhenti karena kemiringan yang terlalu brutal. Ingin rasanya pegang kamera, tapi mental berasa ga stabil. 

Ngeri dan exciting campur aduk menjadi satu. Gilakkkk! Ini gilakkk! Saya coba lihat ke bawah di derunya motor, yang keliatan hanyalah remang-remang, gradasi komplit warna hitam, yang semakin ke bawah semakin hitam legam pertanda semakin curamnya . Wkwk... klo ga malam, mungkin saya sudah teriak lantang, ekspresikan perasaan. 

Eh ga juga sih, bakal diliatin orang banyak, wkwk. Sampai di basecamp, saya yang masih tegang, turun begitu perlahan dari motor. Saat slow-motion itu, saya pandangi wajah Pak Supandi, eh astaga si Bapak... kenapa wajahnya beda kali sama saya yak. Yang ada, cuman wajah ngantuk, ga ada tegang-tegangnya blass, wkwk. 

Dapur Ibu Lilik yang super luas, tempat Beliau memasak dengan kasih./Dokumentasi pribadi
Dapur Ibu Lilik yang super luas, tempat Beliau memasak dengan kasih./Dokumentasi pribadi

Kami disambut Pak Raka di basecamp. Pak Raka menggambarkan jalur yang akan kami lewati besok. Bagaimana kami sampai di pos 1, bagaimana banyaknya tangga menuju pos 2, banyaknya pendaki yang sedang di atas, dan banyak lagi. 

Semua dia terangkan dengan antusias, tanpa menyadari kami ingin ke dalam, ke ruang tidur, haha... bisakah sambutannya kami denger sambil rebahan? Kebayang ga sih, situasi ini laksana early briefing di pk. 01 pagi, di saat mata mengatup dan badan meraung-raung mau bobok, sementara kudu siap siaga karena musuh mau menyerang, wkwk. 

Gambaran yang paling menarik dari Beliau adalah campsite baru di antara pos 3 dan pos 4, 'Si Kendil' yang baru mereka buat minggu itu. Menurut Beliau, spot menawarkan keindahan hakiki, yang begitu indah, yang begitu luar biasahhhh, dengan lautan awan yang tiada berujung, tiada berkesudahan. Dan kami dong... langsung terpana, menganga dengan mata tak terpejam lupa akan kantuk, auto menetapkan disanalah kami akan nge-camp, hahaha... Sepertinya Pak Raka memang marketing yang handal. Ia adalah letupan kedua! Hap, tawarannya langsung dilahap! Hahaha.

Kehangatan pagi di Dusun Butuh: jangan sia-siakan :)/Dokumentasi pribadi
Kehangatan pagi di Dusun Butuh: jangan sia-siakan :)/Dokumentasi pribadi

David bangunkan kami lebih awal. Menurutnya sayang banget jika hangatnya pagi di Kaliangkrik ini dilewatkan. Dan benar saja, begitu segar, begitu menggoda untuk dinikmati. Pak Raka sudah berdiri di posisi yang sama saat kami datang. Sudah banyak topik yang ia bicarakan dengan pendaki-pendaki lain yang bangun sebelum kami. 

Setelah packing, kami sarapan di kantin basecamp. Sarapan prasmanan. Semua jenis makanan telah disajikan di rak kaca. Kita tinggal pilih dan mengambil makanan yang kita suka dan berapa banyak yang kita mau. Pendaki-pendaki lain sudah duduk berjejer makan saat kami menuju rak. Terlihat mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini.

 Makanan di piringnya menggunung setinggi gunung Sumbing yang akan mereka daki. Tapi bukan itu yang menarik. Yang menarik adalah jenis sayur dan lauk yang dihidangkan; ada ayam, ikan laut, telur, sayur nangka dan sayur daun kates. 

Hmmm... saya tertarik sama sayur katesnya! (baca: pepaya). Dan benar adanya, entah bagaimana ia mengolah, sayur kates ini begitu enak dan tak ada rasa pahit sedikitpun. Ia tumis dengan udang dan rasanya tercampur apik sempurna.

Wkwk, Ibu ngajarin kami boso Jowo: sedosooooo./Dokumentasi pribadi
Wkwk, Ibu ngajarin kami boso Jowo: sedosooooo./Dokumentasi pribadi

Saya penasaran sama si tukang masak. Saya ingin memuji masakannya. Saya ke dapur dan mendapatkan seorang Ibu paruh baya yang masih mengaduk-aduk olahan lain di tungku. 'Ibuuuuu, sayur katsnya enak kaliiiii. Ibu pakai apa, kok bisa enak gitu? Enak banget lohh'. Hahaha, seperti ga bisa kebentung pujian ini. 

But, gosh! Ibu masih pakai tungku kayu bakar! Segitu banyak masakannya hanya dengan 1 tungku? jam berapa Beliau mulai masak? Akhirnya, dapur ini menjadi destinasi pertama saya. 

Nyaman banget ngobrol di dapur seluas ini. Hahaha, Ibu juga ngajari kami bahasa Jawa nih; siji, loro, telu, sedoso... ngajarin gimana bungkus nasi, dan ngenalin kami kue-kue tradisional. Hahaha, kami pun diberi bekal Mendut - kue tradisional berwarna ungu dari tepung yang berisikan unti atau parutan kepala muda yang manis. Hmmm, it's so yummy. Kami lama sekali ngobrol dan bercanda di dapur sama Ibu. Letupan-letupan tawa pecah sebelum memulai pendakian.

Tu... bener kan, wajah Pak Raka kebingungan. wkwk, Pak Raka bener-bener perhatian. Makasih banget./Dokumentasi pribadi
Tu... bener kan, wajah Pak Raka kebingungan. wkwk, Pak Raka bener-bener perhatian. Makasih banget./Dokumentasi pribadi

Pak Raka memanggil kami untuk mengecek barang bawaan, menghitung banyaknya plastik yang kami bawa. Kami berkumpul, dan me-list barang bawaan. Hihihi, ada yang lucu saat itu. 

Wajah Pak Raka keliatan bingung melihat bawaan kami. "Kok tas-nya enteng-enteng, Dik?" "Kalian bawa gas cuman 2, dikit amat?" "Kok logistiknya sedikit sekali?" "Kalian ga bawa mie instan? Haa, ga suka? Trus kalo laper, kalian makan apa?" "Kalian ga bawa beras? Ga bawa sayur? Gulanya cuman sedikit gini? (baca: 1 sendok makan). "Ha, kalian bawa tenda sendiri-sendiri?" "Kalian ga bawa madu?" "Ga, Pak Raka, kami ga suka mie instan. Kami ga makan madu". Hahaha, Bapak tambah bingung. 

"Trus, kalian makan apa di atas?" Kami jeberin lauk instan yang tinggal dihangatkan dan bungkusan nasi yang kami pesan dari Ibu untuk 2 hari, hahaha. Wajah Pak Raka masih sama seperti sebelumnya. Kerutan  di antara matanya tidak berangsur surut. Oh Pak Raka, makasih banget perhatiannya. 

Wah, warga bener-bener ramah. Suka banget bisa jalan ke Pos 1./Dokumentasi pribadi
Wah, warga bener-bener ramah. Suka banget bisa jalan ke Pos 1./Dokumentasi pribadi

Kehangatan tiap pribadi yang kami temui benar-benar kami rasakan. Semua ini berlanjut ketika kami mulai berjalan. Hari itu, tidak ada ojek untuk ke pos 1, jadi kami mulai jalan dari basecamp. 

But you know..... justru ini adalah kesempatan kami berinteraksi, tidak saja dengan alam yang begitu indah, melainkan pula dengan para warga lokal yang begitu ramah. 

Semua menyapa, tersenyum. O gosh, wisata pendakian ini begitu lengkap. Nilai lokal (keramahan dan perhatian) begitu kental di desa ini: Mas Lilik yang meng-arrange penjemputan dan pengantaran kami (Stasiun Lempuyangan - Dusun Butuh), Pak Supandi yang menjemput dan mengantar kami hingga ke basecamp, Pak Raka yang memberi briefing lengkap dan pengecekan barang-barang dan jumlah plastik yang kami bawa, Ibu Lilik yang memasak dengan hati, Pak Afandi yang mengantar kami ke Yogya, dan masyarakat lain yang kami temui sepanjang jalur Kaliangkrik. 

Masing-masing warga mengoptimalkan perannya yang beragam, hingga semuanya menjadi rangkuman yang indah untuk Pariwisata Berkelanjutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun