Gambaran yang paling menarik dari Beliau adalah campsite baru di antara pos 3 dan pos 4, 'Si Kendil' yang baru mereka buat minggu itu. Menurut Beliau, spot menawarkan keindahan hakiki, yang begitu indah, yang begitu luar biasahhhh, dengan lautan awan yang tiada berujung, tiada berkesudahan. Dan kami dong... langsung terpana, menganga dengan mata tak terpejam lupa akan kantuk, auto menetapkan disanalah kami akan nge-camp, hahaha... Sepertinya Pak Raka memang marketing yang handal. Ia adalah letupan kedua! Hap, tawarannya langsung dilahap! Hahaha.
David bangunkan kami lebih awal. Menurutnya sayang banget jika hangatnya pagi di Kaliangkrik ini dilewatkan. Dan benar saja, begitu segar, begitu menggoda untuk dinikmati. Pak Raka sudah berdiri di posisi yang sama saat kami datang. Sudah banyak topik yang ia bicarakan dengan pendaki-pendaki lain yang bangun sebelum kami.Â
Setelah packing, kami sarapan di kantin basecamp. Sarapan prasmanan. Semua jenis makanan telah disajikan di rak kaca. Kita tinggal pilih dan mengambil makanan yang kita suka dan berapa banyak yang kita mau. Pendaki-pendaki lain sudah duduk berjejer makan saat kami menuju rak. Terlihat mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini.
 Makanan di piringnya menggunung setinggi gunung Sumbing yang akan mereka daki. Tapi bukan itu yang menarik. Yang menarik adalah jenis sayur dan lauk yang dihidangkan; ada ayam, ikan laut, telur, sayur nangka dan sayur daun kates.Â
Hmmm... saya tertarik sama sayur katesnya! (baca: pepaya). Dan benar adanya, entah bagaimana ia mengolah, sayur kates ini begitu enak dan tak ada rasa pahit sedikitpun. Ia tumis dengan udang dan rasanya tercampur apik sempurna.
Saya penasaran sama si tukang masak. Saya ingin memuji masakannya. Saya ke dapur dan mendapatkan seorang Ibu paruh baya yang masih mengaduk-aduk olahan lain di tungku. 'Ibuuuuu, sayur katsnya enak kaliiiii. Ibu pakai apa, kok bisa enak gitu? Enak banget lohh'. Hahaha, seperti ga bisa kebentung pujian ini.Â
But, gosh! Ibu masih pakai tungku kayu bakar! Segitu banyak masakannya hanya dengan 1 tungku? jam berapa Beliau mulai masak? Akhirnya, dapur ini menjadi destinasi pertama saya.Â
Nyaman banget ngobrol di dapur seluas ini. Hahaha, Ibu juga ngajari kami bahasa Jawa nih; siji, loro, telu, sedoso... ngajarin gimana bungkus nasi, dan ngenalin kami kue-kue tradisional. Hahaha, kami pun diberi bekal Mendut - kue tradisional berwarna ungu dari tepung yang berisikan unti atau parutan kepala muda yang manis. Hmmm, it's so yummy. Kami lama sekali ngobrol dan bercanda di dapur sama Ibu. Letupan-letupan tawa pecah sebelum memulai pendakian.