Saat hubungan sang istri dan suaminya merenggang.....Tuhan sang istri tak berpihak padanya. Di bulan kitab suci, semua bacaan di keempat minggu, jauh dari solusi manusiawi. Jauhhhh dari solusi mudah. Benar-benar ga logis, dan berat untuk dilakukan. Tapi nurani sang istri menggumam, dan ia pun mengiyakan: semua itu berat... tapi itulah jalan yang ia perlu, itulah jalan keluar yang terbaik.
Di minggu pertama, dikisahkan Yunus yang diutus, menolak dan melarikan diri. Ia tidak mau terlibat dalam rencana Tuhannya. Dan endingnya, ya... mau lari kemana lagi? Dia mau lari dari Tuhannya? Ya ga mungkin. Ia ditelan ikan besar dan berada di dalamnya selama 3 hari, sebelum dilemparkan kembali ke daratan dan melakukan perutusannya (Yunus 1:1-17).Â
See, sial, kan? Sang istri sudah berjanji setia dengan sadar dalam sakramen pernikahannya, menerima perutusannya untuk menerima sang suami dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, dan sekarang saat ada masalah, ia mau lari dan tidak menyelesaikan masalah yang ada? Ya mana mungkin? Ia sudah mengatakan 'bersedia', saatnya kini mempertanggungjawabkan sumpah setianya. Dan jadilah sang istri mengambil diari-nya, menuliskan kegelisahan hatinya, lalu mengurai benang ruwet dan mencari akar masalahnya. Dan akhirnya, setelah 2 jam, ia berhasil mendapatkan poin-poin untuk dirinya, untuk melangkah dari keterpurukan hati yang meghabiskan energi. Â
Ia memutuskan untuk melakukan apa yang ia bisa kontrol saja, yaitu: tetap melakukan yang pakem, seperti:
1. senyum dan nyapa sang suami walaupun ga dibalas,Â
2. menyiapkan sarapan,Â
3. bilang kalau mau kerja atau pergi,Â
4. dan mencium pipi (jika sang suami mau menerima).Â
Hal yang kedua yang bisa ia kontrol adalah mengutamakan rasa happy-nya, seperti:Â
1. ga masukkan hati atau ga sedih saat ditolak,Â
2. tetap sampaikan perasaan - apapun respon dari suaminya,Â