Apa sedang diam, kuyu tertunduk, dan mereka-reka sepertiku? :)
Pk. 19, kuketuk pintu kamarnya. Tak ada suara. Saya ketuk lagi, tak ada suara lagi. Aku bernisiatif membukanya, inisiatif yang kusesali karena membawa bencana di akhir cerita.Â
Air pembersih kuas tumpah di atas lukisan yang sedang dipulasnya. Ia biarkan air tumpah itu menganga, menggenang di atas kertas. Tak ada gerakan yang dibuatnya selain berdiri mematung, melihatku dengan wajah sangar, ketus, dan bencinya. Suasana memang terasa dibuatnya semencekam mungkin. Tatapannya tajam. Kukenal betul tatapan itu. Tatapan yang menancapkan rasa bersalah pada diriku, ibunya selama 16 tahun ini.
Tarikan dan hembusan nafas kubuat senormal mungkin, sekali satu waktu dengan gerakkan kedua ujung bibir ke atas. Tak ada yang tau berapa tahun kulatih cara nafas dan senyum ini. Akupun tak tau. Yang kutau, cara ini sungguh berhasil membuatku lebih damai saat menghadapi tatapan remaja di depanku.
Pendakian Gn. Bromo
Kuberikan diriku kebebasan, memberi ruang untuk pikiran logis tetap memimpin. Dan setelah hembusan nafas terakhir, baru kata-kata mulai bergulir. "Adik, keringin kertasnya, Dik." Dia ambil kertas bekas seadanya untuk mengelap meja yang berair. Aku ambil buku gambarnya, kumiringkan supaya air menyurut. "Pake lap, Dik. Biar lebih cepat kering." Dia tetap diam dan tanpa mengindahkan ucapan, tetap saja gunakan kertas untuk keringkan seadanya. Dan setelah itu, membuang kertas-kertas itu di lantai.Â
Pesannya sudah kutangkap, 'karenaku, air pembersih kuas tumpah dan menggenangi lukisan yang akan dinilai besok pagi. Dia kesal. Kesal sekali'. Tinggal pesanku yang belum ditangkap olehnya 'jangan salahkan orang lain untuk apa yang terjadi padamu'. Tapi jika pesanku tak tersampaikan, apa guna memaksakan? Yang kubisa hanya menarik diri, memberi ruang. Memberi ruang untukku dan untuk dia, menepis konfrontasi, meminimalkan masalah yang baru, yang biasanya muncul dari luap-luap emosi. Karena aku pun sama sepertinya: tidak melakukan kesalahan.
Pendakian Gn. Catur
Aku keluar dari kamarnya. Berdamai dengan diriku, dan dia - entah bagaimana caranya - pun berdamai dengan dirinya. Sepertinya kasus belum tertutup sempurna, tak ada yang menang dan yang kalah. Dan memang bukan itu yang dicari kan? Aku hanya pegang keyakinanku. Kuyakin dan kuimani, ia pun mengasihiku sama seperti aku mengasihinya, dengan caranya sendiri, cara yang begitu rahasia.
Anakku.. Aku menyayangimu.
Jumat, 12 Mei 2023